Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Ingatkan Waspada Gelombang Kedua Virus Corona, Kapan Akan Terjadi?

Kompas.com - 28/07/2020, 19:30 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Melansir Kompas.com, 29 Juni 2020, pada pandemi flu tahun 1918 yang menginfeksi 500 juta orang di dunia dan menyebabkan kematian lebih dari 50 juta orang, terjadi gelombang kedua yang lebih mematikan beberapa bulan setelah gelombang pertama.

Kemudian, gelombang ketiga terjadi di sejumlah negara pada tahun 1919.

Baca juga: Apakah Pakai Masker Bisa Cegah Lockdown Gelombang Kedua Corona? Ini Kata Para Ahli...

Prediksi puncak pandemi di Indonesia

Pada April 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 memperkirakan puncak pandemi di Indonesia akan dimulai pada Mei dan berakhir Juli.

Namun, kondisi saat ini menunjukkan bahwa kasus Covid-19 masih terus mengalami kenaikan dan belum mengalami penurunan signifikan.

Menurut Dicky, melesetnya prediksi tersebut kemungkinan adalah karena banyaknya kasus yang belum terdeteksi.

Melihat pola peningkatan kasus dan sebarannya, Dicky menganggap Indonesia belum mencapai puncaknya.

Melansir Kompas.com, 6 Juli 2020, pakar epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono juga mengemukakan pendapat serupa.

Pandu menyebut bahwa Indonesia masih jauh dari puncak pandemi Covid-19.

Baca juga: Kasus Virus Corona di Indonesia Lewati 100.000, Puncak Pandemi Sulit Diprediksi

Faktor yang memengaruhi

Melihat sejarah masa lalu, geli=ombang kedua pandemi flu dapat dipengaruhi oleh perubahan, baik pada virus maupun perilaku manusia.

Menurut Pewakilan Solidaritas Berantas Covid-19, Prof Akmal Taher, gelombang kedua dapat terjadi apabila sistem yang dibuat pemerintah dan dilakukan oleh masyarakat sipil melonggar.

Risiko gelombang kedua berpotensi ketika ada transmisi saat orang-orang merasa aman karena melewati puncak pandemi.

Sementara, melihat sejarah, perubahan pada virus dinilai memainkan peran besar dalam gelombang kedua pandemi flu tahun 1918.

Saat itu, kekebalan telah berkembang hingga proporsi yang cukup dan memicu virus berevolusi untuk menghindari respons kekebalan ini sehingga virus dapat terus menginfeksi manusia.

Sejumlah pakar berpendapat bahawa gelombang kedua Covid-19 dapat terjadi dalam waktu dekat.

Mereka berpendapat demikian mengingat tingkat kekebalan yang masih rendah saat ini, dibandingkan dengan perkiraan 60-70 persen orang yang akan butuh divaksin atau terpapar penyakit.

Sebagai gantinya, karena populasi tetap rentan dengan Covid-19, "penentu utama" dari apa yang akan terjadi selanjutnya terletak pada perilaku masyarakat dan respons pemerintah.

Baca juga: Perjalanan Pandemi Covid-19 di Indonesia, Lebih dari 100.000 Kasus dalam 5 Bulan

(Sumber: Kompas.com/ Dandy Bayu Bramasta, Vina Fadhrotul Mukaromah, Nur Rohmi Aida, Ahmad Naufal Dzulfaroh |Editor: Gloria Setyvani Putri, Sari Hardiyanto, Inggried Dwi Wedhaswary)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

Tren
Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com