Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Psikologi, Homoseksual Bukanlah Kelainan, Begini Penjelasannya

Kompas.com - 18/09/2021, 08:02 WIB
Muhamad Syahrial

Penulis

KOMPAS.com - Selama ini muncul anggapan dari sebagian masyarakat dunia, termasuk Indonesia bahwa homoseksual adalah kelainan atau masalah kejiwaan.

Berbanding terbalik dengan anggapan tersebut, berbagai otoritas kesehatan telah menegaskan bahwa orientasi seksual ini bukanlah kelainan atau gangguan jiwa.

Sebagaimana diberitakan KOMPAS.com pada Minggu (12/9/2021), asosiasi psikiater yang tergabung dalam American Psychiatric Association (APA) sudah menyatakan hal tersebut sejak tahun 1973.

APA bahkan telah menghapus diagnosis homoseksualitas sebagai gangguan jiwa dari acuan diagnosis ahli kesehatan jiwa atau Diagnostic and Statistical Manual (DSM) edisi II.

Sementara itu, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia juga memasukkan orientasi seksual termasuk homoseksual ke dalam kategori kelainan atau gangguan jiwa.

Baca juga: Ramai soal Remaja Tewas karena Challenge Adang Truk, Ini Kata Psikolog

Berikut ini penjelasan dokter spesialis kedokteran jiwa mengenai homoseksual menurut psikologi.

Homoseksual bukan kelainan atau gangguan jiwa

Dokter spesialis kedokteran jiwa, dr. Dharmawan A. Purnama, Sp.KJ mengatakan, ada alasan ilmiah yang membuat para ahli sepakat tidak menggolongkan homoseksual sebagai kelainan atau gangguan jiwa.

Menurut Dharmawan, syarat seseorang mengalami kelainan atau gangguan jiwa adalah adanya penderitaan (distress) dan ketidakmampuan (disability).

“Orientasi seksual termasuk homoseksual bukanlah gangguan kepribadian atau mental. Gangguan psikologis dan perilaku itu syaratnya mesti ada distress dan disability,” ujar Dharmawan.

Dharmawan menjelaskan, salah satu faktor yang membuat seseorang menjadi homoseksual adalah perkembangan bagian otak bernama hipotalamus sejak dalam kandungan.

Baca juga: Beredar Poster Ajakan Tak Unggah Berita tentang Covid-19, Ini Kata Psikolog

“Penyebabnya bisa berasal dari perkembangan di hipotalamus. Jadi, di hipotalamus itu ada bagian yang mengatur seksual, termasuk orientasi seksual,” jelasnya.

Selain itu, kondisi hormon saat janin masih dalam kandungan juga turut berperan dalam pembentukan orientasi seksual.

“Ada yang namanya fase kritis di tiga bulan pertama pertumbuhan janin. Kalau ada sesuatu pada hormon testosteron, pembentukan seksual dapat terpengaruh, sehingga pembentukan pusat seksual akan berbeda dengan umumnya,” ujarnya.

Syarat homoseksual bisa disebut kelainan

Saat seorang homoseksual merasa tidak nyaman dengan orientasi seksualnya tersebut, barulah homoseksual bisa dikategorikan sebagai gangguan kesehatan jiwa.

Kondisi ini disebut sebagai homoseksual egodistonik dalam dunia kesehatan mental. Biasanya, seorang homoseksual egodistonik kerap mengalami konflik batin yang dapat menyebabkan kegelisahan, stres, hingga masalah kecemasan.

Baca juga: Ramai soal Daddy Issue, Ini Penjelasan Psikolog

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com