Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komunikasi soal Covid-19 Dinilai Bermasalah, Masyarakat Gagal Paham

Kompas.com - 26/06/2020, 19:27 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah baik pusat maupun di daerah untuk mengatasi wabah virus corona. Namun sejak pertama kali melaporkan kasus pertama pada awal Maret, kasus virus corona di Indonesia masih belum juga terkendali.

Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai strategi guna mencegah penyebaran virus corona penyebab Covid-19.

Sejumlah kegiatan yang melibatkan publik dibatasi, seperti perkantoran atau instansi diliburkan, pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan transportasi umum.

Kini, saat Indonesia tengah bersiap memasuki fase kenormalan baru, kasus virus corona justru semakin meningkat dan Indonesia justru berpotensi menjadi episentrum baru virus corona di dunia.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah masyarakat masih kurang memahami bahaya Covid-19? Sudahkah masyarakat memahami pentingnya protokol kesehatan?

Baca juga: Jokowi Diminta Benahi Komunikasi Publik Jajarannya soal Penanganan Covid-19

Masalah komunikasi publik

Menurut Fajar Junaedi, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ada persoalan mendasar dalam komunikasi publik yang dilakukan para pejabat pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.

"Pertama, sejak awal pejabat pemerintah salah langkah dengan sikap “denial” terhadap kajian akademik. Ini misalnya terjadi pada menteri kesehatan yang menolak permodelan penyebaran virus corona yang diperingatkan oleh Universitas Harvard. Ada sikap penolakan kepakaran," kata Fajar saat dihubungi Kompas.com (26/6/2020).

Fajar juga menyebut bahwa kesalahan ini tidak diperbaiki oleh pemerintah, tetapi justru diperparah dengan pemanfaatan buzzer untuk menggerakkan opini di media sosial.

"Seharusnya, pejabat pemerintah menggunakan pakar epidemiologi dalam memberikan informasi kepada masyarakat, alih-alih buzzer," kata Fajar

Permasalahan lain menurut Fajar, adanya kebijakan yang tidak sejalan antar level pemerintah yang menimbulkan kegaduhan. Dia mencontohkan perselisihan walikota Surabaya dengan gubernur Jawa Timur (Jatim).

Fajar juga melontarkan kritik pada inisiasi kebijakan yang dirasanya tidak perlu dan justru menimbulkan kegaduhan publik, seperti lomba video dengan hadiah miliaran rupiah untuk pemerintah daerah.

"Penilaiannya pun terkesan aneh, seperti memberikan penghargaan untuk Gubernur Jatim, daerah yang oleh media massa mendapat framing negatif dalam penanganan pandemi," kata Fajar.

Baca juga: Pemerintah Diminta Perbaiki Komunikasi Publik Terkait Kebijakan Penanganan Pandemi

Memberi celah untuk pelanggaran

Menurut Fajar, ketidakjelasan dalam perumusan kebijakan dan komunikasi publik menyebabkan kebingungan di masyarakat.

Selain itu, kebijakan yang tidak sinkron dan tidak tegas dari pemerintah juga menimbulkan celah yang akhirnya membuat masyarakat melanggar protokol pencegahan Covid-19.

Hal ini bisa dilihat dari beberapa kasus yang pernah terjadi, seperti keramaian pengunjung yang terjadi pada saat penutupan McD Sarinah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23, Kick Off 21.00 WIB

Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23, Kick Off 21.00 WIB

Tren
Siapa Kandidat Terkuat Pengganti Rafael Struick di Laga Indonesia Vs Uzbekistan?

Siapa Kandidat Terkuat Pengganti Rafael Struick di Laga Indonesia Vs Uzbekistan?

Tren
Mengapa Bisa Mengigau Saat Tidur? Ternyata Ini Penyebabnya

Mengapa Bisa Mengigau Saat Tidur? Ternyata Ini Penyebabnya

Tren
Tanggal 1 Mei Hari Libur Apa?

Tanggal 1 Mei Hari Libur Apa?

Tren
Sempat Diteriaki Warga tapi Tak Menggubris, Kakek Berusia 61 Tahun Tertabrak KA di Sragen

Sempat Diteriaki Warga tapi Tak Menggubris, Kakek Berusia 61 Tahun Tertabrak KA di Sragen

Tren
Perpanjang Pajak STNK Harus Bawa KTP Asli Pemilik Kendaraan, Bagaimana jika Sudah Meninggal?

Perpanjang Pajak STNK Harus Bawa KTP Asli Pemilik Kendaraan, Bagaimana jika Sudah Meninggal?

Tren
Air Kelapa Muda Vs Air Kelapa Tua Sehat Mana? Ini Beda dan Manfaatnya

Air Kelapa Muda Vs Air Kelapa Tua Sehat Mana? Ini Beda dan Manfaatnya

Tren
Tari Rangkuk Alu Jadi Google Doodle Hari Ini, Apa Alasannya?

Tari Rangkuk Alu Jadi Google Doodle Hari Ini, Apa Alasannya?

Tren
3 Artefak Langka Majapahit Ditemukan di AS, Nilainya Rp 6,5 Miliar

3 Artefak Langka Majapahit Ditemukan di AS, Nilainya Rp 6,5 Miliar

Tren
Penjelasan Kemenpora dan MNC Group soal Aturan Nobar Indonesia Vs Uzbekistan

Penjelasan Kemenpora dan MNC Group soal Aturan Nobar Indonesia Vs Uzbekistan

Tren
Ilmuwan Temukan Salah Satu Bintang Tertua di Alam Semesta, Terletak di Galaksi Tetangga

Ilmuwan Temukan Salah Satu Bintang Tertua di Alam Semesta, Terletak di Galaksi Tetangga

Tren
Korsel Akan Beri Insentif Rp 1 Miliar untuk Bayi yang Baru Lahir, Apa Alasannya?

Korsel Akan Beri Insentif Rp 1 Miliar untuk Bayi yang Baru Lahir, Apa Alasannya?

Tren
5 Air Rebusan untuk Atasi Jerawat, Salah Satunya Jahe dan Kunyit

5 Air Rebusan untuk Atasi Jerawat, Salah Satunya Jahe dan Kunyit

Tren
[POPULER TREN] Dampak La Nina bagi Indonesia | Beberapa Makanan Mengandung MIkroplastik

[POPULER TREN] Dampak La Nina bagi Indonesia | Beberapa Makanan Mengandung MIkroplastik

Tren
Benarkah Parkir Liar Bisa Dipidana 9 Tahun? Ini Penjelasan Ahli Hukum

Benarkah Parkir Liar Bisa Dipidana 9 Tahun? Ini Penjelasan Ahli Hukum

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com