Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

25 Tahun Kompas.com dan Cita-cita Jakob Oetama

Kompas.com - 14/09/2020, 09:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ini pengalaman saya pertama kali dan satu-satunya ditelepon Jakob Oetama dalam suasana berdebar. Kenangan yang selalu saya ingat sampai sekarang.

Terlebih setelah saya memahami bagaimana situasi yang terjadi antara 20 Januari-5 Februari 1978 saat harian Kompas dihentikan oleh pemegang kekuasaan.

Persis setelah Tetralogi Sisi Lain SBY terbit, saya ditugaskan kembali ke Jakarta pada Februari 2011. Dalam tugas-tugas sebagai editor di harian Kompas, perjumpaan dengan Jakob Oetama lebih sering terjadi terutama di ruang-ruang rapat redaksi.

Penyelenggaraan Ilahi

Tidak jarang, saat rapat pagi pukul 09.00, Jakob Oetama hadir. Kursi khusus selalu tidak diisi meskipun peserta rapat penuh karena berjaga-jaga jika tiba-tiba Jakob Oetama hadir. Kalau ternyata tidak hadir, kursi itu tetap kosong sebagai representasi kehadiran juga meskipun tidak langsung.

Saat hadir rapat, Jakob Oetama kerap mengajak diskusi. Biasanya diawali dengan pertanyaan kepada Pemimpin Redaksi Kompas dan sejumlah editor yang dikenalnya. Tema besarnya soal "Merajut Nusantara, Menghadirkan Indonesia".

Dalam perjumpaan-perjumpaan itu, nilai-nilai yang diyakini, dihidupi dan diperjuangkan Jakob Oetama bersama harian Kompas disampaikan dan diinternalisasikan. Sikap rendah hati dalam ungkapan yang jadi pegangan yaitu providentia dei (penyelenggaraan ilahi) dinyatakan tanpa pelantang.

Karena penyelenggaraan ilahi itulah, Jakob Oetama percaya, semua yang menghampiri hidupnya bukan hasil kerja dan upayanya semata-mata. Begitu juga dengan apa yang kemudian terjadi di grup Kompas Gramedia. Penyelenggaraan ilahi hadir di sana.

Memperingati ulang tahun ke-25 kompas.com yang didirikan 14 September 1995, semangat ini hendak kami hidupi di tengah perjalanan penuh perubahan dan setelah kami petakan setidaknya ada tiga tahapan.

Pertama, saat awal-awal didirikan, kompas.com merupakan repilikasi konten harian Kompas edisi cetak. Newsroom masih sama, pekerja masih sama, dan konten sepenuhnya sama. Dari sisi pembaca, belum ada tuntutan karena pertumbuhan belum signifikan. Periode pertama terjadi sepanjang 1995-1998.

Kedua, pada 1998 kompas.com diputuskan menjadi perusahaan sendiri terpisah dari harian Kompas dan memproduksi sendiri konten yang secara orisinil tidak semata-mata replikasi dari edisi cetak. Newsroom berbeda, pekerja direkrut secara khusus meskipun masih melibatkan pekerja dari edisi cetak. Pembaca mulai tumbuh dan memunculkan harapan akan model bisnis baru. Di periode kedua ini brandnya adalah KCM, Kompas Cyber Media.

Ketiga, periode reborn pada 2008. Brand-nya tidak lagi KCM, tapi kompas.com. Media online ini lahir kembali dengan brand yang sama persis dengan mothership-nya. Jakob Oetama sendiri yang meminta agar brand Kompas versi online ini tidak perlu dibedakan namanya.

Adalah cita-cita Jakob Oetama untuk mewujudkan Kompas secara multimedia demi mengikuti perkembangan zaman. Ia ingin agar roh Kompas dapat menjumpai pembaca di setiap platform: cetak, digital, juga TV. Ini bagian dari perubahan sarana dan alat penyampaian yang ditegaskannya.

Harapannya, daya jangkau Kompas untuk memberi enlightment kepada masyarakat bisa menjadi lebih luas. Cita-cita ini mewujud secara penuh saat akhirnya Kompas TV mengudara pertamakali pada 9 September 2011. Lengkap sudah kehadiran Kompas secara multimedia.

Di periode ketiga ini Kompas.com secara total mengadopsi seluruh karakter medium digital yang membuat kerja-kerja jurnalistik lebih paripurana.

Newsroom sudah mandiri. Konten dibaut dengan logika yang berbeda dengan surat kabar lantaran pembaca yang berbeda tabiatnya. Model konten ditemukan bersamaan dengan model bisnis yang bisa menghidupi.

Kami yakin, ini bukan akhir dari perubahan. Seperti digariskan Jakob Oetama, perubahan adalah jati diri media, maka kami bersiap dengan perubahan yang dituntut perkembangan jaman.

Melihat harapan

Apa yang lantas menjadi pegangan? Harapan. Kemampuan melihat harapan dan berpegang pada harapan. Untuk itu, "Melihat Harapan" menjadi tema peringatan ulang tahun ke-25 kompas.com setahun ke depan.

Melihat dan berpegang pada harapan adalah ungkapan syukur hari ini yang membuat kita tidak terlekat di masa lalu, tidak meloncat ke masa depan.

Salam penuh harapan,
Wisnu Nugroho

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com