Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Ketidakpastian yang Menyenangkan

Kompas.com - 05/01/2021, 08:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hai, apa kabarmu? Tahun baru, tahun 2021 baru saja kita masuki dengan perasaan penuh semangat karena harapan-harapan baru yang kita sematkan.

Semoga harapan-harapan baik yang kita sematkan adalah harapan-harapan yang sudah tersaring di tengah ketidakpastian yang masih tinggi karena pandemi.

Kenapa penting buat kita menyaring harapan-harapan? Kepentingannya lebih ke langkah antisipatif seandainya harapan-harapan itu tidak mewujud.

Sekali lagi, meskipun beberapa hal sudah bisa dipastikan seperti vaksin Covid-19,  ketidakpastian lain tetap membayangi seperti kapan vaksinasi dilakukan dan rentetan ketidakpastian lain.

Menghadapi ketidakpastian yang tinggi macam ini, bagaimana sikap kita?

Fakta bahwa kita tidak bisa menghindari ketidakpastian dalam hidup menuntut kemampuan kita beradaptasi.

Kemampuan beradaptasi menghadapi perubahan sebagai konsekuensi ketidakpastian yang tinggi perlu dilatihkan.

Untuk hal ini, saya jadi teringat nasihat Jakob Oetama, salah satu pendiri Kompas Gramedia yang kerap menyatakan pepatah dalam bahasa latin, fortiter in re suaviter in modo (teguh dalam prinsip/nilai, lentur dalam cara).

Kemampaun beradaptasi menghadapi perubahan sebagai konsekuensi dari ketidakpastian yang tinggi adalah cara. Meskipun cuma cara, hal ini menentukan tercapai atau tidaknya prinsip atau nilai yang diperjuangkan.

Dalam percakapan saya dengan Ignasius Jonan beberapa minggu lalu, mantan Direktur Utama PT KAI ini mekankan pentingnya kemampaun beradapatasi.

Kemampuan beradaptasi diperlukan sebagai bekal bagi siapa pun dalam menghadapi banyaknya perubahan yang dibawa ketidakpastian. Banyak hal terjadi di luar kendali kita.

Oya, percakapan saya dengan Ignasius Jonan adalah yang kedua setelah sebulan sebelumnya saya melakukan percakapan yang kurang lebih sama untuk program "Beginu" di kanal Youtube Kompas.com.

Perbincangan Pemimpin Redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho (Inu) dengan mantan Menteri Perhubungan Ignasiun Jonan dalam program Beginu di channel Youtube Kompas.com.KOMPAS.COM Perbincangan Pemimpin Redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho (Inu) dengan mantan Menteri Perhubungan Ignasiun Jonan dalam program Beginu di channel Youtube Kompas.com.
Percakapan pertama dengan Ignasius Jonan terjadi awal November 2020 di kedai kopi dan ruang kerja yang diusahakan puterinya di Jakarta Selatan.

Percakapan kedua dengan Ignasius Jonan dilakukan di tempat yang sama setelah kami sama-sama menemukan buku "Doa Sang Katak" yang muncul tanpa sengaja di percakapkan sebelumnya.

Doa Sang Katak adalah buku terbitan Penerbiat Kanisius yang berisi kumpulan cerita atau kisah pendek-pendek dan ditulis ulang oleh Anthony de Mello SJ.

Buku ini sangat mempengaruhi Ignasius Jonan dalam perjalanan hidup sejak kuliah, salah satunya dalam menghadapi ketidakpastian dan konsekuensi atasnya.

Percakapan pertama dengan Igansius Jonan adalah episode kedua Beginu. Episode pertama program yang memakai tagline "bukan begini bukan begitu" itu menghadirkan Soleh Solihun.

Pekerja seni Soleh Solihun dan Pemimpin Redaksi Wisnu Nugroho untuk program Bukan Beginu Bukan Begitu Episode Pertama yang pengambilan gambarnya dilakukan Senin (26/10/2020) di Studio Bendera, Menara Kompas, Jakarta.kompas.com Pekerja seni Soleh Solihun dan Pemimpin Redaksi Wisnu Nugroho untuk program Bukan Beginu Bukan Begitu Episode Pertama yang pengambilan gambarnya dilakukan Senin (26/10/2020) di Studio Bendera, Menara Kompas, Jakarta.
Percakapan dengan komika dan pekerja seni yang berlatar belakang wartawan ini mengungkap banyak hal juga soal perjalanan hidupnya. Di balik kesan "selebor atau sembarangan" dalam hidup, spiritualitas yang mendalam menjadi pijakan Soleh Solihun.

Spiritualitas yang mendalam itu yang membuat Soleh Solihun tenang menghadapi banyak ketidakpastian dan konsekuensi yang ditumbulkan.

Sebagai sebuah program, Beginu kemudian dirancang untuk tertib tayang setiap Senin pukul 19.00 di kanal Youtube Kompas.com. Dimulai sejak peringatan "Sumpah Pemuda" 28 Oktober 2020, hingga Senin, 4 Januari 2021, sudah ada delapan episode.

Episode terbaru Beginu menampilkan Ria Paparmoon. Kegigihan atau dalam bahasanya "kekeraskepalaan" mengantar Ria mewujudkan Papermoon Puppet Theatre yang saat ini sudah mendunia.

Dari sebuah gagasan, mimpi, dan rencana yang belum ada prototipe atau contohnya, Ria berjalan, beradaptasi, tebentuk, terbentur, beradapati lagi, berjalan lagi dan tumbuh secara organik.

seniman asal Australia dan Indonesia, Sue Giles dan Maria Tri Sulistyani atau Ria Papermoon.Kompas.com/Markus Yuwono seniman asal Australia dan Indonesia, Sue Giles dan Maria Tri Sulistyani atau Ria Papermoon.
Nilai-nilai hidup dalam kegigihan seperti bagaimana memastikan semua yang terlibat dalam karya harus bahagia adalan pijakan Ria dalam menata langkah. Ria sangat percaya pada proses untuk hasil yang baik dalam karya apapun.

Proses itu akan tercermin dalam karya dan energinya akan tersampaikan kepada penonton atau siapa pun yang menikmati karyanya.

Oya, buat kamu yang tidak mengenal Ria, penampilan Papermoon Puppet Theatre di film "Ada Apa Dengan Cinta 2?" yang mempertemukan Rangga dan Cinta setelah ratusan purnama mungkin sedikit membantu mengenali sosoknya.  

Untuk kamu yang tertarik lebih jauh dengan teman saya bercakap-cakap di Beginu, saya sertakan tautan tayangan Youtube-nya di masing-masing nama yang saya sebut. Silakan klik untuk mendapatkan informasi lebih banyak.

Seniman Butet KartaredjasaYouTube Kompas.com Seniman Butet Kartaredjasa
Sebelum Ria, saya mengajak bercakap-cakap Soimah Pancawati, Butet Kertaredjasa, Farid Stevy dan Kill The DJ. Masing-masing saya jumpai di tempat masing-masing.

Kecuali dengan Kill The DJ yang durasi percakapannya nyaris dua jam karena seru dan sulit berakhir, percakapan dengan Soimah, Butet dan Farid berlangsung sekitar satu jam. 

Dari teman bercakap-cakap itu, saya mendengarkan dan menimba pengalaman hidup yang mereka endapkan dan praktikkan sebagai laku atau jalan hidup.

Rapper Marzuki Mohamad atau dikenal dengan nama panggung Kill The DJYouTube Kompas.com Rapper Marzuki Mohamad atau dikenal dengan nama panggung Kill The DJ
Kill The DJ yang diberi nama Marzuki Mohamad oleh ayahnya seorang petani adalah contohnya.

Aktivitas berkeseniannya, bertani dan terlibat dalam sejumlah besar gerakan demokrasi adalah laku atau jalan hidup. Karena laku, tidak pernah ada lelah dan kecewa berkepanjangan.

Soal laku itu terangkum dalam pernyataan yang mengandung kebenaran, "Petani selalu menanam meskipun gagal panen."

Farid Stevy, vokalis band FSTVLST.Instagram/Farid Stevy Farid Stevy, vokalis band FSTVLST.
Dari Farid Stevy yang menjadi visual artist dari jalanan kami mengamini sebuah mantra yang soal "Ketidakpastian yang menyenangkan". Ketidakpastian sebagai realita hidup tidak bisa ditolak karena itu harus direspons sebagai sesuatu yang menyenangkan.

Kesadaran ini didapat Farid saat membuat mural di jalan-jalan. Mural bisa berumur beberapa jam atau beberapa tahun. Ketidakpastian sebagai realitas perlu diterima sebagai sesuatu yang menyenangkan, apapun konsekuensi dari ketidakpastian itu.

Dari Soimah, pesinden serba bisa asal Pati, dibesarkan di Yogyakarta dan memuncaki karir di dunia hiburan Jakarta, saya belajar soal memberi dan berbagi atas apa yang kita terima selama ini.

Penyanyi dan pembawa acara Soimah saat berbincang-bincang dengan Pemimpin Redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho dalam program BEGINU.YouTube Kompas.com Penyanyi dan pembawa acara Soimah saat berbincang-bincang dengan Pemimpin Redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho dalam program BEGINU.
Tidak hanya dari Soimah, dari Butet dan Jonan semangat berbagi ini juga mengemuka. Setelah semua capaian yang didapat karena kontribusi masyarakat luas, mereka masing-masing punya misi untuk mengembalikan semua yang didapat itu ke masyarakat.

Untuk itu, Soimah yang sejatinya sudah jenuh di Jakarta, bercita-cita sesegera mungkin kembali ke Yogyakarta untuk memberikan dirinya kepada masyarakat yang sudah membesarkannya.

Kepedulian kepada sesama siapa pun dia adalah ungkapan atas apa yang sudah kita terima dari masyarakat selama ini. Kepedulian ini kita sadari juga sebagi sumber kekuatan kita sebagai manusia dengan dasar kemanusiaan kita.

Lantas, bagaimana kita bisa berguna untuk orang lain? Penutup percakapan saya di Beginu episode tujuh dengan Ignasius Jonan ini mungkin bisa jadi panduan.

Jonan menyebut, ketika muda, definisi berguna untuk orang lain itu untuk orang-orang yang dikenal, yang ada di hati, yang dicintai.

Beranjak dewasa, berguna untuk orang lain itu meluas termasuk mereka yang tidak pernah dikenal dan tidak pernah ada di hati. 

Kalau berguna hanya untuk orang yang saya cintai, orang tidak bertuhan pun juga begitu pasti. Bedanya dengan saya yang mengakui adanya Tuhan apa coba?

Pertanyaan ini mungkin baik kita renungkan dan segera jawab dengan tindakan setelah tertemukan.

Selamat Tahun Baru.

Salam bukan begini, bukan begitu.

Beginu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com