Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Mati Koruptor yang Selalu Jadi Wacana

Kompas.com - 30/10/2021, 10:32 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Hukuman harus tegas dan memberikan efek jera

Jauh sebelum itu, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas era Presiden Megawati Soekarnoputri, Kwik Kian Gie mengatakan, hukuman yang diterapkan terhadap koruptor di Indonesia tak bisa lagi setengah-setengah, tetapi harus tegas dan memberikan efek jera.

Ia menuturkan, apabila hukuman yang diterapkan tidak sampai drastis, upaya pemberantasan korupsi dipastikan akan gagal, seperti diberitakan Harian Kompas, 10 Maret 2004.

Untuk kasus korupsi di Indonesia, Kwik menilai hukuman yang paling tepat adalah hukuman mati atau paling tidak hukuman seumur hidup.

Baca juga: Tersangka Korupsi, Ini Profil dan Harta Kekayaan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono

Bahkan, tuntutan hukuman mati bagi koruptor sudah dilakukan sejak era 1960-an.

Harian Kompas, 25 September 1965 mencatat, seorang perwira TNI yang menjabat manajer perusahaan negara dituntut hukuman mati karena korupsi.

Perwira bernama Kapten Iskandar itu, melakukan tindak korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 6 miliar pada 1961.

Namun, Iskandar hanya divonis tujuh tahun penjara oleh Mahkamah Militer Tinggi Jakarta dalam sidang tertutup 21 Oktober 1967.

(Sumber: Kompas.com/Wijaya Kusuma, Wisang Seto Pangaribowo | Editor: Dony Aprian/Teuku Muhammad Valdy Arief)

Baca juga: Mengenal Asabri, Perusahaan BUMN yang Diduga Terindikasi Korupsi oleh Mahfud MD

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 7 Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Usai Ditekuk Arsenal, Atap Stadion Manchester United Jebol dan Air Membanjiri Lapangan

Usai Ditekuk Arsenal, Atap Stadion Manchester United Jebol dan Air Membanjiri Lapangan

Tren
Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Tren
Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Tren
4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

Tren
Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Tren
Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Tren
Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com