Akan tetapi, ia menyayangkan keputusan itu disampaikan secara mendadak.
"Kami tahu masalahnya pandemi. Kami setuju, tapi harusnya pada saat sebelum memberikan informasi atau memutuskan kebijakan itu melibatkan kami, sehingga meminimalisasi risiko. Bukan kami menolak. Tapi kalau kondisi seperti ini kasihan banyak yang dirugikan," kata Maulana.
Jika biaya tes usap bagi mereka yang sudah melakukan pemesanan tiket ditanggung pemerintah, menurut dia, akan lebih adil.
Namun, pembebanan biaya tes usap justru dibebankan kepada pelaku perjalanan akan memberatkan hingga berdampak pada pembatalan.
Dia menggambarkan, ada hotel-hotel di Bali yang hanya buka pada saat liburan, tidak buka 30 hari penuh atau sebulan. Banyak terjadi PHK di perusahaan selama pandemi.
Selain itu, banyak seniman dan orang-orang yang mata pencahariannya bergantung dengan momen liburan.
"Nggak ada solusinya. Mood-nya (traveller) sudah hilang. Ini menjadi pembelajaran, ini sudah terlalu sering seperti ini," kata dia.
Ke depannya, dia berharap pemerintah melakukan komunikasi dan diskusi dengan pelaku sektor pariwisara. Dia juga mengingatkan, tiga bulan ke depan, sektor pariwisata akan mengalami low season.
Baca juga: Bagaimana Akurasi Rapid Test Antigen Dibanding Tes Covid-19 Lainnya?