Proses penelitian ini adalah dengan mengambil sampel darah dari pasien Covid-19 yang pulih dari gejala ringan.
Pengamatan pada penelitian ini mengecualikan pasien yang dirawat di ruang intensif lantaran pertimbangan mereka telah mendapatkan antibodi tambahan dari terapi plasma darah yang disumbangkan.
Adanya hasil yang menunjukkan sepertiga dari pasien sembuh dalam penelitian ini memiliki antibodi rendah dengan titer di bawah 500 cukup membuat para peneliti terkejut.
Kategori penelitian
Dalam proses penelitian, para peneliti membagi kelompok menjadi tiga kategori yaitu lansia (60-85 tahun), paruh baya (40-59 tahun), dan muda (15-39 tahun).
Peneliti juga mengukur kadar antibodi penetralisir (NAbs) dalam darah setiap pasien.
Hasilnya orang-orang dalam kelompok usia 60-85 tahun memiliki antibodi lebih tinggi tiga kali jumlah antibodi mereka yang berusia 15-39 tahun.
Dari penelitian itu, 10 pasien dalam penelitian memiliki antibodi yang sangat rendah hingga tak dapat dideteksi di laboratorium.
Baca juga: Ada 1.290 Kematian Baru karena Virus Corona di China, Apa Penyebabnya?
Para pasien yang tampak tak mengembangkan antibodi tersebut dimungkinkan karena adanya tanggapan antibodi lain dalam metode tubuhnya dalam mengalahkan virus.
“Tanggapan kekebalan lainnya termasuk sel T atau sitokin yang juga berkontribusi dalam penelitian,” catat para peneliti.
Sel T adalah jenis sel darah putih yang membantu dalam respon imun, dan sitokin adalah jenis molekul yang dilepaskan sel saat melawan infeksi.
Adapun, jumlah antibodi rendah bisa mempengaruhi herd imunity yang terbentuk serta resistensi terhadap penyakit di kalangan populasi umum.
Padahal kekebalan kawanan atau herd imunity dapat bermanfaat untuk menghentikan penyebaran.
“Ini adalah pengamatan klinis awal kami. Masih dibutuhkan lebih banyak data terkait kekebalan kelompok dari berbagai belahan dunia,” ujar Profesor Huang Jinghe, pemimpin tim, mengatakan pada hari Selasa sebagaimana dikutip dari SCMP (7/4/2020).
"Pengembang vaksin mungkin perlu memberi perhatian khusus pada pasien-pasien ini. Jika virus yang sebenarnya tidak dapat menginduksi respon antibodi, versi vaksin yang lemah mungkin juga tidak bekerja pada pasien ini,” lanjutnya.
Baca juga: Peneliti Cambridge: Virus Corona Covid-19 Diduga Menyebar sejak September 2019
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.