Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Unjuk Rasa Kasus George Floyd dan Kekhawatiran Klaster Baru Covid-19 di AS...

Kompas.com - 06/06/2020, 13:05 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sudah lebih dari seminggu sejak warga Amerika Serikat pertama kali melakukan protes di berbagai penjuru kota sebagai bentuk dukungan atas kasus yang dialami oleh George Floyd.

Virus corona yang masih menjadi pandemi di dunia tampak dikesampingkan oleh kebanyakan orang setelah melihat video yang menunjukkan kejadian yang dialami George Floyd.

Terlepas dari protes yang terjadi, pandemi virus corona masih terus berlangsung.

Sejak Minggu (31/5/2020), ada lebih dari 4.000 kematian yang dilaporkan terjadi di AS.

Dari jumlah tersebut, 1.036 di antaranya terjadi antara Kamis (4/6/2020) dan Jumat (5/6/2020).

Melansir data John Hopkins University, hingga Jumat (5/6/2020), virus ini telah menginfeksi lebih dari 108.000 orang di AS dan menginfeksi lebih dari 1,8 juta orang di dunia.

Baca juga: Ahli Ingatkan Potensi Penularan Virus Corona dalam Aksi Demonstrasi di AS

Kekhawatiran akan lonjakan kasus

Dengan protes yang masih terus terjadi, pihak berwenang pun mengkhawatirkan bahwa jumlah kasus infeksi akan meningkat setelah protes ini.

Mereka juga mengimbau para pengunjuk rasa turut menjalani pemeriksaan.

Sebab, sejumlah lokasi pemeriksaan ditutup akibat unjuk rasa ini, termasuk di Los Angeles, Philadelphia, dan Jacksonville, Florida.

"Berdasarkan cara penyakit ini menyebar, ada alasan untuk memperkirakan bahwa kita akan melihat klaster baru dan wabah baru yang potensial untuk terjadi," kata Jenderal Bedah Dr Jerome Adams sebagaimana dikutip CNN, Jumat (5/6/2020).

Sementara itu, menurut Dr Sanjay Gupta, dampak dari protes yang terjadi pada tingkat infeksi dan rumah sakit akan muncul dalam waktu tiga hingga empat minggu ke depan.

Meski demikian, ia menyebut bahwa protes yang dilakukan di luar ruangan bisa jadi membuat risiko transmisi virus lebih rendah.

"Udara luar ruangan melarutkan virus dan mengurangi paparan infeksi yang mungkin terjadi di sana. Jika angin bertiup, itu akan semakin melemahkan virus di udara," kata Ahli Penyakit Menular di Vanderbilt University Dr William Schaffnerr seperti dikutip New York Times, Kamis (4/6/2020).

Selain itu, menurut dia, kerumunan didominasi oleh orang-orang berusia muda yang diketahui cenderung mengalami gejala ringan jika sakit. 

Akan tetapi, mereka juga memiliki risiko untuk menularkan virus ke keluarga atau orang lain yang lebih tua dan rentan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com