KOMPAS.com - Sebuah unggahan berisi informasi mengenai adanya kejadian pelecehan seksual yang dialami anak di bawah umur viral di media sosial pada Selasa (18/5/2021).
Adapun unggahan itu dilengkapi dengan video berdurasi 19 detik yang memperlihatkan kejadian pelecehan itu di dalam masjid.
"SEREM BGT GILA, ITU TEMPAT IBADAH LO BISA BISANYA NGELECEHIN PEREMPUAN, ITU ANAK KECIL LAGI," tulis akun Twitter @jichangmiiin, selaku pengunggah video.
Pemilik akun Twitter @jichangmiiin juga menuliskan bahwa pelecehan seksual itu berlokasi di Pangkal Pinang.
Hingga Rabu (19/5/2021), video itu sudah ditonton sebanyak lebih dari 681.800 kali dan disukai sebanyak 3.918 kali oleh pengguna Twitter lainnya.
Lantas, bagaimana tanggapan KPAI atas kejadian tersebut?
Baca juga: Video Viral Pembeli Maki Kurir Saat COD, YLKI: Literasi Digital Rendah
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan bahwa pihaknya menyayangkan atas kejadian pelecehan seksual yang terjadi.
Menurutnya, pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur harus dijatuhi hukuman seberat-beratnya.
"Kami menyayangkan atas kejadian ini. Tak ada toleransi terhadap siapapun yang melakukan kejahatan seksual terhadap anak. Pelaku harus diproses hukum seberat-beratnya," ujar Susanto saat dihubungi Kompas.com, Rabu, (19/5/2021).
Koordinasi dengan kepolisian
Di sisi lain, Komisioner KPAI Putu Elvina mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk segera dapat menangkap pelaku pelecehan seksual tersebut.
"KPAI harapkan gerak cepat polisi agar pelaku segera diidentifikasi dan ditangkap sehingga menimbulkan rasa aman bagi anak-anak yang ingin menjalankan ibadah mereka di mesjid atau musholla," ujar Putu saat dihubungi terpisah oleh Kompas.com, Rabu (19/5/2021)
Putu menjelaskan, pelaku dikenai sanksi yang mengacu pada UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 jo UU Nomor 35 Tahun 2014.
"Dalam UU Perlindungan Anak, maka sanksinya masuk pada Pasal 82, perbuatan cabul," lanjut dia.
Adapun Pasal yang diduga dilanggar oleh pelaku yakni Pasal 76E, yang berbunyi: "Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul".
Sementara, sanksi bagi pelaku pelanggar Pasal 76E yakni tertuang dalam Pasal 82 ayat (1).
Disebutkan bahwa: setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar Rupiah).
Putu menyampaikan, KPAI sampai saat ini belum mengetahui kronologi kejadian kasus pelecehan seksual di Pangkalpinang.
Baca juga: Video Viral Seorang Pria Aniaya Balita di Tangerang, Ini Respons KPAI
Lantaran terjadinya kekerasan seksual pada anak-anak, Putu mengatakan bahwa KPAI mendorong hadirnya "Rumah Ibadah yang Ramah Anak" yang diusulkan sejak 2020.
Menurutnya, dengan hadirnya "Rumah Ibadah yang Ramah Anak" bisa mendorong keamanan anak-anak yang beribadah.
"Mudah-mudahan program ini bisa ditindaklanjuti oleh kementerian terkait dan pemerintah daerah agar terbangun sistem perlindungan anak berbasis rumah ibadah," ujar Putu.
Ia menjelaskan, adanya usulan ini didorong oleh beberapa kasus tidak menyenangkan yang dialami oleh anak-anak yang terjadi di rumah ibadah baik di mesjid atau di gereja.
Artinya, setiap tempat di mana anak-anak beraktivitas akan ada kerentanan/risiko bagi anak-anak yang menjadi bagian dari komunitas rumah ibadah.
Oleh karena itu, penting untuk membuat guideline atau panduan perlindungan anak berbasis rumah ibadah.
Baca juga: Video Viral Kang Mus Preman Pensiun Dicegat Petugas Cek Poin Nagreg, Ini Ceritanya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.