Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Politik Dinasti dan Iklan Mobil

Kompas.com - 01/09/2020, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bayangkan dari hal yang berkaitan dengan kebijaksanaan berkembang jadi kosa kata berkonotasi “menipu”.

Ada (sebagian) persamaannya dengan perkembangan kosa kata “dinasti” di Indonesia. Politik dinasti ini merupakan bagian atau satu paket dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) dalam tuntutan mahasiswa dalam gerakan reformasi yang menumbangkan Soeharto tahun 1998.

Seperti di awal tahun 1998 lalu, para penguasa menolak penggunaan istilah “politik dinasti” yang diarahkan terhadap ulah mereka dalam soal penetapan menteri dan para anggota MPR/DPR.

Hal yang sama juga dilakukan oleh mereka yang ada di kalangan penguasa atau pendukung mereka saat ini.

“Kalau disebut dinasti politik, di mananya? Kami kan ikut dalam kontestasi. Di mana aturan hukum yang melarang kami ikut dalam kontestasi? Banyak unsur tidak memenuhi syarat, kami dimasukan dalam sistem dinasti, “demikian beberapa ucapan beladiri atau apologi dari orang-orang yang tidak mau disebut sebagai pengikut generasi politik dinasti.

Namun, ada opini yang mengatakan, “....kemunculan sanak keluarganya dalam percaturan politik Indonesia merupakan rentetan termutakhir dari makin kentalnya nepotisme dalam sirkulasi elite di negeri ini.”

Kalimat ini saya kutip dari rubrik Opini majalah Tempo 15 - 21 Juni 2020, di bawah judul Bahaya Nepotisme Politik”. Nepotisme dalam gerakan reformasi 1998, merupakan bagian dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).

Dalam opini ini muncul kosa kata “nepotisme”. Dalam bahasa Latin, ada kosa kata, nepos (otis) yang punya beberapa arti, antara lain, cucu lelaki, anak cucu atau keturunan, saudara sepupu dan keponakan.

Kosa kata ini menjadi peyoratis dimulai dalam sejarah kelam kepausan Gereja Katolik Roma (RK). Saat itu munculnya penyebutan nepotisme yang menunjuk pada penunjukan para pejabat kepausan berdasarkan hubungan persaudaraan atau teman akrab.

Sejarah manusia ini punya hukum sendiri dalam pemberian arti dalam kosa kata. Bahasa atau istilah sering berkembang bukan berdasarkan logika tata bahasa, tapi juga ada pengaruh selera pemakainya di tempat dan situasi tertentu.

Bisa saja (ini sebagai contoh dugaan), karena kaum mileneLmunculnya juga ditandai dengan merebaknya pandemi virus corona atau covid-19, maka muncul istilah “generasi milineal corona” atau “milineal covid 19”.

Mudah-mudahan perjalanan sejarah kosa kata politik dinasti tidak berkembang ke arah sangat negatif, misalnya politik dinasti rarti korupsi, menipu atau mencuri. Karena pernah ada pejabat tinggi yang dilahirkan oleh arus reformasi mempersamakan KKN itu sama dengan pencuri. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com