Menurut Ian Crawford, peneliti planet di University of London, temuan ini memberikan data penting tentang sejarah Bulan, dan Tata Surya secara umum.
Dengan mengetahui usia pasti Oceanus Procellarum, dan mencocokkannya dengan jumlah kawahnya, para ilmuwan dapat menyimpulkan usia lokasi, seperti Mars, dengan jumlah kawah yang sama dan memiliki usia yang sebanding.
Proses ini, yang dikenal sebagai penghitungan kawah, sejauh ini mengandalkan penanggalan sampel Bulan yang dikumpulkan oleh misi Apollo, sehingga meninggalkan celah besar dalam garis waktu antara satu dan tiga miliar tahun yang lalu.
"Sangat penting untuk mendapatkan lebih banyak data. Itulah yang telah berhasil dicapai oleh penelitian ini," kata Crawford.
Baca juga: Sederet Temuan di Dasar Sumur Neraka Yaman, dari Mutiara hingga Air Terjun
Melansir Science News, 7 Oktober 2021, bulan terbentuk kira-kira 4,5 miliar tahun yang lalu.
Batuan bulan dari misi Apollo dan Soviet pada akhir 1960-an dan 70-an mengungkapkan bahwa aktivitas vulkanik di Bulan adalah hal biasa selama miliaran tahun pertama keberadaannya.
Sementara, aliran lava Bulan diperkirakan berlangsung hingga ratusan juta tahun.
Mengingat ukurannya, ilmuwan berpikir bahwa Bulan mulai mendingin sekitar 3 miliar tahun yang lalu, dan akhirnya menjadi satelit yang tenang dan tidak aktif seperti sekarang ini.
Namun kelangkaan kawah di beberapa daerah membuat para ilmuwan kebingungan.
Benda langit yang tidak memiliki aktivitas vulkanik akan menghasilkan semakin banyak kawah dari waktu ke waktu, sebagian karena tidak ada aliran lava yang menyimpan material baru yang mengeras menjadi bentangan halus.
Bintik-bintik bulan yang lebih halus tampaknya menunjukkan bahwa aktivitas vulkanik telah bertahan melewati sejarah awal bulan.
Baca juga: Fenomena Hari Tanpa Bayangan 8-14 Oktober, Ini Jadwal dan Wilayahnya
Salah satu co-author dalam penelitan tersebut, Alexander Nemchin, peneliti planet di Beijing SHRIMP Center and Curtin University di Bentley, Australia, mengatakan, satu teori yang mungkin menjelaskan alasan aktivitas vulkanik bertahan lebih lama di Bulan adalah pengaruh gaya gravitasi yang dimiliki Bumi.
Ia mengatakan, gaya gravitasi dari Bumi bisa saja mencairkan interior Bulan, menjaga magma Bulan mengalir selama satu miliar tahun atau lebih, ketika seharusnya aliran itu berhenti.
“Bulan jauh lebih dekat 2 miliar tahun yang lalu,” jelas Nemchin.
Saat Bulan perlahan-lahan menjauh dari Bumi, proses lambat yang masih berlangsung hingga sekarang, kekuatan gravitasi akan semakin lemah sampai akhirnya aktivitas vulkanik berhenti.
Sementara, Jessica Barnes, peneliti planet di University of Arizona di Tucson yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan, dampak benturan dari asteroid dan komet juga bisa membuat cairan vulkanik Bulan tetap mengalir.
“Ini adalah contoh bagus mengapa kita perlu mengenal tetangga terdekat kita ini. Banyak orang mengira kita sudah tahu apa yang terjadi dengan Bulan, tapi sebenarnya masih banyak hal yang cukup misterius," kata Barnes.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.