Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Unggahan soal Lagu Yamko Rambe Yamko, Ini Berbagai Versi Asal Muasalnya

Kompas.com - 02/07/2020, 12:44 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lagu Yamko Rambe Yamko baru-baru ini ramai menjadi perbincangan warganet.

Terlebih dalam sebuah unggahan di media sosial Twitter dari akun @PapuaItuKita mengunggah twit yang mempertanyakan asal muasal lagu tersebut.

"Lagu Yamko Rambe Yamko, lagu daerah Irian Jaya/Papua. Artis besar sampai anak sekolah menyanyi lagu itu. Coba cek tanya ke orang Papua itu lagu dari Papua mana, bahasa Papua mana? orang Papua tidak tau & tidak mengakui itu sebagai lagu daerah. Siapa Paksa jadi lagu Papua?" tulis PapuaItuKita.

Baca juga: Viral Unggahan soal Tanda-tanda Stroke Dikira Kesurupan, Ini Penjelasan Dokter...

Hingga Rabu (1/7/2020) sore, twit itu sudah dibagikan ulang lebih dari 5.500 kali dan disukai lebih dari 13.900 kali.

Baca juga: Viral, Video Kolam Renang di Bogor Dijadikan Tempat untuk Ternak Lele

Penelusuran Kompas.com

Dalam Harian Kompas, Minggu (12/5/2020) lagu Yamko Rambe Yamko disebut sebagai lagu yang tidak diketahui pengarangnya atau anonim. Selain itu ada lagu Kicir-kicir, O Ulate, atau Hela Rotane.

Meski demikian,Yamko Rambe Yamko sangat familiar di telinga masyarakat Indonesia dan bahkan kerap dibawakan di ajang-ajang perlombaan Internasional.

Dilansir Kompas.com, (10/7/2016) paduan suara anak Indonesia, The Resonanz Children's Choir (TRCC), berhasil menjadi juara umum (Winner of Grand Prix) dalam Claudio Monteverdi International Choral Festival and Competition di kota Venezia, Italia pada 7-10 Juli 2016 silam.

Lagu yang dibawakan adalah lagu Yamko Rambe Yamko dan lagu Tancnota karya komposer Hungaria Zoltán Kodály.

Mereka mendapat penghargaan berupa juara umum (Winner of Grand Prix), juara pertama untuk kategori Children's and Youth Choir, dan Gold Diploma Level II.

Baca juga: Mengenang Habibie, dari Dunia Dirgantara hingga Kecamannya terhadap Musik Rap

Pendapat pelaku seni

Dosen tari Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Tanah Papua Jefri Zeth Nendissa menjelaskan bahwa asal muasal Yamko Rambe Yamko sebenarnya sudah dipertanyakan sejak lama, bahkan sejak tahun 70-an.

Tapi, karena media sosial meramaikannya sekarang, respons pihak terkait jadi lebih cepat. Adapun pihak terkait yang dimaksud adalah Balai Bahasa Papua.

"Ada banyak versi dan tidak ada satu pun yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/7/2020).

Baca juga: Mengenal Putra-putra Papua di Pemerintahan Jokowi

Sejauh ini, belum ada yang bisa membuktikan siapa pencipta lagu tersebut, dari bahasa mana, dan dari suku mana.

Namun secara rasa, secara ritme, dan secara irama lagu. Yamko Rambe Yamko sangat kental kultur Papua-nya sehingga siapa pun akan menganggap itu lagu Papua.

"Cuma sayangnya secara teks mereka tidak bisa membuktikan ini bahasa suku mana dan bisa cari tahu siapa penciptanya," kata dia.

Baca juga: Sepak Terjang Benny Wenda, Disebut Dalang Kerusuhan Papua hingga Datangi Sidang PBB

Jefri menyebutkan ada beberapa versi tentang asal muasal dari lagu Yamko Rambe Yamko.

1. Diajarkan di sekolah sejak 1963

Jefri menceritakan bahwa almarhum S.P. Morin (salah satu tokoh Papua) pernah mendengar lagu Yamko Rambe Yamko saat yang bersangkutan sekolah di Biak. Lagu itu dibawakan oleh para guru dari luar Papua dan diajarkan sebagai lagu Papua.

2. Digunakan oleh tentara Trikora

Selain itu, Jefri juga pernah menanyakan perihal Yamko Rambe Yamko tersebut pada seorang guru besar Papua, budayawan Papua, alm. Ramanday.

Dikatakan bahwa lagu itu awal-awal didengar dari tentara Trikora. Lagu itu digunakan sebagai yel-yel atau penyemangat.

Baca juga: Viral, Video Kolam Renang di Bogor Dijadikan Tempat untuk Ternak Lele

3. Dinyanyikan di lomba paduan suara

Ada juga paduan suara asal Papua yang membawakan Yamko Rambe Yamko saat berlomba di Jakarta pada 1977. Namanya Lexi Lewarisa.

Dia menceritakan lomba tersebut merupakan lomba menyanyikan lagu daerah.

Lalu, ketua dewan juri yang bernama E. L. Pohan mengaku lagu yang dibawakan adalah lagu ciptaannya saat dia berada di Papua Selatan.

Akan tetapi, Jefri menyayangkan karena saat itu tidak ada tindak lanjutnya. Pohan tidak menjelaskan lagu tersebut dari bahasa atau suku apa dan tidak dibuat bukti tertulisnya.

Baca juga: Di Balik Kerusuhan Papua, Berikut 5 Wisata Eksotis bagi Para Pencinta Ketenangan

4. Diadopsi dari Jepang

Jefri mengatakan ada juga yang mengatakan bahwa Yamko Rambe Yamko dibawa oleh presiden Soekarno. Lagu itu diadopsi dari Jepang ke lagu Papua.

5. Dari bahasa yang sudah punah

Ada juga yang menyebut bahwa lagu itu dari bahasa Biak yang sudah punah, yaitu Bahasa Genyem.

Selain itu ada juga yang menyebut bahasa Kei (Maluku) dan sudah diartikan per kalimat. Jefri mengatakan kemungkinan benar, karena banyak orang Maluku yang datang ke Papua.

"Masih masuk logika, karena banyak orang Maluku yang nyebrang sebagai guru Injil atau guru lain. Tapi sayangnya kenapa tidak diberitahu dari dulu, tidak diluruskan dari dulu," kata dia.

Jefri mengatakan saat ini sudah ada tim yang menelusuri lagu itu di Papua yang dikoordinir oleh Balai Pelestarian Papua.

Baca juga: Jokowi dan Janjinya untuk Papua...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klink ke Polisi

Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klink ke Polisi

Tren
Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com