Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Dampak Mengerikan Perkawinan Anak yang Masih Tinggi di Indonesia

Kompas.com - 10/03/2021, 16:30 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tingginya angka perkawinan anak di bawah umur atau pernikahan dini di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.

Melansir Kompas.com, Senin (15/2/2021), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPA) menyebut perkawinan anak di Indonesia mencapai 11,54 persen pada 2017.

Kemudian pada 2020, angka perkawinan anak menurun meski tak signifikan menjadi 10,19 persen. Angka ini masih tinggi.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pun menyatakan perkawinan dini hanya akan membawa dampak buruk.

Dampak buruk itu mulai dari risiko terkena penyakit, gangguan mental, kekerasan terhadap anak dan perceraian. Berikut dampak buruk yang dapat terjadi:

Baca juga: Video Viral Dugaan Penyiksaan Anak, KPAI Terima Laporan dan Menelusuri

Penyakit

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyampaikan, dampak pernikahan dini tak hanya dirasakan dalam jangka pendek, tetapi juga jangka panjang.

Dampak jangka panjang perempuan yang menikah dini dan hamil usia muda belum 20 tahun, maka pertumbuhan tulang berhenti.

Puncak kepadatan tulang tidak tercapai optimal dan menyebabkan tulang keropos atau osteoporosis.

"Sehingga pada masa tuanya setelah menopause tulang mudah keropos osteophorotic dan menjadi bungkuk dan mudah patah," kata Hasto saat dihubungi Rabu (10/3/2021).

Hubungan suami istri, proses hamil dan melahirkan yang dialami pada pasangan pernikahan dini mendatangkan risiko tersendiri.

"Kawin muda jangka panjangnya 15-20 tahun ke depan berisiko tinggi terjadi kanker mulut rahim," ungkap dia.

Baca juga: Berkaca dari Kasus di Lombok Timur, Berikut Dampak Pernikahan Dini bagi Pasangan

Gangguan jiwa

Hasto melanjutkan, dampak pernikahan dini juga bisa terjadi setelah terjadinya kelahiran.

Belum siapnya mental menjadi faktor utama pemicu gangguan jiwa.

"Setelah melahirkan sering ada kejadian gangguan jiwa akibat belum dewasanya dalam menerima dan menghadapi keadaan. Hal ini dikenal dengan post partum blues, bisa jadi ngomong sendiri, senyum sendiri, dan lain-lain," papar Hasto.

Emosi pada anak pernikahan dini masih labil ketika menghadapi masa-masa kehamilan, terutama saat melahirkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com