Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adakah Efek Jangka Panjang yang Akan Dialami Pasien Covid-19?

Kompas.com - 18/06/2020, 05:42 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sulit untuk memastikan dampak jangka panjang terhadap pasien yang pernah menderita Covid-19.

Alasannya, penyakit yang disebabkan oleh virus corona Sars-CoV-2 itu masih tergolong penyakit baru sehingga belum banyak yang diketahui para ilmuwan tentang efek jangka panjangnya.

Satu-satunya sumber informasi terbaik adalah dari pasien itu sendiri.

Beberapa pasien teridentifikasi mengalami berbagai gejala lama bahkan setelah mereka dinyatakan sembuh dari infeksi virus.

Melansir ABC News, kebanyakan pasien pulih dalam beberapa minggu. Untuk orang-orang yang mengalami efek jangka panjang, masalah yang paling umum adalah sering mengalami kelelahan, sakit kepala, kecemasan dan nyeri otot yang dapat bertahan setidaknya untuk beberapa minggu lagi.

Pasien yang membutuhkan perawatan intensif, termasuk yang menggunakan ventilator atau dialisis ginjal, dapat mengalami masalah yang lebih serius.

Luka pada paru-paru dapat terjadi pada orang yang menderita pneumonia.

Peradangan jantung, detak jantung tidak teratur, dan memburuknya fungsi ginjal dan hati juga telah dilaporkan.

Namun, masih terlalu dini untuk menyimpulkan apakah serangkaian efek tersebut bisa menimbulkan masalah permanen.

Baca juga: Kisah Juno, Survivor yang Berjuang Melawan Covid-19 Selama 91 Hari

Sejauh ini tidak permanen

Ilustrasi pasien Covid-19 yang sembuh dari infeksi virus corona SARS-CoV-2 mendonorkan plasma darahnya untuk terapi plasma konvalense. Ilustrasi pasien Covid-19 yang sembuh dari infeksi virus corona SARS-CoV-2 mendonorkan plasma darahnya untuk terapi plasma konvalense.
Korban yang telah lama menjalani perawatan intensif kadang-kadang membutuhkan terapi oksigen atau dialisis di rumah.

Beberapa juga mengalami kondisi yang disebut sindrom pasca perawatan intensif, yang mencakup pelemahan kekuatan otot yang persisten dan masalah memori.

Masalah tersebut bisa terjadi setelah menderita penyakit kritis dan mungkin terkait dengan obat-obatan bersifat sedatif dan perawatan yang lama selama rawat inap.

Gumpalan darah juga diketahui dapat terbentuk selama dan setelah infeksi COVID-19, kadang-kadang gumpalan darah ini menyebabkan stroke.

Bahkan, dalam beberapa kasus, obat pengencer darah perlu diresepkan dan pasien harus melakukan perubahan gaya hidup untuk mengurangi risiko perdarahan.

Dr. Thomas McGinn dari Feinstein Institutes for Medical Research di New York, menyebut bahwa seiring berjalannya waktu gejala-gejala tersebut akhirnya menghilang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com