Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan di Balik Demo Besar Menuntut Kematian George Floyd di AS

Kompas.com - 07/06/2020, 07:03 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Meski demikian, semakin besar gerakan mendukung kesederajatan itu, maka ketakutan orang kulit putih akan previlege-nya direbut pun semakin besar.

Baca juga: Unjuk Rasa Kasus George Floyd dan Kekhawatiran Klaster Baru Covid-19 di AS...

"Katakanlah sekarang ini pasti ada langkah maju, tapi langkah maju itu bukan tidak akan mengakibatkan munculnya back clash. Itu ibarat gelombang, semakin keras hempasannya maka akan muncul gelombang balik yang juga besar," kata Munjid.

Selain itu, ketimpangan ekonomi yang terjadi selama pandemi juga menjadi salah satu pemicu gelombang demonstran itu.

Munjid mengatakan, sebuah laporan yang dikeluarkan minggu lalu menyebutkan, harta orang-orang kaya di AS justru meningkat berkali lipat selama dua bulan pandemi.

Hal itu bertolak belakang dengan banyaknya warga AS yang kehilangan pekerjaan dan angka pengangguran yang meningkat tajam.

"Itu kan menunjukkan struktur ekonomi yang sangat timpang," kata Munjid.

Isu rasial di AS

Mengapa rasisme masih terjadi di AS dan bisa memicu gelombang aksi besar seperti ini?

Menurut Munjid, masalah rasisme di Amerika sangatlah kompleks.

Para presiden AS, kata dia, menekankan penyelesaian isu rasial ini dengan cara masing-masing.

Akan tetapi, hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Gerakan-gerakan mendukung kesetaraan pun seringkali dilakukan. Namun, ketika gerakan itu membesar, perlawanan besar juga datang dari ultra nasional kulit putih karena khawatir hak istimewa mereka direnggut.

"Ibarat gelombang, semakin keras hempasannya maka akan muncul gelombang balik yang juga besar," kata Munjid.

Dia mencontohkan, kemenangan Barack Obama sebagai capaian gerakan kesetaraan di AS. Kemenangan itu kemudian "dibayar" dengan kemengan Donald Trump yang anti dengan itu.

Munjid pun menyinggung pidato pendeta Al Sharpton pada upacara pemakaman George Floyd yang disebutnya menggambarkan kondisi di AS saat ini.

"Berulang kali dia mengatakan, 'Sebenarnya kami orang-orang African American mampu dalam bidang pendidikan, tapi karena leher kami ditekan dengan lutut kalian, kami enggak bisa melakukan itu'" kata dia.

Oleh karena itu, ia menilai, apa yang terjadi pada George Floyd dibaca secara simbolik bahwa sekian ratusan tahun dari masa perbudakan sampai sekarang, orang kulit hitam selalu dicurigai. 

"Dengan melihat sejarah panjang itu, enggak mungkin kita berharap akan langsung semua berubah dalam waktu segera," ujar Munjid.

Baca juga: Israel Adesanya Ungkap Ketakutan Warga Kulit Putih saat Pidato Aksi George Floyd

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Tren
4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

Tren
Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Tren
Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Tren
Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com