Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelisik Jejak KH Musthafa, Pahlawan Nasional yang Identitasnya Sempat Hilang

Kompas.com - 22/08/2021, 08:48 WIB
Farid Assifa

Penulis

Kemudian pengadilan militer Jepang memvonis hukuman mati kepada KH Zainal Musthafa dan belasan santrinya. Mereka kemudian dieksekusi di sebuah rawa tak jauh dari Pantai Ancol, Jakarta, pada tengah malam 24 Oktober 1944. Sang Pahlawan dan para santrinya kemudian dikubur di rawa tersebut.

Pihak Jepang sengaja mengubur KH Zainal Musthafa untuk menghilangkan jejak. Namun berkat penjaga kelenteng Ancol, jasad Sang Kiai dan pengikutnya bisa ditemukan.

Ketika jepang menyerah dan Indonesia mulai didatangi pasukan Sekutu pada tahun 1946, penjaga kelenteng yang bernama Mpek Gagu melaporkan adanya tempat eksekusi di rawa.

Selanjutnya pihak Sekutu melalui Nederlandsch Indie Civile Administratie (NICA) menggali rawa itu dan menemukan banyak mayat di dalamnya. Lokasi itu ternyata merupakan tempat pembantaian (killing fields) oleh pasukan Jepang.

Di rawa itu ditemukan banyak mayat dari berbagai ras, mulai bangsa Indonesia, Belanda hingga China.

Setelah melakukan penggalian, pihak NICA menemukan jasad Ajengan Sukamanah dan para santrinya. Akhirnya Ajengan Sukamanah dan santrinya itu dikuburkan tak jauh dari rawa itu di sebuah pemakaman khusus korban perang yang diberi nama Ereveld Ancol.

Pada tanggal 20 November 1972, Ajengan Sukamanah KH Zainal Musthafa resmi memperoleh gelar Pahlawan Nasional.

Kemudian pada 25 Agustus 1973, atas permohonan keluarga, makam KH Zainal Musthafa dan 17 santrinya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Sukamanah di Tasikmalaya yang berlokasi tak jauh dari pesantren.

Pemberontakan sipil terbesar di Jawa

Perlawanan Ajengan Sukamanah disebut sebagai pemberontakan sipil terbesar dalam sejarah militer Jepang di Jawa.

Hal itu diakui Jepang sendiri dalam sebuah dokumen Jepang yang kemudian diterbitkan Equinox Publishing pada 2010.

Ada sejumlah alasan pemberontakan Ajengan Sukamanah disebut terbesar yang dilakukan sipil terhadap pemerintah militer Jepang.

Alasan pertama adalah pasca-peristiwa itu, letupan serupa terjadi di Indramayu meski dalam skala kecil. Akibatnya Jepang berusaha keras untuk meredam gejolak serupa di daerah lain.

Salah satu propagandanya adalah dengan membuat propaganda tentang KH Zainal Musthafa yang buruk di mata kolonial ini. Ajengan Sukamanah dianggap memiliki ajaran sesat dan berusaha menghasut rakyat untuk melawan pemerintahan Jepang.

Alasan kedua adalah pasca-perlawanan Sukamanah, Jepang mengubah kebijakannya terhadap ulama di Indonesia, yang salah satunya dengan pelibatan para kiai dalam urusan keagamaan di Indonesia.

Sebelumnya, Jepang ketika masuk ke Indonesia meremehkan peran ulama, bahkan berusaha menyingkirkannya dengan menangkap ulama besar sekaligus Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari dan membubarkan organisasi nahdliyyin tersebut.

Namun pasca-perlawanan KH Zainal Musthafa, Jepang mengubah cara pandangnya terhadap ulama hingga melibatkan mereka dalam sejumlah bidang terkait keagamaan.

Dikenal dunia

Nama KH Zainal Musthafa pun mulai dikenal dunia pasca-perlawanan Sukamanah. Pada tahun 1955, sekitar 9 tahun setelah pertempuran Sukamanah, KH Zainal Musthafa masuk ke sebuah penelitian sejarawan asal AS, Harry Jindrich Benda yang kemudian menerbitkannya dalam buku The Crescet and The Rising Sun, Indonesian Islam under the Japanese Occupation, 1942-1945 di Cornell University, Amerika Serikat.

Selanjutnya George Sanford Kanahele menulis disertasi yang di dalamnya terdapat kisah perlawanan KH Zainal Musthafa dengan judul The Japanese Occupation of Indonsia: Prelude to Independence.

Nourouzzaman Shiddiqi juga menulis tentang perlawanan Ajengan Sukamanah dalam tesis S-2 di Universitas Leiden, Belanda, dengan judul "The Role of the Ulama during The Japanese Occupation of Indonesia (1942-1945)".

Perlawanan KH Zainal Musthafa juga diteliti lebih dalam dan komprehensif oleh peneliti asal Jepang, Aiko Kurasawa pada tahun 1988. Aiko menulis sejarah itu dalam disertasi berjudul "Mobilization and Control, A Study of Social Change di Rural Java 1942 – 1945".

Pelajaran dari KH Musthafa

Ketua KNPI Kabupaten Tasikmalaya Nana Sumarna mengatakan, ada beberapa pesan moral yang bisa diambil dari sosok KH Zainal Musthafa. Pertama adalah soal integritas.

Dalam buku Ajengan Sukamanah, kata Nana, Ajengan Sukamanah mewanti-wanti para santrinya untuk tidak meminta-minta karena itu adalah perbuatan tidak bagus. Para santri justru harus bisa memberi kepada yang membutuhkan.

Kemudian Ajengan Sukamanah mengecam kebijakan upeti padi dan kerja paksa yang dilakukan oleh Jepang. Ini artinya bahwa ia adalah sosok yang berjuang melawan penindasan.
“Ini bisa kita teladani bahwa kita harus peduli dan membela masyarakat yang tertindas,” katanya kepada Kompas.com, Sabtu (28/8/2021).

Kemudian KH Zainal Musthafa rela berkorban dan menjadi martir demi kemerdekaan Indonesia. Ia keluar dari NU untuk menyelamatkan organisasi ini ketika ia melawan Jepang.

Bahkan, Ajengan Sukamanah juga meminta para santri yang ditahan untuk mengakui bahwa mereka memang dihasut Sang Kiai. Hal itu dilakukan demi menyelamatkan santri sehingga bisa melanjutkan perjuangannya di pesantren.

“Sehingga dalam buku itu, pihak Jepang menyebut bahwa Ajengan Sukamanah adalah kiai sesat dan sering menghasut rakyat. Hal itu kemungkinan berdasarkan dari pengakuan para santri dan pengikutnya. Pengakuan mereka itu memang sesuai keinginan KH Zainal Musthafa. Namun masyarakat pada waktu itu tidak percaya pada pernyataan Jepang terkait Ajengan Sukamanah itu,” beber Nana.

Ketua Majelis Pemuda Indonesia (MPI) KNPI Kabupaten Tasikmalaya Demi Hamzah Rahadian menilai bahwa KH Zainal Musthafa adalah sosok ulama dan ajengan yang sudah mengorbankan nyawa demi Indonesia. Sikap itu harus menjadi suri teladan bagi pemuda.

Sebab, KH Zainal Musthafa merupakan figur yang juga kebanggaan masyarakat Tasikmalaya.

Menurutnya, KH Zainal Musthafa berjuang bukan untuk dirinya sendiri, melainkan demi bangsa dan negara. Ajengan Sukamanah adalah sosok yang menentang penindasan dan kesewenang-weneangan.

“Kita berharap bahwa semangat KH Zainal Musthafa itu harus terus digelorakan. Bahwa boleh saja hari ini sudah tidak ada penjajahan. Tetapi semangat perjuangannya menentang penindasan harus tetap membara,” kata Demi yang juga politisi PDI-P ini.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com