Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adakah Potensi SARS-CoV-2 Bermutasi Menjadi Virus yang Lebih Berbahaya?

Kompas.com - 11/05/2020, 09:11 WIB
Retia Kartika Dewi,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Virus corona jenis baru atau SARS-CoV-2 terus menyebar di hampir seluruh negara di dunia.

Menurut data real time Covid-19, Worldometers, hingga Minggu (10/5/2020), kasus infeksi virus corona di dunia mencapai 4,1 juta kasus.

Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa virus corona jenis baru penyebab Covid-19 itu akan bermutasi menjadi bentuk yang lebih mudah menular, lebih berbahaya, atau keduanya, sehingga berpotensi membuat krisis kesehatan global semakin parah.

Apa saja yang perlu diketahui mengenai mutasi dari virus corona?

Dilansir dari The Guardian, 10 Mei 2020, semua virus bermutasi, termasuk SARS-CoV-2.

Mutasi terjadi ketika virus mereplikasi di dalam sel dan ada kesalahan dalam menyalin kode genetiknya.

Tidak seperti manusia yang gen-gennya ditulis dalam DNA beruntai ganda, gen virus corona dilakukan dengan RNA beruntai tunggal.

Baca juga: Ahli: Mutasi Virus Corona Sesuatu yang Wajar, Ini Sebabnya

Kecepatan virus bermutasi

Mutasi virus corona sebenarnya dinilai cukup stabil. Para ilmuwan telah menganalisis sekitar 13.000 sampel di Inggris sejak pertengahan Maret 2020.

Hasilnya, menemukan bahwa mutasi baru muncul kira-kira dua kali sebulan.

Adapun tingkat mutasi penting karena semakin cepat virus bermutasi, semakin cepat ia mengubah perilaku.

Virus yang berkembang cepat bisa menjadi lebih sulit untuk dibuat vaksin yang akan melawannya.

Sebab, vaksin yang dikembangkan dari bagian-bagian virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, mungkin telah berubah.

Hal ini juga pernah terjadi pada influenza. Virus penyebab influenza bermutasi begitu cepat, sehingga kita membutuhkan vaksin yang berbeda setiap tahun.

Mutasi terjadi secara kebetulan dalam sepanjang waktu. Sebagian besar memiliki efek yang kecil, dan beberapa justru menghambat virus.

Tetapi seiring waktu mutasi tunggal atau ganda, berpotensi menumpuk gen yang membuat virus lebih berhasil dengan menyebar lebih mudah.

Mutasi juga dapat membuat virus lebih berbahaya, misalnya dengan membuatnya lebih menginfeksi sel.

Baca juga: Ilmuwan Temukan Mutasi Langka Virus Corona SARS-CoV-2, Ini Penjelasannya

Bagaimana virus corona bervariasi di seluruh dunia?

Ilustrasi virus coronaShutterstock Ilustrasi virus corona
Kode genetik dari virus corona di seluruh dunia menunjukkan bahwa virus tersebut terbagi menjadi beberapa kelompok saat menyebar.

Para peneliti di Jerman mengidentifikasi tiga kelompok genetik utama virus pada bulan April, yang mereka beri nama A, B, dan C.

Kelompok A dan C sebagian besar ditemukan di Eropa dan Amerika, sedangkan kelompok B paling umum muncul di Asia Timur.

Tetapi, ada kelompok yang lebih kecil juga, yang dapat digunakan para ilmuwan untuk melacak infeksi kembali ke sumber virus, dan akhirnya kembali ke daerah seperti Wuhan atau Italia utara.

Baca juga: Ilmuwan China: Kemampuan Agresif Mutasi Virus Corona Masih Diremehkan

Mutasi apa yang telah dikembangkan oleh virus?

Sejumlah mutasi virus corona telah menarik perhatian para ilmuwan.

Para peneliti di London School of Hygiene dan Tropical Medicine mempelajari lebih dari 5.000 genona virusckorona dari seluruh dunia dan menemukan beberapa mutasi yang mungkin menjadi bukti virus beradaptasi dengan manusia.

Dua mutasi berada dalam lonjakan protein penting yang digunakan virus untuk menyerang sel. Namun, lonjakan ini jarang terjadi.

Seorang profesor penyakit menular yang juga penulis senior pada penelitian ini, Martin Hibberd, mengatakan, perlu pengawasan global terhadap virus.

Mutasi baru virus membantu penyebarannya dan apakah vaksin perlu dirancang ulang.

Dalam studi pendahuluan lain, para ilmuwan di Universitas Sheffield dan Laboratorium Nasional Los Alamos di New Mexico menemukan mutasi serupa pada lonjakan protein yang diklaim oleh penulis dapat membantu penyebaran infeksi.

Sementara itu, ilmuwan lain percaya masih terlalu dini untuk mengetahui apakah ada mutasi yang membantu virus berkembang.

Baca juga: 6 Fakta dan Mitos Virus Corona, dari Mutasi hingga Periode Inkubasi 14 Hari

Prof Nick Loman dari University of Birmingham mengatakan, semua virus corona sangat mirip dan virus dengan mutasi tertentu dapat meningkat di berbagai daerah karena berbagai alasan.

Faktor utama adalah virus yang mendapatkan pijakan terlebih dahulu, yang disebut efek pendiri, yang mungkin mengarah pada rencana perjalanan (menginfeksi) satu orang daripada adaptasi virus.

“Dari sudut pandang orang-orang yang secara wajar peduli dengan pandemi ini, saya yakin tidak masalah mutasi apa yang dimiliki virus. Itu bukan virus yang baik," ujar . "Kami melihat apakah ada mutasi yang mengubah perilaku dan kami tidak punya bukti untuk itu," ujar Loman.

"Kami melihat apakah ada mutasi yang mengubah perilaku virus atau tidak dan kami tidak punya bukti untuk itu," lanjut dia.

Hal lain dari mutasi yang perlu diketahui

Ketika para ilmuwan mempelajari lebih lanjut tentang susunan genetika dari virus corona, mereka dapat menggunakan informasi tersebut untuk melacak infeksi seseorang ke kelompok terdekat dan pada akhirnya kembali ke asalnya.

Tindakan tersebut dapat berguna untuk melacak wabah dan menemukan infeksi yang baru diimpor.

Tetapi, pemantauan intensif juga akan menandai bagaimana virus bermutasi dan memperoleh resistensi terhadap dan obat-obatan dan vaksin yang digunakan di masa depan.

"Ketika vaksin itu tersedia, kita mengharapkan untuk melihat mutasi fungsional seperti halnya dengan resistensi antibiotik pada bakteri," kata Loman.

Baca juga: Para Ilmuwan Islandia Temukan 40 Mutasi Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Ramai soal Uang Rupiah Diberi Tetesan Air untuk Menguji Keasliannya, Ini Kata BI

Ramai soal Uang Rupiah Diberi Tetesan Air untuk Menguji Keasliannya, Ini Kata BI

Tren
Benarkah Pegawai Kontrak yang Resign Dapat Uang Kompensasi?

Benarkah Pegawai Kontrak yang Resign Dapat Uang Kompensasi?

Tren
Peneliti Ungkap Hujan Deras Dapat Picu Gempa Bumi, Terjadi di Perancis dan Jepang

Peneliti Ungkap Hujan Deras Dapat Picu Gempa Bumi, Terjadi di Perancis dan Jepang

Tren
Pengguna Jalan Tol Wajib Daftar Aplikasi MLFF Cantas, Mulai Kapan?

Pengguna Jalan Tol Wajib Daftar Aplikasi MLFF Cantas, Mulai Kapan?

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Kekeringan Juni-November 2024, Ini Daftar Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Kekeringan Juni-November 2024, Ini Daftar Wilayahnya

Tren
Ada Potensi Kekeringan dan Banjir secara Bersamaan Saat Kemarau 2024, Ini Penjelasan BMKG

Ada Potensi Kekeringan dan Banjir secara Bersamaan Saat Kemarau 2024, Ini Penjelasan BMKG

Tren
Pengakuan Istri, Anak, dan Cucu SYL soal Dugaan Aliran Uang dari Kementan

Pengakuan Istri, Anak, dan Cucu SYL soal Dugaan Aliran Uang dari Kementan

Tren
Biaya Maksimal 7 Alat Bantu Kesehatan yang Ditanggung BPJS, Ada Kacamata dan Gigi Palsu

Biaya Maksimal 7 Alat Bantu Kesehatan yang Ditanggung BPJS, Ada Kacamata dan Gigi Palsu

Tren
Kronologi Mayat Dalam Toren Air di Tangsel, Diduga Tetangga Sendiri

Kronologi Mayat Dalam Toren Air di Tangsel, Diduga Tetangga Sendiri

Tren
Daftar Negara Barat yang Kutuk Serangan Israel ke Rafah, Ada Perancis Juga Jerman

Daftar Negara Barat yang Kutuk Serangan Israel ke Rafah, Ada Perancis Juga Jerman

Tren
Apa Itu Indeks Massa Tubuh? Berikut Pengertian dan Cara Menghitungnya

Apa Itu Indeks Massa Tubuh? Berikut Pengertian dan Cara Menghitungnya

Tren
Berapa Detak Jantung Normal Berdasarkan Usia? Simak Cara Mengukurnya

Berapa Detak Jantung Normal Berdasarkan Usia? Simak Cara Mengukurnya

Tren
Gaji Pekerja Swasta Dipotong 2,5 Persen untuk Tapera, Apa Manfaatnya?

Gaji Pekerja Swasta Dipotong 2,5 Persen untuk Tapera, Apa Manfaatnya?

Tren
Cara Download Aplikasi IKD untuk Mendapatkan KTP Digital

Cara Download Aplikasi IKD untuk Mendapatkan KTP Digital

Tren
Timbun 2.000 Warga, Ini Dugaan Penyebab Tanah Longsor di Papua Nugini

Timbun 2.000 Warga, Ini Dugaan Penyebab Tanah Longsor di Papua Nugini

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com