Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Kembangkan Vaksin Covid-19 dalam Bentuk Bubuk

Kompas.com - 26/07/2021, 19:30 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Sumber BBC

KOMPAS.com - Vaksin menjadi salah satu "senjata" yang diharapkan mampu melawan pandemi Covid-19.

Di berbagai negara, program vaksinasi Covid-19 terus digencarkan untuk memberikan perlindungan dari ancaman infeksi virus corona SARS-CoV-2.

Namun, tak semua negara bisa melaksanakan program vaksinasi dengan mulus. Salah satu kendala yang dialami adalah pada proses distribusi vaksin.

Vaksin yang saat ini tersedia, semuanya dalam bentuk cairan yang disimpan dalam vial kaca, untuk kemudian disuntikkan ke tubuh penerima vaksin.

Vaksin juga harus disimpan dalam suhu rendah atau sangat rendah, seperti vaksin Pfizer dan Moderna, yang harus disimpan dalam suhu -70 derajat celcius.

Pemberian vaksin dengan cara penyuntikan juga menimbulkan masalah tersendiri, karena ada sebagian orang yang takut atau bahkan fobia dengan jarum suntik.

Baca juga: Pemerintah Fokus pada Kekebalan Kelompok Sebelum Bicara soal Dosis Ketiga Vaksin Covid-19

Vaksin dalam bentuk bubuk

Melansir BBC, Senin (26/7/2021), beberapa perusahaan saat ini tengah mengembangkan cara pemberian vaksin dalam bentuk lain selain penyuntikan.

Salah satu upaya itu dilakukan oleh perusahaan alat kesehatan asal Swedia, Iconovo, berkolaborasi dengan perusahaan start-up ISR, yang tengah mengembangkan vaksin dalam bentuk bubuk.

Jika penelitian itu menuai hasil positif, maka vaksin Covid-19 tak akan lagi perlu disuntikkan, tetapi bisa diberikan dengan cara dihirup menggunakan inhaler.

CEO Iconovo Johan Waborg mengatakan, inhaler vaksin Covid-19 itu tak terlalu sulit dibuat dan produksinya juga tidak membutuhkan ongkos besar.

Cara pemakaian inhaler itu juga cukup mudah.

"Inhaler ini sangat murah dan mudah diproduksi," kata Waborg, yang perusahaannya biasa membuat inhaler untuk pasien asma.

"Anda tinggal melepas tutupnya, dan inhaler vaksin ini sudah bisa digunakan. Cukup taruh inhaler di mulut, lalu tarik napas dalam dan vaksin akan terhirup," lanjut dia.

Baca juga: Cara Cek dan Download Sertifikat Vaksin di pedulilindungi.id

Sementara itu, vaksin Covid-19 dalam bentuk bubuk yang tengah dikembangkan ISR, menggunakan material berbasis protein virus, dan bisa bertahan hingga suhu 40 derajat celcius.

Vaksin tersebut berbeda dengan vaksin yang saat ini beredar seperti Pfizer, Moderna, dan AstraZeneca, yang dibuat berdasarkan RNA atau DNA dari virus corona.

Pendiri ISR Ola Winquist, yang juga profesor imunologi di Institut Karolinska Swedia, mengklaim, vaksin bubuk yang mereka kembangkan akan lebih mudah didistribusikan.

"Perbedaan besarnya adalah, Anda dapat mendistribusikan vaksin (bubuk) dengan sangat mudah tanpa rantai dingin, dan dapat diberikan tanpa memerlukan fasilitas layanan kesehatan," kata Winquist.

Tengah diuji pada varian Beta dan Alpha

ISR saat ini sedang menguji vaksinnya pada virus corona varian Beta dan Alpha.

ISR meyakini bahwa vaksin yang tengah mereka kembangkan akan sangat berguna dalam mempercepat program vaksinasi di Afrika.

Negara-negara di Afrika menemui hambatan dalam program vaksinasi lantaran tidak ada negara di benua itu yang mampu memproduksi sendiri vaksin.

Tak hanya itu, faktor iklim yang lebih hangat dan pasokan listrik yang terbatas turut menjadi tantangan bear dalam hal penyimpanan dan distribusi vaksin Covid-19.

Namun, masih ada beberapa tahapan yang harus dilalui, termasuk serangkaian uji coba, untuk membuktikan potensi penuh dari vaksin bubuk buatan ISR.

Termasuk apakah vaksin tersebut dapat menawarkan tingkat perlindungan yang sama dengan vaksin-vaksin yang saat ini mendapat persetujuan WHO.

Sejauh ini, vaksin Covid-19 dalam bentuk bubuk baru diuji pada tikus.

Kendati demikian, ISR dan Iconovo telah mengumpulkan dana yang cukup untuk memulai studi pada manusia dalam dua bulan ke depan.

Penelitian lain

Sementara itu, perusahaan farmasi lain yang juga berbasis di Swedia, Ziccum, sedang mengembangkan teknologi yang dirancang untuk dapat menyimpan cairan vaksin dalam bentuk kering, tanpa mengurangi efektivitasnya.

Jika teknologi itu berhasil dikembangkan, hal tersebut diharapkan dapat mempermudah distribusi vaksin dalam bentuk "mentah" ke negara-negara berkembang, yang memungkinkan negara-negara itu untuk menyelesaikan tahap akhir produksi vaksin di dalam negeri.

Nantinya, bubuk vaksin cukup dicampur dengan larutan air steril sesaat sebelum imunisasi, dan kemudian disuntikkan menggunakan jarum.

CEO Ziccum Göran Conradsson mengatakan, teknologi tersebut tidak terbatas pada penyuntikan vaksin secara tradisional, tetapi juga memiliki potensi penggunaan yang luas, mulai dari semprotan hidung hingga vaksin dalam bentuk pil.

"Butuh banyak penelitian dan pengembangan untuk itu. Tapi pada prinsipnya, ya (bisa)," kata Conradsson.

Perusahaan farmasi Janssen, anak perusahaan dari Johnson & Johnson yang memproduksi vaksin Covid-19 dosis tunggal, dikabarkan telah memulai pilot project untuk menguji efektivitas dari teknologi yang dirancang oleh Ziccum.

Raksasa farmasi itu tidak menyebutkan apakah uji coba itu terkait dengan virus corona atau penyakit menular lainnya.

Akan tetapi, seorang juru bicara perusahaan mengatakan, penelitian itu adalah bagian dari fokus mendalam perusahaan pada upaya menjelajahi teknologi baru yang berpotensi memudahkan distribusi, serta penyuntikan vaksin di masa depan.

Teknologi penyimpanan vaksin dalam bentuk bubuk diharapkan dapat membantu orang-orang yang takut jarum suntik, dan menawarkan alternatif ramah lingkungan untuk vaksin cair, dengan mengurangi beban listrik yang dibutuhkan untuk menyalakan lemari es dan freezer yang biasanya digunakan untuk menyimpan botol vaksin.

Pengembangan teknologi vaksin dalam bentuk bubuk juga diharapkan dapat memperluas cakupan vaksinasi secara global.

"Tidak ada yang aman sampai semua orang terlindungi," kata Conradsson.

"Anda tidak pernah tahu apa yang akan terjadi jika masih ada virus corona yang menyebar di suatu tempat di dunia," lanjut dia.

Pandangan tersebut juga disetujui oleh Ingrid Kromann, juru bicara Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (Cepi), sebuah organisasi nirlaba global yang bekerja untuk mempercepat pengembangan vaksin.

"Kita harus bisa memberikan vaksin ke seluruh populasi dalam berbagai kondisi untuk mengatasi epidemi dan pandemi secara global," kata Ingrid Kromann.

Meski demikian, Kromann mengatakan, vaksin berbasis bubuk masih dalam tahap awal pengembangan dan masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan, misalnya untuk merampingkan dan meningkatkan proses manufaktur.

"Tetapi jika berhasil, itu dapat berkontribusi pada akses yang lebih baik ke vaksin, lebih sedikit pemborosan sumber daya, dan biaya program vaksinasi yang lebih rendah," ujar Kromann.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Tren
Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Tren
8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

Tren
WHO Temukan 3 Kasus di Riyadh, Ketahui Penyebab dan Pencegahan MERS- CoV Selama Ibadah Haji

WHO Temukan 3 Kasus di Riyadh, Ketahui Penyebab dan Pencegahan MERS- CoV Selama Ibadah Haji

Tren
Pertandingan Indonesia Vs Guinea Malam Ini, Pukul Berapa?

Pertandingan Indonesia Vs Guinea Malam Ini, Pukul Berapa?

Tren
Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Tren
WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

Tren
Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com