KOMPAS.com - Kebijakan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi corona terus menuai pro dan kontra. Salah satunya datang dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Pemerintah menyatakan bahwa tahun ajaran baru sudah dapat dimulai dengan pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas pada Juli 2021.
Aktivitas pembelajaran tatap muka secara terbatas ini akan dilakukan setelah pemerintah menyelesaikan vaksinasi terhadap pendidik dan tenaga pendidikan.
Baca juga: Masih PJJ, Kapan KBM Tatap Muka di Sekolah Bisa Dilangsungkan?
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, kebijakan pembelajaran tatap muka terbatas ini berdasarkan SKB Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
IDAI sendiri belum merekomendasikan sekolah tatap muka pada Juli 2021. Hal itu ditegaskan Ketua IDAI Aman B Pulungan seperti dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (28/4/2021).
"Melihat situasi dan penyebaran Covid-19 di Indonesia, saat ini sekolah tatap muka belum direkomendasikan," kata dia.
Baca juga: Simak 3 Gejala Baru Covid-19, dari Anosmia hingga Parosmia
Aman menyatakan, jika sekolah tatap muka tetap dimulai, maka pihak penyelenggara harus menyiapkan blended learning, yaitu anak dan orang tua diberi kebebasan memilih metode pembelajaran offline (luring) atau online (daring).
Selain itu, anak yang belajar secara luring maupun daring harus mendapatkan hak serta perlakuan yang sama dari penyelenggara.
"Mengingat prediksi jangka waktu pandemi Covid-19 yang masih belum dapat ditentukan, maka guru dan sekolah hendaknya mencari inovasi baru dalam proses belajar mengajar, misalnya memanfaatkan belajar di ruang terbuka seperti taman, lapangan, atau sekolah di alam terbuka," katanya lagi.
Baca juga: Selain PJJ, Adakah Metode Pembelajaran Lain yang Bisa Diterapkan?
Bagaimana jika sekolah tatap muka tetap dilakukan?
Menurutnya, jika sekolah tatap muka tetap harus dilaksanakan, maka ada sejumlah hal yang harus menjadi perhatian.
Pertama, semua guru dan pengurus sekolah yang berhubungan dengan anak dan orang tua/pengasuh harus sudah divaksin.
Kemudian, sekolah disarankan membagi siswa menjadi kelompok belajar kecil. Kelompok kecil ini dapat berinteraksi secara terbatas di sekolah.
Tujuan pembentukan kelompok kecil adalah agar ketika ditemukan kasus konfirmasi positif Covid-19, maka pelacakan kontak dapat dilakukan dengan lebih efisien.
Sekolah juga perlu mengatur jam masuk dan jam pulang, serta pengawasan agar tidak terjadi kerumunan siswa, baik saat berangkat sekolah maupun saat pulang sekolah.
Baca juga: Pemerintah Gratiskan Vaksin Covid-19, Mengapa Diberikan Lewat Suntikan?