Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSBB Surabaya Diperpanjang, Bagaimana agar Pembatasan Sosial Efektif Tekan Kasus Covid-19?

Kompas.com - 10/05/2020, 15:44 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menilai, penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara secara nasional masih belum optimal.

Di sejumlah daerah, salah satunya Surabaya, Jawa Timur, memperpanjang penerapan PSBB.

Menurut dia, penerapan PSBB yang disebut untuk menurunkan atau menekan kasus virus corona hingga kini dinilainya belum berhasil.

"Belum berhasil. Karena implementasi PSBB itu sendiri tidak maksimal karena banyak masyarakat yang tidak mematuhi," kata Pandu saat dihubungi Kompas.com, Minggu (10/5/2020).

Pandu mengatakan, secara nasional, warga yang patuh untuk tinggal di rumah masih sangat sedikit.

Baca juga: Anggap Ada Pelonggaran PSBB, MUI Minta Penjelasan Pemerintah soal Situasi Covid-19 di Indonesia

Provinsi yang menunjukkan peningkatan kepatuhan warga untuk tinggal di rumah, menurut dia, adalah DKI Jakarta.

"Yang meningkat tajam (untuk tinggal di rumah) itu hanya DKI Jakarta," jelas Pandu.

Menurut dia, ketidakpatuhan masyarakat tersebut disebabkan oleh beberapa hal.

Salah satunya, karena mereka tidak mau untuk diatur-atur.

"Jadi seakan-akan masyarakat itu hanya disuruh-suruh saja. Harusnya diberikan peran yang lebih besar. Saat ini masyarakat hanya diberikan peran sebagai objek, seharusnysa sebagai subjek atau sebagai pelaku PSBB itu sendiri," papar dia.

Baca juga: [UPDATE] - Pergerakan Data Harian Covid-19 di Indonesia

Maksimalkan peran masyarakat

Situasi jalan Nani Wartabone pada hari pertama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang terlihat lengang. Seorang polisi lalu lintas sedang berjaga-jaga di depan Masjid Baiturrahim.KOMPAS.COM/SALMAN HUMAS PEMPROV GTO Situasi jalan Nani Wartabone pada hari pertama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang terlihat lengang. Seorang polisi lalu lintas sedang berjaga-jaga di depan Masjid Baiturrahim.
Pandu mengatakan, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, misalnya memberikan ruang kepada masyarakat untuk melakukan pembatasan sosial berbasis komunitas.

"Misalnya dilihat dari tempat tinggal mereka atau dusunnya. Itu seharusnya masyarakat berorganisasi sendiri untuk mengingatkan warganya atau tetangganya kalau misalnya belum ada yang memakai masker, atau ingatkan masyarakat lain jangan bepergian tanpa alasan yang jelas, atau jika masih ada kerumunan," ujar Pandu.

Dalam penerapan pembatasan sosial berbasis komunits tersebut, peran sesepuh atau orang yang dituakan di lingkungan setempat menjadi sangat penting.

Penerapan PSBB seperti ini, menurut Pandu, akan menonjolkan peran masyarakat sehingga terbangun solidaritas yang kuat.

"Jadi itu seakan-akan di-drive dari atas ke bawah, kita seakan-akan tidak percaya terhadap masyarakat. Padahal mereka bisa melakukan inisiatif sendiri dan bisa meregulasi sendiri karena di tengah-tengah masyarakat itu ada konsep community resilience. Jadi mereka itu sudah biasa melakukan gotong royong dan saling bantu membantu," kata Pandu.

Baca juga: Jika PSBB Dilonggarkan, Berikut Saran Epidemiolog yang Harus Dilakukan...

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza

Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza

Tren
5 Sistem Tulisan yang Paling Banyak Digunakan di Dunia

5 Sistem Tulisan yang Paling Banyak Digunakan di Dunia

Tren
BMKG Catat Suhu Tertinggi di Indonesia hingga Mei 2024, Ada di Kota Mana?

BMKG Catat Suhu Tertinggi di Indonesia hingga Mei 2024, Ada di Kota Mana?

Tren
90 Penerbangan Maskapai India Dibatalkan Imbas Ratusan Kru Cuti Sakit Massal

90 Penerbangan Maskapai India Dibatalkan Imbas Ratusan Kru Cuti Sakit Massal

Tren
Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Tren
Demam Lassa Mewabah di Nigeria, 156 Meninggal dalam 4 Bulan

Demam Lassa Mewabah di Nigeria, 156 Meninggal dalam 4 Bulan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com