KOMPAS.com - Vaksin menjadi salah satu "senjata" yang diharapkan mampu melawan pandemi Covid-19.
Di berbagai negara, program vaksinasi Covid-19 terus digencarkan untuk memberikan perlindungan dari ancaman infeksi virus corona SARS-CoV-2.
Namun, tak semua negara bisa melaksanakan program vaksinasi dengan mulus. Salah satu kendala yang dialami adalah pada proses distribusi vaksin.
Vaksin yang saat ini tersedia, semuanya dalam bentuk cairan yang disimpan dalam vial kaca, untuk kemudian disuntikkan ke tubuh penerima vaksin.
Vaksin juga harus disimpan dalam suhu rendah atau sangat rendah, seperti vaksin Pfizer dan Moderna, yang harus disimpan dalam suhu -70 derajat celcius.
Pemberian vaksin dengan cara penyuntikan juga menimbulkan masalah tersendiri, karena ada sebagian orang yang takut atau bahkan fobia dengan jarum suntik.
Baca juga: Pemerintah Fokus pada Kekebalan Kelompok Sebelum Bicara soal Dosis Ketiga Vaksin Covid-19
Melansir BBC, Senin (26/7/2021), beberapa perusahaan saat ini tengah mengembangkan cara pemberian vaksin dalam bentuk lain selain penyuntikan.
Salah satu upaya itu dilakukan oleh perusahaan alat kesehatan asal Swedia, Iconovo, berkolaborasi dengan perusahaan start-up ISR, yang tengah mengembangkan vaksin dalam bentuk bubuk.
Jika penelitian itu menuai hasil positif, maka vaksin Covid-19 tak akan lagi perlu disuntikkan, tetapi bisa diberikan dengan cara dihirup menggunakan inhaler.
CEO Iconovo Johan Waborg mengatakan, inhaler vaksin Covid-19 itu tak terlalu sulit dibuat dan produksinya juga tidak membutuhkan ongkos besar.
Cara pemakaian inhaler itu juga cukup mudah.
"Inhaler ini sangat murah dan mudah diproduksi," kata Waborg, yang perusahaannya biasa membuat inhaler untuk pasien asma.
"Anda tinggal melepas tutupnya, dan inhaler vaksin ini sudah bisa digunakan. Cukup taruh inhaler di mulut, lalu tarik napas dalam dan vaksin akan terhirup," lanjut dia.
Baca juga: Cara Cek dan Download Sertifikat Vaksin di pedulilindungi.id
Sementara itu, vaksin Covid-19 dalam bentuk bubuk yang tengah dikembangkan ISR, menggunakan material berbasis protein virus, dan bisa bertahan hingga suhu 40 derajat celcius.
Vaksin tersebut berbeda dengan vaksin yang saat ini beredar seperti Pfizer, Moderna, dan AstraZeneca, yang dibuat berdasarkan RNA atau DNA dari virus corona.