Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Kelahiran Soekarno, Sosok dan Ajarannya

Kompas.com - 06/06/2020, 11:52 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari ini, 119 tahun lalu, tepatnya 6 Juni 1901, bapak proklamator Indonesia yang juga Presiden RI pertama, Ir. Soekarno dilahirkan.

Soekarno atau akrab disapa Bung Karno meninggal pada 21 Juni 1970 di Jakarta. Dia meninggal dalam usia 69 tahun.

Kelahirannya diketahui lewat biografi Soekarno yang ditulis oleh Cindy Adams, dengan judul Soekarno Penyambung Lidah Rakyat (cetakan pertama 1965).

Baca juga: Jadwal TVRI, Senin 1 Juni: Ada Film Soekarno Merenungkan Pancasila

Saat-saat kelahiran

Cindy Adams melukiskan saat-saat kelahiran Bung Karno dalam buku tersebut.

"Bersamaan dengan kelahiranku, menyingsinglah fajar dari suatu hari yang baru. Menyingsing pulalah fajar dari satu abad yang baru, karena aku dilahirkan di tahun 1901," tulis Cindy dalam biografi Bung Karno yang dikutip Harian Kompas, Kamis 6 Juni 1991.

Bung Karno juga menyebutkan apa yang pernah dilakukan oleh ibunya. Pada waktu itu dirinya baru berumur beberapa tahun.

Dia terbangun bersama ibunya sesaat sebelum matahari terbit. Mereka berdua duduk di dalam kegelapan pada beranda rumahnya yang kecil.

Lalu, ibunya segera memandang ke arah timur. Dengan sabar wanita Bali yang bersuamikan seorang guru Jawa ini menunggu matahari muncul naik ke langit.

Sang ibu mengulurkan kedua tangan, meraih tubuh kecil Soekarno, dan segera memeluknya dengan tenang.

Lewat suara lunak, ibu ini langsung berbisik, "Engkau sedang memandang fajar nak. Ini kukatakan kepadamu, kelak engkau menjadi orang yang mulia. Engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita, karena ibu melahirkanmu jam setengah enam pagi di saat fajar mulai menyingsing."

Ibunya melanjutkan, bahwa orang Jawa percaya bahwa seseorang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya ditakdirkan terlebih dahulu.

Dia membisikkan juga pada Soekarno kecil untuk jangan melupakan pesan itu.

"Jangan sekali-kali kau lupakan nak, bahwa engkau ini putera dari sang fajar," ujarnya.

Baca juga: Pancasila Sebagai Dasar Negara Menurut Soekarno

Tempat dan tanggal lahir

Dilansir Kompas.com, Senin (6/6/2016), Bung Karno menurut biografi itu lahir di Surabaya. Meski begitu, versi yang selama ini beredar pada era Orde Baru menyebut Bung Karno lahir di Blitar.

Ada beberapa versi mengenai kelahiran Bung Karno. Seperti diungkap Historia, berdasarkan buku induk mahasiswa Hogeschool (sekarang Institut Teknologi Bandung), Bung Karno lahir di Surabaya 6 Juni 1902.

Sementara itu Harian Kompas, Senin (5/10/1970), menyebutkan ada kemungkinan Bung Karno lahir sebelum 23 Mei 1901. Disebutkan bahwa kelahiran Bung Karno ditandai dengan letusan Gunung Kelud pada 23 Mei 1901.

Namun, meski ada beragam versi mengenai kelahiran Soekarno, telah disepakati bahwa kelahirannya bulan Juni. Hal itu diklaim oleh PDIP dan menjadikan bulan Juni sebagai Bulan Bung Karno.

Sosok Bung Karno

Bung Karno merupakan salah satu contoh terbaik dari seseorang yang berani mengambil risiko.

Sebagai seorang sarjana teknik pada tahun 20-an ketika sebagian besar rakyatnya masih belum sempat mengenyam pendidikan, dia sudah mengambil risiko besar dengan tidak sudi bekerja sama dengan penjajah.

Baca juga: Rumusan Dasar Negara Menurut Soekarno

Padahal secara pribadi Bung Karno mungkin lebih terjamin kehidupannya sampai ke anak cucunya, kalau bersedia bekerjasama dengan Belanda.

Dikutip Harian Kompas, Selasa (6/6/2006), Bung Karno mewariskan bangsanya dengan berbagai ajaran yang digalinya sejak ia berjuang pada usia muda.

Namun, jika diteliti secara saksama, ajaran pokok yang selalu didengung-dengungkan hingga menjelang wafatnya adalah persatuan bangsa.

Presiden Soekarno menyerukan persatuan salah satunya pada sambutannya di sidang kabinet 15 Januari 1966 di Istana Merdeka.

"Bangsa harus menjadi bangsa yang kuat dan besar. Oleh karena itulah belakangan ini selalu saya menangis, bahkan donder-donder, marah-marah. He, bangsa Indonesia, jangan gontok- gontokan!" kata Bung Karno.

Ketika Pancasila masih dalam tahap draf, persatuan Indonesia dijadikan sila pertama. Tanpa persatuan, kata Bung Karno, suatu bangsa mustahil bisa maju membangun dirinya.

Ia kerap menyitir ucapan Arnold Toynbee bahwa "A great civilization never goes down unless it destroy itself from within".

Juga ucapan Abraham Lincoln, "A nation divided against itself, cannot stand". Mana ada bangsa yang bisa bertahan jika terpecah belah di dalamnya?

Baca juga: Dualisme Kepemimpinan Nasional antara Soekarno dan Soeharto

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com