Pada tahun 1974, Robert Dietz dan John McHone berkomentar bahwa batu tersebut mengandung karakteristik pita difusi yang jelas terlihat dari batu akik.
Para peneliti juga menyebutkan bahwa warna batunya hitam legam dan terlihat mengkilap karena hasil dari disentuhnya permukaan batu secara terus-menerus oleh para peziarah.
Hal ini mengesampingkan kemungkinan chondrite (klasifikasi meteorit) yang tidak tahan terhadap gesekan terus-menerus.
Saat ini, Hajar Aswad terdiri dari delapan buah pecahan dengan berbagai ukuran. Enam buah (tambahan) ditemukan di Istanbul dan Turki.
Pada tahun 1294 H. Al-Kurdi mengatakan bahwa ada 15 buah yang terlihat dan sebagian disembunyikan di bawah dempul yang digunakan untuk memperbaiki batu tersebut, dan jika ada bagian yang lepas, maka akan ditempelkan pada bagian atas batu dengan lilin, musk dan ambergris yang diremas menjadi satu.
Baca juga: Langka, Malam Tanpa Bayangan Bulan di Kabah, Saatnya Luruskan Arah Kiblat
Pada tahun 1980, Elsebeth Thomsen dari Universitas Kopenhagen mengusulkan bahwa Hajar Aswad mungkin merupakan pecahan kaca atau benturan dari benturan meteorit yang terfragmentasi yang jatuh sekitar 6000 tahun yang lalu di Wabar.
Situs dampak tersebut terletak di Gurun Rub'al Khali yang terletak 1.100 km di timur Mekah.
Di lokasi tersebut terdapat balok-balok kaca silika dengan interior berwarna putih atau kuning dan cekungan berisi gas yang memungkinkannya mengapung di air yang bertepatan dengan properti Hajar Aswad yang mengapung di air dan tidak menjadi panas dalam api.
Sebaliknya, sebuah studi oleh Survei Geologi Amerika Serikat telah membuktikan dari analisis penanggalan Thermoluminescence (TL) bahwa peristiwa tabrakan Wabar terjadi pada atau setelah 250 tahun dari sekarang, jadi tentunya Hajar Aswad bukan bagian dari Wabar.
Mereka juga mengatakan bahwa Hajar Aswad mungkin adalah obsidian dari aliran lava yang umum di salah satu Harrat (ladang vulkanik) yang ditemukan di Perisai Arab bagian barat.
Namun, Harrat Rahat terletak di timur Madinah Al-Munnawarrah, meletus terakhir sekitar tahun 1270 M.
Saat itu, lava mungkin mengalir ke barat menuju Madinah dan turun ke utara Wadi.
Jadi, tidak masuk akal jika lahar di beberapa titik di Arab barat menemukan air dan memadat menjadi obsidian.
Baca juga: Kisah Mokhtar Alim Shokder, Pembuat Kaligrafi pada Kiswah Kabah
Sementara, ada banyak pecahan kaca dari peristiwa dampak Wabar di lokasi.
Benda itu sangat padat dan berfungsi secara efektif sebagai kerikil dan telah menambatkan permukaan gundukan sebelum tumbukan di lokasi.
Analisis kimia mengungkapkan, mungkin 99 persen dari asteroid besi yang masuk diubah menjadi kaca ini, yang terdiri dari 10 persen besi-nikel dan 90 persen pasir lokal.
Kaca memang memiliki pecahan white impactite (batupasir semu yang terbentuk secara instan dari gelombang kejut) di dalamnya, tetapi permukaannya selalu sangat kasar dan penuh dengan bejana.
Karena alasan ini, Hajar Aswad mungkin adalah batu obsidian, meskipun ia mungkin merupakan meteorit berbatu yang sangat halus.
Meski demikian, para ahli geologi masih cemas untuk mengungkap tentang Al-Hajar Al-Aswad karena masih ada bukti ilmiah yang tak terbantahkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.