Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Keliru Dibenarkan Malah Keliru

Kompas.com - 15/12/2020, 09:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BERDASAR hasil penelitian Pusat Studi Kelirumologi dapat disimpulkan bahwa apa yang disebut sebagai kekeliruan terdiri dari berbagai jenis.

Tergantung manusia yang melakukan atau menafsirkan. Ada kekeliruan yang disengaja, ada yang tidak disengaja; ada kekeliruan yang disadari di samping ada yang tidak disadari atau tidak mau diakui; ada kekeliruan individual; ada kekeliruan komunal; ada pula kekeliruan yang harus dibenarkan seperti kekeliruan mesin mobil apalagi pesawat terbang atau kekeliruan kebijakan sehingga menindas rakyat.

Namun ada kekeliruan yang terpaksa dibiarkan keliru apabila yang bikin kekeliruan adalah penguasa yang tidak suka dikritik.

Namun ada pula kekeliruan yang jika dibenarkan malah menjadi makin keliru.

Deteksi kekeliruan

Contoh nyata bisa diperoleh dari kisah nyata yang saya alami sendiri ketika menulis naskah “Pengaprahan Kekeliruan” yang sengaja saya kelirukan menjadi Pengkaprahan Kekeliruan (Kompas, 16 September 1989) .

Di dalam naskah bersejarah sebagai asal-muasal gagasan kelirumologi itu saya sengaja menulis sebuah kalimat sebagai contoh betapa sulit mendeteksi kekeliruan sebagai berikut “Didalam kalimat ini terdapat tiga kekeliliruan” .

Mereka yang berlogika normal hanya berhasil menemukan dua kekeliruan yang sengaja saya kelirukan itu yaitu pertama = didalam seharusnya di dalam; ke dua kekeliliruan seharusnya kekeliruan.

Sementara kekeliruan yang ketiga adalah pada pernyataan bahwa kalimat itu mengandung tiga kekeliruan padahal cuma dua.

Dasar saya manusia tidak sempurna maka lalai memperhitungkan petugas korektor Kompas akan menunaikan tugas secara benar bahkan professional yaitu mengoreksi seluruh kekeliruan yang terkandung di dalam naskah yang akan dipublikasikan oleh Kompas.

Akibat memang (sengaja) dikelirukan maka kalimat “keliru” saya ternyata dibenarkan oleh sang korektor Kompas menjadi “Di dalam kalimat ini terdapat tiga kekeliruan” yang langsung memusnahkan niat tujuan saya menulis kalimat yang sengaja saya kelirukan itu.

Protes keras

Saya protes keras, karena naskah saya kehilangan makna yang sebenarnya. Redaksi Kompas cukup bingung akibat baru pertama kali terjadi kasus keliru dibenarkan ternyata malah keliru.

Karena tidak tahu bagaimana cara menjelaskan duduk permasalahan rumit-keliru itu, maka saya dipersilakan untuk membenarkan melalui Surat Pembaca.

Namun celaka, ternyata penjelasan saya lewat rubrik Surat Pembaca yang memang menggunakan susunan kalimat yang sengaja dikelirukan demi tidak keliru itu dikoreksi kembali oleh pihak kolektor yang tetap konsekuen dan konsisten menunaikan profesinya.

Akhirnya Surat Pembaca penjelasan saya dimuat ulang Kompas tanpa campur tangan pihak korektor.

Sementara para pembaca malah makin bingung akibat kehilangan jejak mengenai kasus kekeliruan yang dibenarkan malah jadi keliru lalu setelah dibenarkan kembali malah makin keliru itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Lolos ke Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Hentikan Rekor Korsel Lolos ke Olimpiade

Lolos ke Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Hentikan Rekor Korsel Lolos ke Olimpiade

Tren
6 Kelompok Orang yang Tidak Dianjurkan Mengonsumsi Kafein, Siapa Saja?

6 Kelompok Orang yang Tidak Dianjurkan Mengonsumsi Kafein, Siapa Saja?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com