Jauh sebelum itu, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas era Presiden Megawati Soekarnoputri, Kwik Kian Gie mengatakan, hukuman yang diterapkan terhadap koruptor di Indonesia tak bisa lagi setengah-setengah, tetapi harus tegas dan memberikan efek jera.
Ia menuturkan, apabila hukuman yang diterapkan tidak sampai drastis, upaya pemberantasan korupsi dipastikan akan gagal, seperti diberitakan Harian Kompas, 10 Maret 2004.
Untuk kasus korupsi di Indonesia, Kwik menilai hukuman yang paling tepat adalah hukuman mati atau paling tidak hukuman seumur hidup.
Baca juga: Tersangka Korupsi, Ini Profil dan Harta Kekayaan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono
Bahkan, tuntutan hukuman mati bagi koruptor sudah dilakukan sejak era 1960-an.
Harian Kompas, 25 September 1965 mencatat, seorang perwira TNI yang menjabat manajer perusahaan negara dituntut hukuman mati karena korupsi.
Perwira bernama Kapten Iskandar itu, melakukan tindak korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 6 miliar pada 1961.
Namun, Iskandar hanya divonis tujuh tahun penjara oleh Mahkamah Militer Tinggi Jakarta dalam sidang tertutup 21 Oktober 1967.
(Sumber: Kompas.com/Wijaya Kusuma, Wisang Seto Pangaribowo | Editor: Dony Aprian/Teuku Muhammad Valdy Arief)
Baca juga: Mengenal Asabri, Perusahaan BUMN yang Diduga Terindikasi Korupsi oleh Mahfud MD