Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Mengukur Demokrasi, Melihat "Grosse Koalition" di Jerman

Kompas.com - 02/09/2021, 11:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM pertemuan yang dilakukan Presiden Jokowi dengan para pimpinan partai politik, ikut hadir ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan (Zulhas).

Sejak kembali terpilih menjadi Ketua Umum PAN, Zulhas sudah menegaskan bahwa PAN mendukung pemerintahan Jokowi tanpa syarat.

Bergabungnya PAN semakin memperkuat koalisi partai pendukung Presiden Jokowi. Saat ini koalisi pemerintah menguasai total 471 kursi di DPR. Tercatat dalam sejarah parlemen Indonesia sebagai koalisi terbesar pasca-reformasi.

Berbagai pihak menilai gabungnya PAN ke dalam koalisi pendukung pemerintah pertanda kemunduran demokrasi.

Oposisi

Saya rakyat jelata awam politik maka tidak berani melibatkan diri ke dalam polemik demokrasi diukur dengan kaidah oposisi.

Namun dungu-dungu begini, saya pernah belajar dan mengajar di Jerman. Selama sepuluh tahun saya mengamati demokrasi Jerman yang dianggap sebagai negara paling demokratis di Eropa.

Di Jerman saya menyimak fakta bahwa maju-mundurnya demokrasi bukan diukur dari besar-kecilnya koalisi.

Keniscayaan bahwa setelah pemilihan umum yang di Jerman disebut sebagai Bundestagswahl langsung para parpol sibuk saling berkoalisi dengan parpol lain demi menguasai suara terbanyak di Bundestag.

Dalam sejarah parlemen Jerman telah berulang kali terbentuk apa yang disebut sebagai Grosse Koalition di antara para parpol pada masa 1966-1969, 2005-2009, 2013-2017, dan sejak 2018 sampai kini sehingga praktis oposisi sama sekali tidak berdaya alias mati suri.

Namun bukan berarti demokrasi di Jerman mati. Kepemerintahan Jerman pada masa Grosse Koalition menguasai parlemen berjalan lancar tanpa kendala berarti.

Dengan koalisi gemuk, Jerman justru berjaya tampil sebagai satu di antara negara terbaik di planet bumi dalam menghadapi pagebluk Corona.

Terutama dalam menegakkan keadilan sosial untuk seluruh rakyat, sulit dicari negara tandingan yang mampu mengungguli prestasi Jerman.

Belajar

Memang lain padang lain belalang maka lain Jerman lain Indonesia. Pembandingan Indonesia dengan Jerman mudah dilecehkan dengan alasan lain padang lain belalang itu tadi.

Apalagi dengan senjata keyakinan dogmatis bahwa oposisi mutlak bagi demokrasi maka mudah didalihkan bahwa akibat Indonesia beda dari Jerman dengan sendirinya demokrasi Indonesia juga beda dengan demokrasi Jerman.

Namun sebenarnya tidak ada salahnya apabila pemerintah Indonesia berkenan belajar dari pemerintah Jerman dalam hal memberikan kesehatan dan kesejahteraan bagi rakyat sesuai sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com