Kondisi ini menggambarkan kemungkinan penularan virus menurun atau bahkan terhenti.
Beberapa virus mungkin dapat lewat melalui lubang keju tersebut, tetapi kemungkinannya lebih rendah jika setiap lapisan tersusun dengan baik.
"Keindahan dari model ini adalah bahwa ia memperlihatkan kekuatan dan kelemahan dari tiap-tiap intervensi," kata Epidemiolog Pengendalian Infeksi dan Asisten Profesor di University of Toronto, Colin Furness.
Menurut dia, model ini menunjukkan bahwa jika variasi intervensi dilakukan, harus disusun dan dijalankan bersama agar efektif.
Baca juga: Sederet Studi Terbaru tentang Virus Corona
Swiss Cheese Model sendiri sudah ada sejak lama. Pemodelan ini pertama kali dibuat pada 1990 oleh seorang Profesor di Manchester University, James Reason.
Saat ini, pemodelan tersebut telah digunakan secara luas dalam berbagai bidang, mulai dari perawatan kesehatan, manajemen risiko, teknik, hingga penerbangan.
Adapun Swiss Cheese Model untuk pencegahan penyebaran virus corona diadaptasi oleh seorang Virolog Australia, Ian M. Mackay.
Ia mengunggah adaptasi pemodelan tersebut melalui akun Twitter-nya, @MackayIM
A new version with colour & division inspiration from @uq_news and strict mouse design oversight by @kat_arden (ver3.0).
— ??? ?. ??????, ??? ???????????????????????? (@MackayIM) October 24, 2020
It reorganises slices into personal & shared responsibilities (think of this in terms of all the slices rather than any single layer being most important) pic.twitter.com/nNwLWZTWOL
Dalam adaptasi pemodelan terbarunya (versi 3) yang diunggah Sabtu (24/10/2020), ada 10 lapisan yang dikombinasikan sebagai pertahanan terhadap pandemi virus pernapasan tersebut.
Sebanyak 10 lapisan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu tanggung jawab pribadi dan tanggung jawab yang terbagi-bagi.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan