KOMPAS.com - Masyarakat ramai memperbincangkan kebocoran nomor induk kependudukan (NIK) Presiden Joko Widodo (Jokowi) di media sosial.
Melalui NIK yang bocor tersebut, beredar sertifikat vaksin milik orang nomor satu di Indonesia itu.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakhrulloh meminta, masyarakat tidak melakukan hal itu.
Menurut Zudan, ketentuan pidana tersebut diatur dalam UU Administrasi Kependudukan (Adminduk) Nomor 24 Tahun 2013.
Pasal 94 UU Adminduk tersebut mengatur bahwa setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi data kependudukan dan/atau elemen data penduduk dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp75.000.000.
"Ini bukan (soal) kebocoran NIK, tetapi menggunakan data orang lain untuk mendapatkan data informasi orang lain. Ada sanksi pidananya untuk hal seperti ini," ujar Zudan seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (2/9/2021).
Di tengah ramainya kebocoran data NIK semacam ini, penting untuk kita mengingat kembali bahaya kebocoran data. Data pribadi bisa disalahgunakan untuk berbagai kepentingan.
Maka dari itu, simak 4 tips menjaga data NIK tetap aman berikut:
Baca juga: Tanggapan Menkominfo soal Dugaan Bocornya Sertifikat Vaksin dan NIK Jokowi
Mengutip laman Kominfo, 29 Juni 2020, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan, jika ada yang menggunakan data tanpa konsen pemilik data, maka itu adalah tindakan ilegal. Penyalahgunaan data tersebut merupakan subjek pada tindakan pidana dan denda.
"Jadi jaga NIK itu pasti, jangan terlalu mudah memberikan data NIK dengan kita tahu betul apa tujuannya," tandas dia.
Ia menyarankan agar masyarakat melindungi data pribadi dengan selektif dalam memberikan NIK serta mengganti kata sandi pada akun-akun media elektronik secara berkala.
"Jadi dua hal itu, hati-hati memberikan akses terhadap NIK kita, harus jelas tujuannya dan harus jelas kepada siapa itu diberikan, yang kedua pemilik data harus sering mengganti password," kata dia.
Masyarakat juga perlu hati-hati ketika meminjamkan KTP, terutama saat meminjamkan KTP untuk difotokopi.
Saat pengguna mulai mengakses aplikasi online baik fintech, e-commerce, maupun media sosial, para pengguna harus memastikan data pribadi apa yang dicantumkan dalam aplikasi tersebut. Apakah membahayakan atau tidak.
Vice President Infrastruktur dan technical Support Blibli.com Ongkowijoyo mengatakan bahwa para pengguna perlu memahami data-data pribadi apa yang sebenarnya apabila disebarkan akan membahayakan dirinya.