Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Damar Juniarto
Praktisi Demokrasi Digital

Executive Director SAFEnet, alumni IVLP 2018 Cyber Policy and Freedom of Expression Online, pendiri Forum Demokrasi Digital, dan penerima penghargaan YNW Marketeers Netizen Award 2018.

Pembekuan Akun Medsos Donald Trump: Sensor atau Tindakan Benar?

Kompas.com - 12/01/2021, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Usai penyerangan Gedung Capitol oleh pendukung Donald Trump pada Rabu, 6 Januari 2021 waktu AS, sejumlah platform teknologi bergerak merespons.

Pada 7 Januari 2021 pukul 22.47 WIB, Mark Zuckerberg sebagai pemilik Facebook menulis di akun medsosnya untuk mengumumkan bahwa Facebook menghapus pernyataan Donald Trump yang memprovokasi kekerasan.

Selain itu, ia juga memblokir akun Facebook dan Instagram Donald Trump dalam kurun waktu yang belum ditentukan dan sampai setidaknya dua minggu sampai proses inaugurasi presiden terpilih AS selesai.

Tidak berselang lama, pada 8 Januari 2021, Twitter mengeluarkan pengumuman lewat berbagai kanal yang dimilikinya, dengan menyatakan Twitter menangguhkan akun @realDonaldTrump secara permanen dari platform mikro-blogging tersebut.

Alasan yang disampaikan Twitter adalah penilaian tim Twitter atas postingan akun @realDonaldTrump yang memiliki risiko menghasut kekerasan.

Tindakan platform teknologi ini mendapat respons, baik dari kalangan pendukung Trump maupun dari para penentangnya.

Di media sosial, para pendukung Trump mengatakan ini adalah bentuk sensor dan bertentangan dengan amandemen pertama konstitusi AS.

Sedang di kubu seberang, berpendapat hal ini sudah pantas dilakukan karena Donald Trump telah mendorong kekerasan yang berakhir dengan tewasnya lima orang, terdiri dari satu polisi, satu masyarakat sipil yang tewas tertembak, dan tiga orang lain tewas karena kondisi darurat medis, pada serbuan yang disebut Joe Biden sebagai serangan teroris dalam negeri.

Pelbagai debat dan pandangan bermunculan sehingga menjadi kontroversi: apakah pembekuan akun media sosial ini bentuk sensor atau dapat dibenarkan?

Menanggapi pertanyaan tersebut, setidaknya ada tiga hal yang perlu dikaji lebih dulu. Pertama, mengapa baru sekarang tindakan ini dilakukan? Mengapa hal ini tidak dari sedari dulu saat akun Donald Trump kerap melakukan disinformasi dan hasutan kekerasan?

Kedua, benarkah tindakan ini bentuk sensor? Apakah tindakan ini dapat dibenarkan dari perspektif hak digital?

Ketiga, bagaimana dengan transparansi dan akuntabilitas saat tindakan ini diambil dan dalam situasi seperti apa tindakan ini dapat diterapkan kembali?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Tren
Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com