Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO Tegur Indonesia soal Kenaikan Mobilitas di Jawa, Ini Respons Satgas Covid-19

Kompas.com - 23/08/2021, 18:30 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito merespons, teguran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait tingginya mobilitas di Jawa.

Ia menuturkan, pemerintah kini sedang menyeimbangkan antara tren mobilitas dengan sistem kegiatan masyarakat di berbagai instansi.

"Saat ini pemerintah mencoba menyeimbangkan tren mobilitas yang tinggi dengan sistem kegiatan masyarakat yang terpantau baik di berbagai instansi serta mengintegrasikan dengan teknologi sehingga lebih efisien," kata Wiku kepada Kompas.com, Senin (23/8/2021).

Seiring dengan itu, pemerintah juga terus memaksimalkan kebijakan seperti penerapan sertifikat vaksin, hasil tes negatif Covid-19 dan pengawasan kepatuhan protokol kesehatan.

Melalui upaya-upaya tersebut, Wiku berharap dapat menekan peluang peningkatan kembali tren kasus nasional.

Baca juga: WHO Tegur RI karena Mobilitas di Jawa Naik Seperti Sebelum Pandemi

WHO tegur Indonesia

WHO sebelumnya mendesak Indonesia untuk mengambil tindakan, guna membendung penularan Covid-19 yang masih berlangsung.

Desakan itu bukan tanpa alasan. WHO melihat, ada peningkatan signifikan mobilitas masyarakat dalam ritel dan rekreasi di Jawa.

"Perumusan rencana konkret dan tindakan mendesak sangat penting untuk mengantisipasi dan mengurangi dampak peningkatan mobilitas pada transmisi dan kapasitas sistem kesehatan," tulis laporan itu.

Yang dimaksud dengan ruang ritel dan rekreasi dalam laporan situasi terbaru WHO, adalah restoran, kafe, pusat perbelanjaan, perpustakaan, museum, dan taman hiburan.

Baca juga: Viral, Video Ikan Gabus Berwarna Oranye, Ini Penjelasan Ahli

Kasus kematian masih tinggi

Selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), kasus harian telah turun secara signifikan menjadi sekitar 12.000 pada 22 Agustus 2021.

Kendati demikian, angka kematian akibat Covid-19 masih berada di angka 1.000 selama lebih dari satu bulan.

Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menuturkan, tingginya angka kematian ini tak lepas dari banyaknya kasus yang belum terdeteksi.

"Kasus infeksi ini, mayoritas bahkan prediksi saya setidaknya tiga kali lipat yang tidak terdeteksi," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Minggu (22/8/2021).

"Ini yang akhirnya berkontribusi pada tingginya kematian akibat Covid-19, meskipun keterisian rumah sakit telah turun," sambung dia.

Apalagi dalam konteks Indonesia, warga cenderung tidak pergi ke layanan kesehatan ketika sedang sakit.

Menurut Dicky, jumlah kasus yang tidak terdeteksi ini terlihat dari angka test positifity rate (TPR) yang masih jauh di atas 5 persen.

Sebagai informasi, pandemi di suatu negara atau wilayah dikatakan terkendali jika memiliki TPR di bawah 5 persen.

Ia juga mengingatkan, saat ini tren kasus infeksi mulai bergeser ke pedesaan dan luar Jawa, khususnya Sumatera dan Nusa Tenggara.

Untuk itu, Dicky berharap agar pemerintah melakukan intervensi dan mitigasi guna meminimalisir risiko ketika terjadi masa kritis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com