Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tes PCR Jadi Syarat Naik Pesawat, Epidemiolog: Antigen Lebih Sesuai!

Kompas.com - 31/10/2021, 06:30 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tes PCR kini jadi syarat naik pesawat selama masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Dalam Surat Edaran (SE) Menteri Perhubungan Nomor 93 Tahun 2021, tes PCR ini diwajibkan bagi mereka yang melakukan perjalanan udara dari dan ke Pulau Jawa dan Bali.

Sementara untuk luar Jawa-Bali, calon penumpang dapat menunjukkan hasil tes PCR dan boleh cukup dengan hasil rapid test antigen.

Timbul pertanyaan, mengapa tidak semua menggunakan tes cepat antigen. Tarif tes PCR sudah diturunkan, tetapi masih lebih tinggi dibanding tes antigen.

Berikut tanggapan dari epidemiolog:

Baca juga: Alasan Harga PCR Bisa Turun hingga Rp 275.000 Menurut Kemenkes

Tes antigen lebih sesuai

Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menyampaikan bahwa tes antigen lebih sesuai untuk digunakan sebagai syarat perjalanan udara.

Menurut dia, perspektif PCR adalah standar emas yang mana metode final untuk memastikan apakah seseorang mengidap Covid-19 atau tidak.

Untuk itu, penggunaannya pun sebaiknya diterapkan pada ranah yang bersifat klinis, seperti di rumah sakit.

"Tes PCR dia memang memiliki validitas yang tinggi, tapi ia harus diterapkan pada satu kondisi yang memerlukan keakuratan lebih tinggi, karena dia kan memang gold standard, sebagai konfirmasi, misalnya di rumah sakit," ujar Dicky, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (30/9/2021).

Sementara jika digunakan untuk mengamankan masyarakat pengguna moda transportasi umum, tes PCR tidak begitu tepat.

"Kalau berbicara untuk moda transportasi, kalau pesawat lebih rendah (risikonya) ya untuk apa, dan situasinya berbasis risiko saat ini di publik semua community transmission kok," lanjut dia.

Ada faktor efektivitas dan kesehatan masyarakat yang harus diperhatikan.

Secara hasil, tes PCR memang efektif untuk mengonfirmasi keberadaan virus corona, namun ia bukan satu-satunya.

"Kalau kesehatan masyarakat, harus dilihat efektif atau tidak, ya jelas PCR efektif, tapi ada juga yang lain yang juga efektif, yaitu rapid test antigen. Rapid test antigen terbukti efektif, sudah jelas. Studi terakhir di Inggris minggu lalu menunjukkan 97 persen (efektif mendeteksi virus)," papar Dicky.

Baca juga: Aturan Masa Berlaku PCR dan Harganya Mulai 27 Oktober 2021

PCR masih belum terjangkau

Dicky juga menyebut faktor keterjangkauan tes PCR itu sendiri. Dia menilai tes PCR masih mahal.

"Cost effective enggak? Jelas tidak. Selain mahal harganya, tidak mudah (diakses), tidak cepat hasilnya. Sehingga tidak ada keberlanjutannya (terkait kecepatan tracking dan tindakan penanganan)," ungkap Dicky.

Oleh karena itu, Dicky menyarankan, penggunaan rapid test antigen pada penumpang pesawat terbang diperluas.

"Sarannya adalah gunakan saja rapid test antigen. Ada rapid test antigen yang bagus sekali sensitivitasnya, bahkan (pengambilan sampel) enggak sampai nyolok ke belakang. Bahkan sudah approved oleh FDA," ujar dia.

"Dan biarlah PCR itu sebagai tes konfirmasi, di RS, atau di tempat yang rapid test antigennya meragukan. Itu kembalikan ke khittah-nya," pungkas Dicky.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Wilayah Potensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 27-28 April 2024

Wilayah Potensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 27-28 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Media Korsel Soroti Shin Thae-yong, Thailand Dilanda Suhu Panas

[POPULER TREN] Media Korsel Soroti Shin Thae-yong, Thailand Dilanda Suhu Panas

Tren
Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com