Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Anggap Remeh Risiko Anak Tertular Virus Corona, Ini Alasannya!

Kompas.com - 25/08/2020, 07:14 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Salah satu upaya mencegah penyebaran virus corona penyebab Covid-19 semakin meluas adalah dengan membatasi aktivitas yang melibatkan pertemuan fisik banyak orang pada satu tempat dalam waktu yang sama.

Aktivitas seperti itu, misalnya, rapat kerja, menonton konser, menonton film di bioskop, dan juga bersekolah.

Saat ini, pemerintah Indonesia masih membatasi hanya sekolah di zona hijau saja yang boleh mengadakan pembelajaran secara tatap muka.

Di luar zona hijau, siswa dan guru melakukan kegiatan belajar dan mengajar menggunakan metode jarak jauh atau daring.

Namun, perlu diketahui, risiko anak tertular Covid-19 tidak hanya datang dari sekolah.

Ternyata, membiarkan anak-anak bermain di lingkungan sekitar rumah tanpa protokol kesehatan, atau mengajak anak bepergian ke tempat ramai, ternyata sama berbahayanya dengan anak-anak kembali bersekolah.

Baca juga: 338.000 Anak Terpapar Covid-19 di AS, Ini Temuan Baru soal Virus Corona pada Anak

Hal tersebut disampaikan oleh akun yang memantau perkembangan virus corona di Indonesia, Pandemic Talks, melalui unggahan foto di akun Instagram mereka.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Pandemic Talks #ProtokolVDJ (@pandemictalks) pada 22 Agu 2020 jam 11:27 PDT

Mereka juga mengimbau orangtua agar melindungi anak-anak dengan menjaga mereka tetap berada di rumah.

Orangtua juga diminta lebih kreatif saat mengajak bermain anak, sehingga anak-anak betah di rumah.

Bagaimana sebenarnya risiko penularan Covid-19 pada anak? Mengapa kemudian anak juga disebut sebagai superspreader Covid-19?

Viral load tinggi

Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan, riset terakhir menunjukkan bahwa anak tidak kebal terhadap Covid-19, sehingga rawan terinfeksi dan menularkan.

Selain itu, pada anak tanpa gejala dan gejala ringan, terbukti memilki viral load yang tinggi dibandingkan anak yang dirawat di rumah sakit.

"Artinya, ini penyebab anak bisa disebut suprspreader atau silent spreader," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (24/8/2020).

Dia menjelaskan, viral load adalah kisaran jumlah partikel virus dan jumlah RNA per 1 ml (1 cc) sampel darah.

Dengan kata lain, viral load adalah tolak ukur mengenai sudah seberapa jauh dan cepat penyakit berkembang dalam tubuh yang diketahui lewat jumlah virus di dalam sampel darah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com