Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakob Oetama dan Kiprahnya dalam Organisasi Wartawan Indonesia

Kompas.com - 09/09/2020, 18:45 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari ini, Rabu (9/9/2020) salah satu dari dua pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama meninggal dunia, menyusul rekannya, PK Ojong yang meninggal lebih dulu di tahun 1980.

Kabar duka ini datang siang tadi sekira pukul 13.05 WIB dari Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Jakob Oetama meninggal karena mengalami gangguan multiorgan yang diperparah dengan usia yang sudah lanjut, yaitu 88 tahun. 

Dikenal sebagai guru, wartawan, dan juga pengusaha, JO, panggilan Jakob Oetama, telah menorehkan banyak karya dan hasil buah pikir semasa hidupnya.

Baca juga: Dari Bentara Budaya hingga Pasar Yakopan, Kontribusi Jakob Oetama untuk Kesenian dan Kebudayaan Yogyakarta

Sekjen PWI pada 1965

Di dunia jurnalistik, selain menjadi wartawan dan pimpinan tertinggi dari Harian Kompas, JO juga sempat menjabat sebagai pengurus pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Berdasarkan arsip pemberitaan Litbang Kompas, Jakob Oetama pertama kali dipilih menjadi pengurus pusat PWI pada tahun 1965.

Berdasarkan Kongres PWI ke-12, JO dipilih untuk menempati posisi Sekretaris Jenderal PWI (1965-1968).

Selama menjabat sebagai Sekjen PWI, JO sempat ditunjuk menjadi anggota panitia khusus bentukan PWI yang ditugaskan mempelajari RUU Pokok Pers ketika itu, akhir November 1965.

Selain itu, ia juga dipercaya menjadi anggota dari tim koordinasi Pembinaan Media Massa di tahun berikutnya.

Pertengahan tahun 1966, medio Mei, JO bersama Ketua I PWI, Jusuf Sirath pergi ke Berlin, Jerman selama 3 minggu memenuhi undangan pemerintah setempat untuk menghadiri seminar Federasi Wartawan Internasional.

Selama di sana, keduanya sempat juga diwawancarai salah satu radio Jerman, Deutsche Welle, membahas seputar dunia jurnalistik di Tanah Air.

Baca juga: Humanisme dan Prinsip Moderasi Jakob Oetama dalam Membangun Kompas Gramedia

Tugas lain yang pernah ia jalani sebagai Sekjen PWI adalah terlibat dalam pertemuan dengan Sekretariat Bersama (Sekber) Rehabilitasi Pers pada Agustus 1966.

Pertengahan 1967, pria kelahiran Magelang, 27 September 1931 itu masuk dalam redaksi Majalah Pers Indonesia.

Majalah yang terbit 3 bulan sekali itu berisi berita terkait pers, film, radio, dan tv. JO masuk dalam redaksi majalah tersebut.

Di tahun itu, satu eksemplar majalah masih dibanderol dengan harga Rp 15.

Koran yang terjangkau rakyat

Jakob Oetama juga pernah berangkat ke Tokyo untuk mengikuti sebuah seminar yang membahas permasalahan media massa di Asia.

Di sana didapatkan kesimpulan, bahwa Asia membutuhkan koran-koran rakyat. Yaitu, koran atau media massa yang mudah dijangkau oleh masyarakat, khususnya dari segi harga.

Memasuki tahun 1968, kepengurusan PWI Pusat pun kembali diperbaharui. Meski tidak lagi menjabat Sekjen, dalam kepengurusan baru ini JO naik posisi menjadi Ketua II PWI Pusat.

Sementara posisi Ketua Umum masih dijabat oleh orang yang sama, yakni Machbub Djunaidi.

Baca juga: Banyak Klaster Keluarga, Bagaimana Isolasi Mandiri Merawat Saudara yang Positif Covid-19?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com