Usai penyerangan Gedung Capitol oleh pendukung Donald Trump pada Rabu, 6 Januari 2021 waktu AS, sejumlah platform teknologi bergerak merespons.
Pada 7 Januari 2021 pukul 22.47 WIB, Mark Zuckerberg sebagai pemilik Facebook menulis di akun medsosnya untuk mengumumkan bahwa Facebook menghapus pernyataan Donald Trump yang memprovokasi kekerasan.
Selain itu, ia juga memblokir akun Facebook dan Instagram Donald Trump dalam kurun waktu yang belum ditentukan dan sampai setidaknya dua minggu sampai proses inaugurasi presiden terpilih AS selesai.
Tidak berselang lama, pada 8 Januari 2021, Twitter mengeluarkan pengumuman lewat berbagai kanal yang dimilikinya, dengan menyatakan Twitter menangguhkan akun @realDonaldTrump secara permanen dari platform mikro-blogging tersebut.
Alasan yang disampaikan Twitter adalah penilaian tim Twitter atas postingan akun @realDonaldTrump yang memiliki risiko menghasut kekerasan.
Tindakan platform teknologi ini mendapat respons, baik dari kalangan pendukung Trump maupun dari para penentangnya.
Di media sosial, para pendukung Trump mengatakan ini adalah bentuk sensor dan bertentangan dengan amandemen pertama konstitusi AS.
Sedang di kubu seberang, berpendapat hal ini sudah pantas dilakukan karena Donald Trump telah mendorong kekerasan yang berakhir dengan tewasnya lima orang, terdiri dari satu polisi, satu masyarakat sipil yang tewas tertembak, dan tiga orang lain tewas karena kondisi darurat medis, pada serbuan yang disebut Joe Biden sebagai serangan teroris dalam negeri.
Pelbagai debat dan pandangan bermunculan sehingga menjadi kontroversi: apakah pembekuan akun media sosial ini bentuk sensor atau dapat dibenarkan?
Menanggapi pertanyaan tersebut, setidaknya ada tiga hal yang perlu dikaji lebih dulu. Pertama, mengapa baru sekarang tindakan ini dilakukan? Mengapa hal ini tidak dari sedari dulu saat akun Donald Trump kerap melakukan disinformasi dan hasutan kekerasan?
Kedua, benarkah tindakan ini bentuk sensor? Apakah tindakan ini dapat dibenarkan dari perspektif hak digital?
Ketiga, bagaimana dengan transparansi dan akuntabilitas saat tindakan ini diambil dan dalam situasi seperti apa tindakan ini dapat diterapkan kembali?