Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Mengabaikan Pandemi demi Ekonomi

Kompas.com - 11/05/2020, 09:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


LARANGAN mudik bagi ASN, TNI/Polri dan pegawai BUMN sudah kita lakukan. Pada rapat hari ini saya ingin menyampaikan, bahwa mudik semuanya akan kita larang.”

Pernyataan itu disampaikan Presiden Joko Widodo pada Selasa (21/4/2020). Sementara, kebijakan larangan mudik mulai diberlakukan tiga hari setelahnya, yakni Jumat (24/4/2020).

Aparat bergerak cepat. Mereka langsung menutup atau melakukan penyekatan sejumlah ruas jalan yang menjadi jalur warga pulang ke kampung halaman.

Berdasarkan data Korlantas Polri, ada 30,193 kendaraan pemudik yang disuruh putar balik selama 12 hari pelaksanaan aturan larangan mudik.

Sejumlah kalangan menyambut baik keputusan larangan mudik ini. Banyak yang berharap, kebijakan ini akan menekan laju pandemi. Meski semua sadar, langkah pemerintah ini membawa dampak ekonomi dan memukul para pelaku bisnis transportasi.

Namun, baru dua pekan berjalan, kebijakan ini sudah ‘dievaluasi’. Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi menyatakan, semua moda transportasi diperbolehkan kembali beroperasi mulai Kamis (7/5/2020).

Relaksasi moda transportasi

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan, semua moda transportasi akan diperbolehkan kembali beroperasi dengan sejumlah syarat yang harus dipenuhi.

Kebijakan itu diambil sebagai tindak lanjut atas Surat Edaran Menko Perekonomian agar Kemenhub memberi kelonggaran moda transportasi kembali beroperasi. Kemenhub berdalih, kebijakan ini diambil agar perekonomian nasional tetap berjalan.

Meski Kemenhub buru-buru menyatakan bahwa aturan ini tak menghapus larangan mudik, namun kebijakan tersebut sudah telanjur membuat bingung publik.

Karena, meski mensyaratkan sejumlah kriteria, kebijakan ini membolehkan orang untuk keluar masuk zona merah atau wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Salah satu kriteria yang bisa menggunakan moda transportasi adalah pejabat negara.

Petugas Dishub melakukan mengecek suhu tubuh pengendara mobil yang masuk ke Palangkaraya di Jalur Trans Kalimantan Sebangau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (30/4). Makna Zaezar/Antara Petugas Dishub melakukan mengecek suhu tubuh pengendara mobil yang masuk ke Palangkaraya di Jalur Trans Kalimantan Sebangau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (30/4).

Selain pejabat negara, mereka yang mendapat kelonggaran adalah petugas yang mendistribusikan kebutuhan logistik, orang yang bekerja pada pelayanan bidang pertahanan, keamanan, dan ketertiban umum seperti kesehatan, kebutuhan dasar, pendukung layanan dasar, fungsi ekonomi, dan percepatan penanganan Covid-19.

Pasien yang membutuhkan penanganan medis dan warga yang memiliki kepentingan mendesak juga diperbolehkan untuk bepergian atau pulang. Juga WNI dan pelajar dari luar negeri yang akan pulang ke kampung halaman.

Melonggarkan PSBB

Tak hanya mengizinkan moda transportasi kembali beroperasi, pemerintah juga berencana melonggarkan PSBB.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam cuitannya di media sosial menyatakan, akan ada relaksasi PSBB.

Setali tiga uang, rencana melonggarkan PSBB ini juga dilakukan agar kegiatan perekonomian tetap berjalan.

Pemerintah dikabarkan sudah menyusun road map terkait rencana pemulihan ekonomi dengan melonggarkan PSBB ini.

Salah satunya adalah membuka kembali operasional industri dan jasa bisnis ke bisnis (B2B). Selain itu, toko, pasar, dan mal juga akan diperbolehkan beroperasi kembali.

Pemerintah menargetkan Agustus 2020 seluruh kegiatan ekonomi sudah berjalan normal.

Pandemi (bisa) tak terkendali

Keputusan membolehkan moda transportasi beroperasi dan rencana melonggarkan PSBB mendapat sorotan dari sejumlah kalangan. Kebijakan ini seolah memunggungi upaya pemerintah dalam menangani pandemi.

Pasalnya, langkah ini bertolak belakang dengan perintah Presiden Jokowi agar kurva kasus Covid-19 turun pada Mei 2020 ini. Kebijakan ini juga bertentangan dengan rencana lima fase pemulihan Covid-19.

Pemerintah terkesan tidak konsisten dan tidak tegas. Ulah pemerintah ini bisa membuat Covid-19 makin merajalela dan mewabah ke daerah.

Petugas memakamkan jenazah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) COVID-19 di lahan khusus pemakaman di Tarakan, Kalimantan Utara, Senin (4/5/2020). Sedikitnya lima jenazah PDP COVID-19 telah dimakamkan di pemakaman khusus yang disediakan Pemkot Tarakan tersebut. ANTARA FOTO/Fachrurrozi/zk/pras.ANTARA FOTO/FACHRURROZI Petugas memakamkan jenazah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) COVID-19 di lahan khusus pemakaman di Tarakan, Kalimantan Utara, Senin (4/5/2020). Sedikitnya lima jenazah PDP COVID-19 telah dimakamkan di pemakaman khusus yang disediakan Pemkot Tarakan tersebut. ANTARA FOTO/Fachrurrozi/zk/pras.

Kebijakan ini juga bertentangan dengan fakta jumlah kasus Covid-19 yang terus bertambah.

Berdasarkan keterangan Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, hingga Minggu (10/5/2020) jumlah pasien positif virus Corona di Tanah Air mencapai 14.032 orang. Sementara 973 orang sudah kehilangan nyawa akibat virus ini.

Kebijakan membolehkan moda transportasi kembali beroperasi berpotensi memicu penyebaran kasus Covid-19 karena penyebaran virus corona mengikuti lalu lalang orang.

Berpindahnya orang dari satu wilayah ke wilayah lain sama saja dengan memindahkan dan menyebarkan virus ini.

Kebijakan ini seolah mempersilakan virus corona semakin menggila dan menyebar ke seluruh Indonesia. Celakanya, tak banyak daerah yang memiliki fasilitas kesehatan dan sarana penanganan Covid-19 memadai.

Mengapa pemerintah membolehkan moda transportasi beroperasi kembali? Bagaimana implementasi dari kebijakan ini? Bagaimana cara pemerintah memastikan tak ada pelanggaran? Apa dampak dari kebijakan ini?

Apa benar pemerintah akan melonggarkan PSBB? Bagaimana teknisnya?

Apa benar kebijakan membolehkan moda transportasi beroperasi dan pelonggaran PSBB semata-mata karena alasan ekonomi?

Apakah upaya pemerintah memulihkan ekonomi ini sebanding dengan potensi semakin meledaknya pandemi?

Ikuti pembahasannya dalam talkshow Dua Arah, Senin (11/5/2020) yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 22.00 WIB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com