Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Neni Nur Hayati
Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia. Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Wacana Presiden Tiga Periode, Paradoks Komunikasi Politik Indonesia

Kompas.com - 20/09/2021, 10:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Politik paling aneh, paling absurd, paling unik, dan sekaligus paling sulit diramalkan adalah politik di Indonesia. Komunikasi politik yang berlangsung bernuansa konteks tinggi, lebih banyak pesan-pesan yang tersirat daripada yang tersurat, termasuk pesan melalui bahasa tubuh, busana dan diam" -- Deddy Mulyana

DEMIKIAN yang disampaikan Profesor Deddy Mulyana, guru besar Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, dalam bukunya "Komunikasi Politik, Politik Komunikasi".

Rasanya, pernyataan itu tidak berlebihan. Seperti itulah potret politik yang terjadi di Indonesia. Apalagi, dengan mencuatnya isu presiden tiga periode yang sangat awet bergulir secara terus menerus ke permukaan publik.

Wacana tiga periode dan kekisruhan politik Indonesia

Masifnya wacana tiga periode ini memperlihatkan kekisruhan politik di Indonesia yang semakin menjadi-jadi.

Hanya di Indonesia, para elite politik menciptakan imajinasi politik dengan mendesain isu-isu publik yang kontraproduktif dalam upaya melanggengkan kekuasaan dengan pengaruh pesan politik, sasaran, dan target politik yang dapat diarahkan dan dimanipulasi.

Perilaku aktor politik inilah yang memandang kekuasaan itu sebagai sesuatu yang konkret. Ibaratnya, benda atau barang yang dapat diwariskan kepada anak cucu dan memperkuat oligarki.

Pada akhirnya, hal ini akan menyebabkan tertutupnya celah bagi perbedaan, memunculkan pemerintahan yang tidak terkontrol, dibungkamnya oposisi, macetnya regenerasi kepemimpinan, menumbuhsuburkan korupsi serta nepotisme (Noor, 2021).

Aktor politik ini pula yang menggunakan dan menghalalkan segala cara dalam meraih kekuasaan yang berkepanjangan. Apa pun caranya, bila perlu dengan menipu, memfitnah, politik adu domba, menyuap, termasuk mengubah amendemen konstitusi negara yang sudah kokoh.

Padahal, hasil Sidang Umum MPR RI, 14-21 Oktober 1999, perubahan atas Pasal 7 menyebutkan, "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan".

Dalam pendekatan sistemik komunikasi politik, kekuasaan diartikan sebagai sesuatu yang cair dan licin.

Meskipun ini dianggap oleh sebagian pihak merupakan wacana liar yang tidak berdasar. Bahkan, MPR RI telah mengelak dan case closed terkait wacana tiga periode. Akan tetapi, kenyataannya, pesan politik tersebut, baik disengaja atau tidak, verbal maupun non verbal, dalam makna interpretif dan transaksional mengarah pada distribusi dan pengelolaan kekuasaan (Mulyana, 2013).

Kekhawatiran publik

Munculnya kekhawatiran publik menyangkut isu presiden tiga periode adalah hal yang wajar, bukan sesuatu yang berlebihan.

Sebab, bagaimana pun tidak ada yang bisa menjamin bahwa amendemen terbatas yang akan dilakukan itu tidak disusupi klausul wacana presiden tiga periode.

Apalagi, di tengah kondisi pandemi yang masih berlangsung dan kontrol publik yang tidak maksimal karena keterbatasan ruang ekspresi.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, apa yang menjadi keresahan publik ternyata benar terjadi. Beberapa rancangan undang-undang yang menuai kontroversi publik juga akhirnya terealisasi dengan mulus dan cepat.

Untuk kepentingan segelinter elite politik, segala hal yang mustahil terwujud pada faktanya bisa terjadi.

Komunikasi politik di Indonesia itu memang pelik. Ada anomali. Terjadi tumpang tindih dan penuh ketidakpastian. Sarana komunikasi yang dilakukan penuh intrik dan kebohongan kepada khalayak.

Berkali-kali masyarakat diberikan harapan palsu atas janji-janji semu para elite politik. Ada banyak keganjilan komunikasi politik di Indonesia antara penyampaian dengan perbuatan yang dilakukan tidak senada.

Jika sejak awal janji yang disampaikan para elite politik hanya sekadar permainan kata-kata atau pengelolaan kesan untuk menarik simpati pemilih tanpa dilandasi niat tulus, akan sulit mewujudkan kepentingan rakyat.

Tak heran ketika sudah menempati jabatan strategis yang dipikirkan hanya kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Bahkan, mungkin sudah hilang rasa malu ketika melakukan kesalahan dan mencederai hati rakyat.

Pengelolaan kesan di panggung depan sangat berbanding terbalik dengan panggung belakang tatkala berhadapan dengan publik (Arrianie, 2010).

Presiden segera bersikap

Jika isu presiden tiga periode terus digulirkan, hanya akan menjadi bola liar yang tiada henti. Semua seolah dibiarkan begitu saja tanpa ada solusi dan tindakan konkret yang dilakukan oleh pemerintah.

Termasuk terkait dengan amendemen undang-undang terbatas. Apakah semata-mata hanya ingin mengakomodasi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) atau ada agenda lain di balik semua isu yang diwacanakan?

Sejatinya, pemerintah dapat terbuka atas polemik yang terjadi dan menyampaikan kepada publik secara terbuka mengenai isu yang tidak jelas siapa yang mengembuskan. Oleh karena itu, presiden harus bersikap jelas dan tegas.

Jangan kemudian melempar ke MPR sepenuhnya soal agenda perubahan amendemen terbatas seakan itu bukan menjadi wewenang presiden. Kemampuan komunikasi publik pemimpin harus hadir dan ditunjukkan kepada masyarakat.

Hilangkan stigma rakyat yang beranggapan bahwa rezim hari ini gemar menghambur-hamburkan uang rakyat, menumpuk kekayaan melalui kekuasaan dengan mengubah konstitusi. Dalam ilmu komunikasi, ruang adalah konteks yang memengaruhi proses dan efek komunikasi.

Sudah saatnya ruang tersebut digunakan untuk mengatasi dan menjawab berbagai problematika sehingga tercipta komunikasi yang efektif antara pemerintah, wakil rakyat dan rakyat.

Ciptakan komunikasi yang sehat. Tanpa komunikasi yang sehat, tidak akan terwujud tata kelola pemerintahan yang baik. Komunikasi konteks menengah menjadi salah satu solusi yang ditawarkan dalam mewujud komunikasi yang efektif.

Selain itu, tentu saja presiden sama-sama mengingatkan mitra kerja yang lainnya, untuk tidak bermain-main dalam kekuasaan.

Dalam teori Chester Barnard, kekuasaan yang sejati akan selalu berdampingan dengan kemampuan dan kesediaan berkomununikasi dengan rakyat.

Akan tetapi, barang siapa yang bermain-main dengan kekuasaan, ia akan digilas oleh kekuasaannya sendiri karena tidak ada kekuasaan yang kekal dan abadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Tren
Nuklir Bisa untuk Obati Kanker Tiroid, Apa Itu, Bagaimana Prosesnya?

Nuklir Bisa untuk Obati Kanker Tiroid, Apa Itu, Bagaimana Prosesnya?

Tren
Penjelasan UI soal UKT yang Mencapai Rp 161 Juta

Penjelasan UI soal UKT yang Mencapai Rp 161 Juta

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Tren
Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com