Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah untuk Mempercepat Vaksinasi?

Kompas.com - 26/07/2021, 20:30 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan pandemi virus corona di Indonesia.

Selain pengetatan dan upaya 3T (testing, tracing, dan treatment), pemerintah juga terus mengejar target herd immunity vaksinasi Covid-19.

Untuk mencapai herd immunity, jumlah vaksinasi yang harus dipenuhi adalah sebesar 70 persen atau 189 juta penduduk Indonesia.

Presiden Joko Widodo sebelumnya juga menargetjan 181,5 juta rakyat Indonesia divaksin akhir 2021, minimal satu dosis.

"Insya Allah di akhir tahun 181,5 juta rakyat Indonesia sudah bisa divaksin at least 1 kali," kata Jokowi akhir bulan lalu.

Sejauh ini, Indonesia telah menyuntikkan vaksin Covid-19 dosis pertama kepada 44.469.974 orang dan 17.906.504 orang dosis kedua.

Lantas, apa yang perlu dilakukan untuk mempercepat dan mempeluasan penerimaan vaksinasi Covid-19?

Baca juga: 3 Alasan Tolak Serahkan Fotokopi E-KTP untuk Vaksinasi Menurut Pakar

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, ada dua hal yang perlu dilakukan untuk percepatan vaksin.

Pertama, birokratisasi vaksin perlu disederhanakan dan disentralisasi.

"Sehingga setiap puskesmas per kecamantan bisa melaksanakan vaksinasi melalui kegiatan vaksinasi sampai ke kelurhanan dan RT/RW," kata Drajat kepada Kompas.com, Senin (26/7/2021).

"Atau dengan mekanisme vaksinasi mobile dilakukan oleh puskesmas bergilir ke RW atau RT," sambungnya.

Selain itu, pemerinta juga perlu membuka opsi untuk melakukan vaksinasi di tempat-tempat umum, seperti pasar dan mall.

Persoalan kedua adalah konstruksi masyarakat. Menurutnya, konstruksi pengetahuan masyarakat terhadap vaksin Covid-19 masih ada menilai tidak perlu dan bahkan haram.

Untuk mencakup kelompok ini, Drajat mengusulkan pelibatan tokoh masyarakat dan tempat ibadah untuk membantu menyebarluaskan informasi positif tentang vaksin Covid-19.

Baca juga: 8 Informasi Keliru Tentang Vaksin Covid-19

Tak hanya itu, kampus-kampus berbasis agama juga perlu digerakkan oleh para penolak vaksin.

"Karena arus informasi penolakan vaksin berasal dari mereka yang paham ilmu kedokteran dan juga tokoh-tokoh yang bertindak berdasarkan nilai nilai kepercayaan, sehingga perlu menggerakkan tokoh tokoh agama dari kampus-kampus berbasis agama," jelas dia.

"Informasi-informasi dari kampus tersebut diperlukan sehingga arena wacana bisa dikuasai oleh pengetahuan vaksin yang positif," tambah dia.

Ia menuturkan, vaksinasi Covid-19 merupakan sesuatu yang tidak bisa dipaksakan, sehingga perlu upaya persuasif untuk mencakup lebih banyak warga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com