Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tentara Myanmar Diduga Lontarkan Ancaman kepada Pengunjuk Rasa Melalui Media Sosial

Kompas.com - 05/03/2021, 09:32 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tentara dan polisi Myanmar yang bersenjata diduga menggunakan media sosial TikTok untuk menyampaikan ancaman pembunuhan kepada para pengunjuk rasa.

Kelompok hak digital Myanmar ICT for Development (MIDO) menyebutkan, mereka telah menemukan lebih dari 800 video pro-militer yang mengancam para demonstran pada saat situasi demo memanas.

Berdasarkan catatan PBB, 38 orang dilaporkan tewas selama demo pada Rabu (3/3/2021). Sementara itu, lebih dari 1.700 orang telah ditangkap, termasuk 29 wartawan.

"Itu hanya puncak gunung es," kata direktur eksekutif MIDO Htaike Htaike Aung, yang mengatakan ada "ratusan" video ancaman dari tentara dan polisi berseragam, dikutip dari Reuters, Kamis (4/3/2021).

Seorang juru bicara tentara dan junta tidak menanggapi saat diminta komentarnya.

Satu video yang diunggah akhir Februari menunjukkan seorang pria berseragam tentara mengarahkan senapan dan melontarkan ancamannya kepada pengunjuk rasa.

"Aku akan menembak di wajah kalian dan aku menggunakan peluruh sungguhan," kata dia.

"Aku akan berpatroli di seluruh kota malam ini dan aku akan menembak siapa pun yang aku lihat. Jika kalian ingin menjadi martir, aku akan memenuhi keinginan kalian," sambung pria tersebut.

Baca juga: Pengadilan Myanmar Mengajukan Dakwaan Lain untuk Aung San Suu Kyi

Namun, Reuters tidak dapat menghubunginya atau pria berseragam lainnya yang muncul di video TikTok atau untuk memverifikasi bahwa mereka berada di angkatan bersenjata.

TikTok merupakan platform media sosial terbaru yang mengalami perkembangan konten ancaman atau ujaran kebencian di Myanmar.

"Kami memiliki Pedoman Komunitas yang jelas dan kami tidak mengizinkan konten yang menghasut kekerasan atau informasi yang salah, sehingga menyebabkan kerugian," kata TikTok dalam sebuah pernyataan.

"Terkait dengan Myanmar, kami telah dan terus segera menghapus semua konten yang memicu kekerasan atau menyebarkan informasi yang salah, serta memantau secara agresif untuk menghapus konten apa pun yang melanggar pedoman kami," demikian pernyataan lanjutannya.

TikTok mengalami peningkatan unduhan yang kuat setelah militer melarang Facebook bulan lalu dan masuk dalam daftar 20 aplikasi paling banyak diunduh di Myanmar.

Reuters meninjau lebih dari selusin video yang menampilkan pria berseragam, terkadang mengacungkan senjata, mengancam akan melukai pengunjuk rasa yang menyerukan pembatalan kudeta dan pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.

Baca juga: Trending Myanmar hingga 1 Juta Twit, Apa yang Terjadi di Sana?

Beberapa video telah dilihat puluhan ribu kali, sedangkan beberapa di antaranya menggunakan tagar yang berkaitan dengan selebriti AS.

Sementara itu, para aktivis di Myanmar menyatakan penolakannya untuk menerima pemerintahan militer dan pemilihan baru yang dijanjikan oleh junta.

Mereka juga mendesak pembebasan Suu Kyi dan pengakuan atas kemenangannya dalam pemilihan 8 November.

"Kami tahu bahwa kami selalu bisa ditembak dan dibunuh dengan peluru tajam tetapi tidak ada artinya tetap hidup di bawah junta," kata aktivis Maung Saungkha.

Menurut saksi mata, polisi melepaskan tembakan dan menggunakan gas air mata untuk membubarkan protes di Yangon dan pusat kota Monywa.

Polisi juga melepaskan tembakan di kota Pathein, sebelah barat Yangon, serta menggunakan gas air mata di Taunggyi.

Di tempat lain, termasuk di Mandalay dan kota kuil bersejarah Bagan, ratusan orang berbaris membawa foto Suu Kyi dan spanduk bertuliskan: "Bebaskan pemimpin kami".

Baca juga: Kudeta Myanmar: Internet Dilumpuhkan, Kendaraan Lapis Baja Diterjunkan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com