Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Ketupat, dari Pemujaan Dewi Sri hingga Ketupat Instan Masa Kini

Kompas.com - 02/05/2021, 14:30 WIB
Inten Esti Pratiwi

Penulis

KOMPAS.com - Tak lama lagi kita akan bertemu dengan ketupat, yaitu sajian khas hari raya Idul Fitri.

Selain menjadi sajian khas Lebaran, ketupat sendiri lekat dengan kuliner khas dari beberapa daerah di nusantara.

Seperti sajian kupat glabet asal Tegal, coto Makassar, ketupat sayur Padang, kupat tahu Magelang, dan masih banyak lagi.

Lantas bagaimana asal muasal lahirnya ketupat? Dan mengapa sajian ini lekat dengan budaya Islami?

Masuknya ketupat ke nadi Islam

Ilustrasi ketupat. Dok. Shutterstock/PurMoon Ilustrasi ketupat.
Dilansir dari laman Historia.id, disebutkan bahwa ketupat merupakan simbol perayaan hari raya umat muslim yang sudah ada sejak pemerintahan Demak di bawah kekuasaan Raden Patah, yaitu sekitar abad ke-15.

Demak sendiri adalah kerajaan Islam pertama di Jawa yang membesarkan Islam dengan bantuan para walisongo. 

Dalam memasukkan Islam ke pedalaman, beberapa wali menggunakan pendekatan agraris dan budaya-budaya lokal. 

Adalah Sunan Kalijaga, yang akhirnya memasukkan ketupat ke dalam berbagai seremonial atau peringatan hari besar Islami agar bisa mendapatkan hati rakyat pribumi yang memang sudah sejak lama mengenal ketupat.

Hingga kini, selain keluar di 1 Syawal, ketupat juga disajikan lagi dengan lebih hingar bingar di Lebaran Ketupat, yaitu perayaan sepekan setelah hari raya Idul Fitri.

H.J de Graaf dalam bukunya Malay Annals menyebutkan bahwa bisa jadi janur yang dipakai membungkus ketupat digunakan untuk menujukkan identitas budaya pesisiran yang banyak ditumbuhi pohon kelapa.

Baca juga: Resep Tipat Cantok, Sajian Ketupat Khas Bali yang Mengenyangkan

Berawal dari pemujaan kepada Dewi Sri

Ilustrasi ketupat di dalam besek. Ketupat merupakan sajian khas Lebaran di Indonesia. SHUTTERSTOCK/YSK1 Ilustrasi ketupat di dalam besek. Ketupat merupakan sajian khas Lebaran di Indonesia.
Ketupat juga banyak digunakan dalam berbagai upacara adat yang ada di nusantara. Hal ini berawal dari tradisi lampau, yaitu pemujaan kepada Dewi Sri atau dewi pertanian dan kesuburan.

Dimulai dari masa kerajaan kuno yaitu Majapahit dan Pajajaran, yang akhirnya mengalami penyesuaian-penyesuaian seiring perkembangan zaman.

Sosok Dewi Sri tak lagi dipuja sebagai tokoh dewa, namun diwakilkan dalam lambang ketupat yang memiliki makna ucapan syukur kepada Tuhan.

Ucapan syukur menggunakan ketupat ini masih ada hingga sekarang. Yaitu pada acara Sekaten atau Grebeg Mulud di Jawa, juga beberapa upacara adat di Bali.

Di acara-acara adat tersebut, ketupat selalu dihadirkan menjadi perlambang ucap syukur kepada si pemilik hidup.

Ada pula tradisi yang dinamakan perang ketupat, yang diselenggarakan rutin di beberapa daerah di nusantara.

Seperti perang ketupat di Bangka setiap memasuki 1 Muharram, dan perang ketupat di Badung Bali yang digelar dengan tujuan agar mendapatkan berkah dan keselamatan.

Baca juga: Ketupat Sumpil, Simbol Hubungan Tuhan dan Manusia dalam Perayaan Maulid Nabi

Makna kata

Seperti dilansir dari Kompas.com (20/05/2020), ketupat disebut juga kupat oleh masyarakat Sunda dan Jawa. Kupat sendiri memiliki arti unik, yaitu ngaku lepat atau mengakui kesalahan.  

Dalam prasasti yang diteliti para ahli, ketupat sebenarnya sudah ada sejak zaman pra-Islam. Yaitu pada tulisan prasasti yang menyatakan ada sebuah wujud makanan beras yang dibungkus oleh nyiur.

Ketupat juga tak hanya ditemukan di Indonesia saja. Di Asia Tenggara khususnya daerah yang didominasi Suku Melayu, sajian ketupat juga bisa ditemukan bersanding dengan aneka sajian berkuah seperti opor.

Ilustrasi ketupat sayur khas Sumatera BaratShutterstock/Rangga Samiaji Ilustrasi ketupat sayur khas Sumatera Barat
Beberapa hari menjelang 1 Syawal, bisa dipastikan akan banyak penjaja selongsong ketupat yang berderet di pasar-pasar tradisional. 

Uniknya, mungkin untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang tak lihai mengolah ketupat, kini hadir pula berbagai brand ketupat instan mini yang bisa ditemukan di toko online.

Ketupat mini ini berbahan baku beras, dimasukkan ke dalam plastik-plastik ukuran kecil, dan harus direbus hingga pulen ketika kita akan mengonsumsinya.

Meski tak dilengkapi selongsong janur yang khas, tapi paling tidak, ketupat mini ini bisa menjadi penolong para perantau yang tak bisa mudik mencicip ketupat dan opor olahan kampung halaman di tahun ini. 

Baca juga: 4 Cara Masak Ayam agar Tidak Amis, Bekal Bikin Opor Enak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Penonaktifan NIK Warga DKI Jakarta Berdampak Tak Bisa Gunakan BPJS Kesehatan, Bagaimana Solusinya?

Penonaktifan NIK Warga DKI Jakarta Berdampak Tak Bisa Gunakan BPJS Kesehatan, Bagaimana Solusinya?

Tren
Menakar Peluang Indonesia Menang atas Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024

Menakar Peluang Indonesia Menang atas Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024

Tren
3 Wanita Positif HIV Setelah Perawatan Kecantikan 'Vampire Facial'

3 Wanita Positif HIV Setelah Perawatan Kecantikan "Vampire Facial"

Tren
6 Temuan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT

6 Temuan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT

Tren
63 Persen Wilayah Masuk Kemarau Mei-Agustus, BMKG: Cuaca Ekstrem Masih Mengintai

63 Persen Wilayah Masuk Kemarau Mei-Agustus, BMKG: Cuaca Ekstrem Masih Mengintai

Tren
El Nino Berpotensi Digantikan La Nina, Apa Dampaknya bagi Indonesia?

El Nino Berpotensi Digantikan La Nina, Apa Dampaknya bagi Indonesia?

Tren
Analisis Gempa M 6,5 di Garut, BMKG: Bukan Megathrust

Analisis Gempa M 6,5 di Garut, BMKG: Bukan Megathrust

Tren
Jarang Diketahui, Ini 5 Jenis Makanan yang Sebaiknya Tak Dikonsumsi Bersama dengan Kafein

Jarang Diketahui, Ini 5 Jenis Makanan yang Sebaiknya Tak Dikonsumsi Bersama dengan Kafein

Tren
7 Tanda Terlalu Lama Berlari dan Bisa Membahayakan Tubuh, Apa Saja?

7 Tanda Terlalu Lama Berlari dan Bisa Membahayakan Tubuh, Apa Saja?

Tren
Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 28-29 April 2024

Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 28-29 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Tanda Tubuh Kelebihan Gula | Kekuatan Timnas Uzbekistan

[POPULER TREN] Tanda Tubuh Kelebihan Gula | Kekuatan Timnas Uzbekistan

Tren
7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com