Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lapan Sebut Kilatan Cahaya di Merapi Diduga Terkait Hujan Meteor

Kompas.com - 29/05/2021, 18:15 WIB
Retia Kartika Dewi,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Fenomena kilatan cahaya terang yang terjadi di Gunung Merapi diduga merupakan meteor.

Kejadian itu diabadikan oleh fotografer bernama Gunarto Song pada Kamis (27/5/2021).

Gunarto mengatakan bahwa dirinya sedang melakukan pemotretan "long exposure" Gunung Merapi dan tiba-tiba muncul cahaya berkelebat berwarna kehijauan yang menjulang vertikal ke langit.

Fenomena ini juga dikonfirmasi melalui CCTV Merapi dan Pos Kalitengah Kidul yang mendapatkan visual berupa kilatan cahaya yang berpendar selama beberapa detik.

Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) pun memberikan keterangan terkait fenomena tersebut.

Baca juga: Kata LAPAN dan BPPTKG soal Dugaan Meteor Jatuh di Puncak Merapi

Diduga terkait hujan meteor

Pussainsa Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) Andi Pangerang menyampaikan bahwa kilatan cahata berwarna biru kehijauan (cyan) yang muncul di dekat Gunung Merapi mungkin berkaitan dengan aktivitas hujan meteor.

"Kilatan cahaya kehijauan yang muncul di dekat Gunung Merapi mungkin terkait dengan aktivitas hujan meteor," ujar Andi dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Sabtu (29/5/2021).

Hal itu didasarkan pada data International Meteor Organization (IMO).

Dalam data itu dijelaskan bahwa dalam bulan Mei 2021 setidaknya terdapat dua hujan meteor yang sedang aktif.

Khususnya ketika cahaya kehijauan tersebut diabadikan dengan kamera pada Kamis (27/5/2021).

Terdapat dua kejadian hujan meteor yang aktif saat itu, yakni:

  1. Hujan Meteor Eta Aquarid (O31 ETA), aktif sejak 19 April hingga 28 Mei. Puncak terjadi pada 6 Mei pukul 03 Univeral Time (UT), untuk Indonesia UT+7, dengan intensitas 50 meteor per jam ketika di Zenit. Kelajuan meteor mencapai 66 kilometer per detik.
    Hujan meteor ini dapat disaksikan ketika malam hari dengan titik radian (titik kemunculan meteor) berada di dekat konstelasi Aquarius.
  2. Hujan Meteor Arietid (171 ARI), aktif sejak 14 Mei hingga 24 Juni. Puncak terjadi pada 7 Juni dengan internsitas 30 meteor per jam ketika di Zenit. Kelajuan meteor mencapai 38 kilometer per detik.

Hujan meteor ini dapat disaksikan ketika siang hari dengan titik radian berada di dekat konstelasi Aries.

Hujan meteor merupakan meteor yang jatuh dan melewati permukaan Bumi dalam jumlah yang banyak, sehingga dari permukaan Bumi akan dilihat oleh manusia seolah seperti hujan yang turun.

"Hul inilah yang disebut sebagai hujan meteor. Hujan meteor secara singkat dapat terjadi karena meteoroid (batuan-batuan kecil di sekitar orbit Bumi) memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan tinggi," ujar Andi.

Baca juga: Ramai soal Dugaan Meteor Jatuh di Puncak Gunung Merapi, Ini Kata Ahli

Tak berhubungan dengan Gerhana Bulan Total

Selain itu, Andi menjelaskan bahwa peristiwa jatuhnya meteor adalah peristiwa astronomi yang biasa terjadi dan tidak ada hubungannya dengan apapun tentang Gerhana Bulan Total yang terjadi pada Rabu (26/5/2021).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Kelapa Muda? Ini Kata Ahli

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Kelapa Muda? Ini Kata Ahli

Tren
Kata Media Asing soal Kekalahan Indonesia dari Uzbekistan, Soroti Keputusan Kontroversial Wasit

Kata Media Asing soal Kekalahan Indonesia dari Uzbekistan, Soroti Keputusan Kontroversial Wasit

Tren
Pengakuan Guru SLB soal Alat Belajar Tunanetra yang Ditahan Bea Cukai

Pengakuan Guru SLB soal Alat Belajar Tunanetra yang Ditahan Bea Cukai

Tren
Ikan Kembung, Tuna, dan Salmon, Mana yang Lebih Baik untuk MPASI?

Ikan Kembung, Tuna, dan Salmon, Mana yang Lebih Baik untuk MPASI?

Tren
Sosok Shen Yinhao, Wasit Laga Indonesia Vs Uzbekistan yang Tuai Kontroversi

Sosok Shen Yinhao, Wasit Laga Indonesia Vs Uzbekistan yang Tuai Kontroversi

Tren
Daftar Provinsi yang Menggelar Pemutihan Pajak Kendaraan Mei 2024

Daftar Provinsi yang Menggelar Pemutihan Pajak Kendaraan Mei 2024

Tren
Jadi Faktor Penentu Kekalahan Indonesia di Semifinal Piala Asia U23, Apa Itu VAR?

Jadi Faktor Penentu Kekalahan Indonesia di Semifinal Piala Asia U23, Apa Itu VAR?

Tren
Kapan Waktu Terbaik Olahraga untuk Menurunkan Berat Badan?

Kapan Waktu Terbaik Olahraga untuk Menurunkan Berat Badan?

Tren
BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30 April hingga 1 Mei 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30 April hingga 1 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Muda Vs Kelapa Tua | Cara Perpanjang STNK jika Pemilik Asli Kendaraan Meninggal Dunia

[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Muda Vs Kelapa Tua | Cara Perpanjang STNK jika Pemilik Asli Kendaraan Meninggal Dunia

Tren
NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut sebagai Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut sebagai Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com