Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kematian di Rumah, Korban Tak Terduga dari Krisis Virus Corona di Italia

Kompas.com - 06/04/2020, 13:02 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Silvia Bertuletti (48) memerlukan waktu 11 hari untuk membujuk seorang dokter melalui telepon agar mengunjungi ayahnya yang mengalami demam dan kesulitan bernapas.

Ketika seorang dokter panggilan pergi ke rumahnya di dekat Bergamo, pusat penyebaran virus corona di bagian utara Italia pada Rabu (18/3/2020) malam, keadaaan sudah terlambat.

Ayahnya yang berusia 78 tahun dinyatakan meninggal pada pukul 1.10 pagi, Kamis (19/3/2020) dini hari atau sepuluh menit sebelum ambulans tiba.

Satu-satunya obat yang ia resepkan, melalui telepon, adalah obat penghilang rasa sakit ringan dan antibiotik spektrum luas.

"Ayah saya dibiarkan mati sendirian di rumah tanpa bantuan. Kami ditinggalkan begitu saja. Tidak ada yang layak mendapatkan perlakuan seperti itu," kata Bertuletti, warga Italia seperti dilansir dari Reuters.

Wawancara dengan keluarga, dokter, dan perawat di wilayah Lombardy menunjukkan bahwa banyak orang mengalami nasib sama seperti Bertuletti.

Bahwa skornya sekarat di rumah karena gejalanya tidak terkendali dan konsultasi telepon tidak selalu cukup.

Baca juga: Hari-hari Terburuk Italia dan Spanyol akibat Virus Corona Belum Berakhir

Warga memakai masker mengantre di supermarket pada hari kedua lockdown Italia. Gambar diambil di Pioltello, dekat Milan, Rabu (11/3/2020).FLAVIO LO SCALZO/REUTERS Warga memakai masker mengantre di supermarket pada hari kedua lockdown Italia. Gambar diambil di Pioltello, dekat Milan, Rabu (11/3/2020).

Pengobatan jarak jauh

Menurut sebuah studi baru-baru ini tentang catatan kematian, jumlah kematian di Provinsi Bergamo sebenarnya bisa lebih dari dua kali lipat jumlah resmi yang didapatkan dari kematian di rumah sakit.

Ketika perjuangan global untuk menyelamatkan jiwa berpusat pada peningkatan pasokan ventilator rumah sakit, beberapa dokter mengatakan kurangnya perawatan kesehatan primer terbukti sama mahalnya.

Sebab, petugas medis tak dapat atau tidak akan melakukan kunjungan rumah, sesuai dengan saran medis untuk beralih ke pengobatan jarak jauh.

"Apa yang menyebabkan situasi ini adalah bahwa banyak dokter keluarga tidak mengunjungi pasien mereka selama berminggu-minggu," kata Riccardo Munda, seorang dokter di Selvino dan Nembro.

Menurutnya, banyak kematian dapat dihindari jika orang-orang di rumah segera menerima bantuan medis.

Akan tetapi, para dokter tidak memiliki cukup masker dan pakaian untuk melindungi diri mereka dari infeksi serta tidak dianjurkan melakukan kunjungan, kecuali jika benar-benar diperlukan.

Ketika pekerja rumah sakit diberi akses prioritas ke masker, beberapa dokter keluarga mengatakan mereka pergi tanpa masker dan merasa tidak dapat mengunjungi pasien dengan aman.

Baca juga: Saat Virus Corona Renggut Nyawa Satu Keluarga di Italia...

Pilihan Sulit

Dokter merawat pasien virus corona di Wuhan, China  EPA-EFE/STRINGER CHINA OUTSTRINGER Dokter merawat pasien virus corona di Wuhan, China EPA-EFE/STRINGER CHINA OUT

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com