Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Energi Surya Berjaya Gegara Corona

Kompas.com - 22/06/2020, 10:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Namun sementara saya dicemooh, ternyata negara ASEAN lainnya bahkan termasuk Myanmar diam-diam secara sepi ing pamrih, rame ing gawe mewujudkan saran omong-kosong goblok saya.

Dalam perjalanan darat dari Yangoon ke Bagan pada dasawarsa 10-an abad XXI, saya takjub dan iri melihat masyarakat pedesaan Myanmar sudah asyik menggunakan panel-panel energi surya sebagai pembangkit listrik di rumah masing-masing.

Berarti kini Indonesia termasuk tertinggal dalam pendayagunaan teknologi energi surya di ASEAN, apalagi di dunia.

Teknologi

Teknologi pembangkit tenaga surya terus berkembang apalagi setelah dimanfaatkan untuk satelit maupun pesawat antariksa negara-negara adikuasa dalam persaingan ruang angkasa.

Lambat namun pasti efisiensi sel pembangkit tenaga surya terus meningkat sampai 400 persen, ditambah aplikasi terus yang meluas maka memerosotkan harga teknologi pembangkit tenaga surya.

Lambat namun pasti teknologi pembangkit tenaga surya mulai menggeser supremasi teknologi pembangkit energi dari fosil yang makin melangka di planet bumi ini.

Dapat diyakini SpaceX-nya Elon Musk lebih memanfaatkan teknologi energi surya ketimbang energi fosil.

Suatu kewajaran yang tidak perlu bahkan tidak bisa diragukan lagi bahwa matahari memang merupakan pusat pembangkit tenaga listrik terbesar di alam semesta ini.

Masa depan

Pagebluk Corona makin membuktikan bahwa teknologi pembangkit tenaga surya mampu menjadi primadona energi di planet bumi dengan syarat umat manusia berhenti merusak angkasa dengan polusi buatannya sendiri akibat semangat industrialisasi global yang memberhalakan energi fosil.

Pagebluk Corona makin membuktikan bahwa sebenarnya manusia mampu menghentikan angkara murka perusakan bumi jika benar-benar peduli prahara yang jauh lebih dahsyat yaitu perubahan iklim akibat angkara murka pembangunan nirkelanjutan ingkar terhadap kesepakatan pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati para anggota PBB termasuk Indonesia sebagai pedoman pembangunan planet bumi abad XXI.

Agenda pembangunan berkelanjutan sebenarnya sangat mampu (jika mau) diwujudkan tanpa mengorbankan alam dan manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

Tren
Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com