Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca dari Indira Khalista, Mengapa Masih Banyak Masyarakat yang Ogah Pakai Masker?

Kompas.com - 15/05/2020, 12:49 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah video menampilkan tayangan mengenai tanya jawab dari YouTuber Gritte Agatha dengan Indira Khalista berujung viral di media sosial Twitter pada Kamis (14/5/2020).

Dalam video tersebut, Indira mengungkapkan, dirinya jarang memakai masker untuk pencegahan penularan virus corona.

Selain itu, Indira juga mengaku tidak mencuci tangan ketika hendak makan, padahal ia telah memegang sejumlah barang di mal.

Baca juga: Harga Masker dan Hand Sanitizer Kembali Normal, Apa Saja Faktor Penyebabnya?

"Aku jarang pakai masker, kalau sheetmask aku pakai setiap hari ya, kalau masker yang udara-udara gitu aku enggak pakai, kecuali kalau udah ditegur 'bu, itu maskernya dipakai'. Tapi, kalau enggak ditegur ya kita lepas lagi, ini mampet sayang banget ditutup-tutup. Ini sesek dada, udah sesek," ujar Indira dalam video.

"Terus kalau habis ke mall atau dari pasar itu setelah pegang macem-macem, misal abis beli makanan nih dari ojek online, itu aku enggak cuci tangan udah makan aja terserah. Allahualam lu kena corona kek kena penyakit demam berdarah, semua bisa mati," lanjut Indira.

Adapun video ini diunggah oleh akun Twitter @putpuwi dan masih menjadi viral di media sosial bericon burung itu.

"Sgt disayangkan seorang public figure yg punya subscribers 2 jt orang bisa mengeluarkan statement spt ini. You are not funny at all," tulis akun @putpuwi.

Baca juga: Tak Pakai Masker di Thailand Bisa Dikenai Denda Rp 9,8 Juta

Hingga Kamis (14/5/2020) malam, unggahan tersebut telah diretwit sebanyak 12.200 kali dan telah disukai sebanyak lebih dari 25.700 kali oleh pengguna Twitter lainnya.

Baca juga: Bisa Dipraktikkan, Masker Kain Homemade Rekomendasi ITB

Berkaca dari unggahan video viral itu, mengapa masih ada masyarakat yang enggan melindungi diri sendiri maupun orang lain dengan menggunakan masker?

Direktur Pusat Studi Psikologi Bencana dari Universitas Surabaya Listyo Yuwanto mengungkapkan, ada sejumlah faktor yang membuat orang enggan menggunakan masker yakni perilaku sosial hingga keyakinan akan nasib.

"Faktor-faktor yang membuat orang enggan menggunakan masker antara lain, perilaku sosial, persepsi terhadap ancaman penyakit, persepsi terhadap variabel demografi memiliki peran, berfokus pada kenyamanan kesehatan, budaya reaktif, ketidaktegasan penerapan protokoler pencegahan, dan keyakinan akan nasib," ujar Listyo saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/5/2020).

Berikut pemaparan dari beberapa faktor tersebut.

Perilaku sosial

Warga menggunakan masker saat melaksanakan shalat tarawih di Masjid Agung Al-Araf, Lebak,  Banten, Rabu (23/4/2020). Warga setempat tetap menjalankan ibadah shalat tarawih berjamaah di masjid dengan mengikuti protokol kesehatan meski Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau masyarakat tidak melaksanakan shalat berjamaah di masjid selama ramadhan. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/aww.ANTARA FOTO/MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS Warga menggunakan masker saat melaksanakan shalat tarawih di Masjid Agung Al-Araf, Lebak, Banten, Rabu (23/4/2020). Warga setempat tetap menjalankan ibadah shalat tarawih berjamaah di masjid dengan mengikuti protokol kesehatan meski Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau masyarakat tidak melaksanakan shalat berjamaah di masjid selama ramadhan. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/aww.

Listyo mengungkapkan, di negara kita bukan termasuk negara yang perilaku sosial masyarakatnya terbiasa menggunakan masker dalam kondisi tertentu.

Misalnya tidak ada kebiasaan masyarakat dalam berkendara menggunakan masker, saat sakit menggunakan masker, saat banyak polusi udara menggunakan masker.

Jadi, perilaku sosial masyarakat kita terbiasa tanpa menggunakan masker.

"Saat harus menggunakan masker sebagai pengurang risiko terpapar Covid tidak terbiasa dengan hal itu, sehingga hal ini menjadi penghambat tindakan preventif kesehatan yang telah direkomendasikan," ujar Listyo.

Baca juga: Berikut 5 Gejala Virus Corona Ringan yang Tak Boleh Diabaikan

Persepsi terhadap ancaman (threat) penyakit

Pengunjung mengenakan masker saat mendatangi taman hiburan Disneyland, Shanghai, China, yang baru dibuka kembali, Senin (11/5/2020). Shanghai Disneyland resmi kembali dibuka setelah ditutup selama 4 bulan akibat pandemi virus corona.AFP/HECTOR RETAMAL Pengunjung mengenakan masker saat mendatangi taman hiburan Disneyland, Shanghai, China, yang baru dibuka kembali, Senin (11/5/2020). Shanghai Disneyland resmi kembali dibuka setelah ditutup selama 4 bulan akibat pandemi virus corona.

Berdasarkan pada kerangka teori Helath Belief Model, mereka yang tidak menggunakan masker umumnya menilai Covid-19 bukan ancaman serius, sehingga enggan mengikuti protokoler pengurangan risiko Covid termasuk menggunakan masker.

"Persepsi ini tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan terkait ancaman covid dan adanya lay belief (keyakinan yang tidak tepat) bahwa dirinya kuat dan tidak akan terkena covid sehingga tidak menggunakan masker," terang Listyo.

Persepsi terhadap variabel demografi

Kemudian, dalam faktor persepsi terhadap variabel demografi yakni memiliki peran bahwa pandangan bahwa Covid-19 rentan bagi mereka yang lansia, rentan bagi mereka yang mengidap penyakit tertentu terutama pernafasan.

Oleh karena itu, mereka yang masih muda dan tidak mengalami gangguan tidak akan terkena sehingga tidak memerlukan menggunakan masker.

Baca juga: Kenali Tanda dan Gejala Infeksi Virus Corona pada Anak-anak

Berfokus pada kenyamanan daripada kesehatan

Warga menggunakan masker saat mengendarai sepeda motor di Jl. Letjen S. Parman, Jakarta Barat, Senin (4/5/2020). Provinsi DKI Jakarta memasuki pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diperpanjang ke tahap kedua. Tujuan PSBB ini adalah untuk menekan penyebaran virus corona (Covid-19).KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Warga menggunakan masker saat mengendarai sepeda motor di Jl. Letjen S. Parman, Jakarta Barat, Senin (4/5/2020). Provinsi DKI Jakarta memasuki pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diperpanjang ke tahap kedua. Tujuan PSBB ini adalah untuk menekan penyebaran virus corona (Covid-19).

Faktor lain yang memengaruhi yakni adanya fokus pada kenyamanan ketimbang kesehatan.

Terkait hal ini, Listyo menyampaikan, menggunakan masker memang ada kendala apalagi tidak terbiasa menggunakannya, seperti bernafas tidak bebas, berbicara tidak terlalu jelas suaranya karena terhalang, kemudian ada tali yang menempel di telinga, atau menutup bagian muka.

Hal-hal ini kemudian menjadi dasar penggabaian penggunaan masker yang tentunya lebih berorientasi pada tindakan preventif gangguan kesehatan.

Dengan demikian penilaian untung rugi personal menggunakan masker menjadi faktor pertimbangan yang penting.

Baca juga: Kenali Tanda dan Gejala Infeksi Virus Corona pada Anak-anak

Budaya reaktif

Selanjutnya, faktor yang membuat orang enggan memakai masker yakni masyarakat kita sudah terkenal dengan budaya reaktifnya, yaitu apabila terkena baru akan bereaksi.

"Penggunaan masker sebagai preventif biasanya baru akan digunakan apabila lingkungan sekitar ada yang sudah terkena Covid-19, atau ketika diri sudah terkena selalu muncul penyesalan seandainya dulu pakai masker tidak akan mengalami gangguan kesehatan," terang Listyo.

Baca juga: Kenali Masa Inkubasi Virus Corona di Dalam Tubuh, Berapa Lama?

Penerapan protokoler pencegahan tidak tegas

Petugas medis dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin melakukan Rapid Test terhadap salah satu pedagang di Pasar Sentra Antasari, Kamis (14/5/2020). Hasilnya ditemukan 46 pedagang yang dinyatakan reaktif terhadap Covid 19.KOMPAS.com/ANDI MUHAMMAD HASWAR Petugas medis dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin melakukan Rapid Test terhadap salah satu pedagang di Pasar Sentra Antasari, Kamis (14/5/2020). Hasilnya ditemukan 46 pedagang yang dinyatakan reaktif terhadap Covid 19.

Tak hanya itu, dari faktor ketidakpatuhan juga dimungkinkan dengan adanya ketidaktegasan.

Misalnya tanpa teguran atau sanksi bagi mereka yang tidak menggunakan maka akan muncul persepsi bahwa penggunaan masker adalah sebuah pilihan bagi individu dan individu yang akan menentukan menggunakan masker atau tidak.

"Sehingga akan berdampak pada persepsi bahwa sebenarnya penggunaan masker tidak terlalu penting dan yang lebih parah adalah persepsi bahwa Covid adalah tidak menakutkan atau tidak bisa dikurangi risiko paparannya dengan menggunakan masker," katanya lagi.

Keyakinan akan nasib

Dalam hal ini, Listyo menambahkan bahwa ada faktor "keyakinan akan nasib" yang juga berpengaruh pada ketidakmauan seseorang untuk menggunakan masker.

Artinya, hidup mati sehat sakit ditentukan faktor nasib.

"Jadi menggunakan atau tidak menggunakan masker tergantung nasib bisa terkena atau tidak terkena Covid. Apabila sudah seperti itu keyakinannya maka ada kecenderungan tidak akan menggunakan masker," imbuh dia.

Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Gejala Baru Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Lolos ke Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Hentikan Rekor Korsel Lolos ke Olimpiade

Lolos ke Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Hentikan Rekor Korsel Lolos ke Olimpiade

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com