Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Program "Jateng di Rumah Saja", Ini Tanggapan Epidemiolog...

Kompas.com - 03/02/2021, 17:05 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah mencanangkan program bertajuk "Jateng di Rumah Saja" yang akan diimplementasikan secara serentak di 35 kabupaten/kota pada Sabtu dan Minggu pekan ini.

Dengan diberlakukannya program itu, segenap masyarakat Jawa Tengah diminta untuk berpartisipasti dengan cara tetap tinggal di dalam rumah.

Tempat-tempat keramaian seperti obyek wisata, toko, dan pasar juga akan ditutup total selama dua hari itu.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebut kebijakan ini merupakan respons yang diberikan Pemprov Jateng atas ketidakberhasilan PPKM sebagaimana diutarakan Presiden Joko Widodo.

"Nah kita mau uji coba, coba ke masyarakat ini Covid-nya masih tinggi lho ya, korban sudah banyak lho ya, rumah sakit makin penuh lho ya, nah dengan kondisi seperti ini ayo kita bareng-bareng berpartisipasi kita latihan dua hari saja, tanggal 6-7 kita di rumah. Nah kalau itu bisa dilaksanakan, eh siapa tahu Jawa Tengah bisa jadi contoh," kata Ganjar, dikutip dari Kompas.com (2/2/2021).

Baca juga: Mengenal Infeksi Ulang Covid-19 dan Bagaimana Gejalanya...

Upaya uji coba

Seorang tenaga kesehatan perempuan memperlihatkan kode nomor setelah mendapat suntikan vaksin Covid-19 di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/2/2021). Sebanyak 3.000 tenaga kesehatan dari berbagai rumah sakit ikut berpartisipasi dalam vaksinasi massal tersebut.KOMPAS.com/AGIE PERMADI Seorang tenaga kesehatan perempuan memperlihatkan kode nomor setelah mendapat suntikan vaksin Covid-19 di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/2/2021). Sebanyak 3.000 tenaga kesehatan dari berbagai rumah sakit ikut berpartisipasi dalam vaksinasi massal tersebut.

Terkait hal ini, pakar epidemiologi dari Universitas Diponegoro (Undip), Ari Urdi menilai rencana yang akan dijalankan oleh Pemprov Jawa Tengah ini sebagai sebuah upaya uji coba.

"Saya menduga ini sekedar trial untuk kegiatan kemasyarakatan yang akan segera kita jumpai tidak lama lagi," kata Ari saat dihubungi Kompas.com, Selasa (2/2/2021).

Ari menyebut, tujuan utamanya adalah memutus rantai penularan Covid-19 yang begitu mudah terjadi jika ada kerumunan dan keramaian akibat aktivitas sosial masyarakat.

Baca juga: Simak 3 Gejala Baru Covid-19, dari Anosmia hingga Parosmia

Dengan mengajak warga tetap ada di rumah, setidaknya selama dua hari, Ari mengasumsikan potensi penularan akan terputus, setidaknya selama berjalannya program.

"Apabila program ini berhasil dijalankan, bukan tidak mungkin beberapa kegiatan sosial kemasyarakatan dan keagamaan, seperti Tahun Baru Imlek, Paskah, atau mungkin kelak Idul Fitri, Pemerintah bisa menyontoh pemberlakuan libur seperti yang akan dilakukan pada Sabtu dan Minggu depan ini," ujarnya.

"Bila berhasil maka akan disampaikan, 'Nah 2 hari berhasil, maka mari kita coba dengan satu minggu', misalnya," lanjut dia.

Baca juga: Pemerintah Gratiskan Vaksin Covid-19, Mengapa Diberikan Lewat Suntikan?

Upaya-upaya sebelumnya bukan gagal, hanya saja...

PPKM Kota Semarang, Jawa TengahKOMPAS.com/RISKA FARASONALIA PPKM Kota Semarang, Jawa Tengah

Tentu pemberlakuan pembatasan kegiatan semacam ini bukan yang pertama kali dilakukan baik oleh Pemprov Jateng maupun Pemerintah Pusat untuk menangani pandemi yang sudah bergulir hampir satu tahun lamanya ini.

Beragam cara dan kebijakan yang diaplikasikan sebelumnya, menurut Ari bukannya gagal dijalankan, hanya saja kondisi di masyarakat Indonesia memang begitu kompleks.

"Menurut saya, ini bukan ketidakberhasilan, tetapi lebih kepada kebutuhan akan kehidupan dasar masyarakat yang tidak mungkin terpenuhi bila tidak bekerja," sebutnya.

Baca juga: Regeneron Klaim Koktail Antibodinya Efektif Cegah Infeksi Covid-19

Hal itu ditunjukkan dari kesadaran masyarakat, meski tidak seluruhnya, namun sudah banyak yang memahami arti penting masker, menahan diri untuk keluar rumah, tidak berlama-lama ketika terpaksa harus pergi ke tempat keramaian, dan sebagainya.

Ia menyadari, menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia memang tidak semudah itu. Pun dengan program "Jateng di Rumah Saja" yang digagas Pemprov Jawa Tengah.

Menurutnya, ketika pun program itu berhasil memaksa masyarakat untuk beraktivitas di rumah dan tidak menambah potensi penularan, masalah lain akan muncul di sisi yang berbeda, misalnya perekonomian.

Baca juga: Drama Vaksin Moderna akibat Rusaknya Alat Penyimpanan

"Menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia dengan keberagaman kondisi yang ada, dengan keunikan budaya yang ada, kelihatannya membutuhkan penanganan yang unik juga, nah ini yang kelihatannya masih dicoba dan dicoba agar ditemukan formulasi yang baik dan tepat untuk diterapkan," kata Ari.

Oleh karena itu, ia meyakini kondisi pandemi seperti sekarang masih akan terjadi di Indonesia, setidaknya hingga beberapa waktu ke depan, bahkan setelah program vaksinasi nasional yang digalakkan Pemerintah tuntas digelar.

"Tidak serta merta selesai vaksinasi herd immunity terbentuk. Tidak mungkin itu.
(Kita) Masih tetap harus menjalankan 3M yang kemudian berkembang menjadi 5 M atau 7 M," ungkap dia.

Baca juga: Ahli Sebut Masalah Lidah dan Mulut Bisa Jadi Gejala Baru Covid-19

Penerapan sanksi

Ide lain datang dari epdemiolog lapangan asal Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Yudhi Wibowo.

Ia menyebut penerapan sanksi ini penting untuk memastikan semua elemen masyarakat tunduk dan patuh terhadap kebijakan yang dicanangkan.

Misalnya dalam surat edaran disebutkan sektor-sektor yang bergerak di bidang esensial masih diperkenankan untuk beroperasi.

"Harus dicek memang benar mereka melakukan kegiatan untuk hal yang sangat esensial. Jadi task force harus benar-benar mengecek di lapangan dan melakukan penertiban secara konsisten dan tegas," kata Yudhi, melansir Kompas.com (3/2/2021).

Baca juga: Kasus Terus Menanjak, Ini 11 Gejala Infeksi Covid-19 yang Harus Diwaspadai

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografis: Panduan Penggunaan Oximeter

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com