Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ariyo Bimmo
Pengamat hukum dan kebijakan publik

Pengamat hukum dan kebijakan publik, Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (Kabar)

Kebijakan Tembakau Alternatif untuk Pencegahan Penyalahgunaan

Kompas.com - 06/04/2020, 11:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAHUN 2020 menjadi babak baru bagi industri produk tembakau alternatif. Sayangnya, saat ini Indonesia masih belum memiliki panduan mengenai produk tersebut yang datang dari sisi pemerintah.

Padahal, sebagai inovasi yang memiliki potensi dalam mengurangi jumlah perokok, terdapat urgensi bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan khusus yang mengatur produk tembakau alternatif. Apalagi, ada banyak misinterpretasi dan miskonsepsi mengenai produk tembakau alternatif yang kini berkembang di masyarakat.

Contoh paling sederhana adalah saat masyarakat kesulitan membedakan jenis produk tembakau alternatif dan menggunakannya secara tepat guna.

Fenomena ini terjadi karena ketiadaan akses masyarakat terhadap informasi yang akurat tentang cara penggunaan dan peranan produk tembakau alternatif yang dapat membantu mengurangi risiko penggunaan tembakau secara signifikan.

Saat ini, satu-satunya kebijakan tentang produk tembakau alternatif di Indonesia adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/2019 yang merupakan revisi kedua atas PMK Nomor 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Di dalam PMK tersebut, produk tembakau alternatif masuk dalam kategori Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) yang dikenakan tarif cukai sebesar 57 persen, atau yang merupakan tarif tertinggi berdasarkan Undang-Undang Cukai.

Hal ini ironis, mengingat hasil kajian ilmiah yang sudah ada menunjukkan bahwa risiko produk tembakau alternatif jauh lebih rendah daripada rokok, tetapi tarif cukainya justru lebih tinggi.

Adapun prinsip dasar cukai menetapkan bahwa semakin rendah eksternalitas negatif suatu produk seharusnya cukainya juga lebih rendah.

Di dalam PMK 152/2019, terdapat empat kategori HPTL, yaitu ekstrak dan esens tembakau, tembakau molasses, tembakau hirup (snuff tobacco), dan tembakau kunyah (chewing tobacco).

Rokok elektrik (vape) dan produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco product) yang paling sering dibahas selama ini masuk dalam kategori ekstrak dan esens tembakau.

Persoalan muncul karena Indonesia hingga saat ini belum memiliki aturan lain yang mendetail mengenai produk tembakau alternatif.

Padahal, agar produk tembakau alternatif dapat menghadirkan manfaat yang optimal bagi perokok dewasa di Indonesia dan masyarakat secara luas, diperlukan aturan yang menyangkut peringatan kesehatan yang berbeda dengan rokok, aturan pemasaran, dan batasan umur pengguna agar tidak digunakan oleh anak-anak di bawah umur 18 tahun dan non-perokok.

Walhasil, absennya aturan tersebut melahirkan polemik dan multitafsir di masyarakat, termasuk para ahli. Mereka memiliki perbedaan pandangan dan rujukan saat menyampaikan pendapatnya.

Yang menyedihkan, sebagian pendapat justru tak didasari kajian ilmiah yang sahih.

Mengacu pada pembelajaran dari Amerika Serikat, ketiadaan aturan beserta ketiadaan pengawasan bagi produk tembakau alternatif dalam waktu yang lama bermuara pada terjadinya kasus Evali (E-cigarette or Vaping Product Use Associated Lung Injury) akibat penyalahgunaan rokok elektrik dengan mencampurkan zat Tetrahidrokanabinol (THC) dan vitamin E Asetat.

Padahal, jika diatur secara tepat dengan regulasi yang berlandaskan kajian ilmiah, seperti di Inggris dan Selandia Baru, maka produk tembakau alternatif dapat digunakan untuk membantu perokok dewasa beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko dan terbukti dapat mengurangi jumlah perokok di negara tersebut.

Melihat berbagai situasi tersebut, sudah saatnya pemerintah Indonesia menyusun aturan yang komprehensif mengenai produk tembakau alternatif. Tentu saja, peraturan itu harus mengacu kepada kajian ilmiah yang mendalam.

Keberadaan aturan khusus yang komprehensif setidaknya memiliki tiga manfaat. Pertama, memastikan bahwa produk tembakau alternatif dapat digunakan secara tepat, sehingga berpotensi mengurangi risiko kesehatan bagi para perokok berusia 18 tahun ke atas.

Perokok dewasa dan pengguna produk tembakau alternatif berhak untuk memiliki akses informasi yang akurat tentang produk tembakau alternatif yang dilandasi oleh kajian ilmiah yang substantif.

Aturan khusus yang komprehensif bagi produk tembakau alternatif dapat juga berguna sebagai sumber informasi yang akurat.

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam aturan yang dimaksud adalah pencantuman aturan peringatan kesehatan yang berbeda dengan rokok, mengingat pertimbangan profil risiko yang lebih rendah.

Dengan begitu, segala informasi yang diterima tidak hanya berdasarkan asumsi.

Kedua, mencegah penyalahgunaan oleh masyarakat dan menghindari penggunaan oleh anak di bawah usia 18 tahun.

Peraturan penjualan maupun pemasaran sangat penting guna memberikan edukasi yang akurat kepada masyarakat, bahwa produk tembakau alternatif hanya ditujukan untuk perokok dewasa yang ingin beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko.

Oleh karenanya, produk ini tidak diperuntukkan bagi anak di bawah umur 18 tahun maupun non-perokok.

Ketentuan ini jelas diperlukan agar para produsen dan distributor dapat mengedukasi tenaga pemasar dan masyarakat terkait penggunaan produk ini.

Dengan begitu, kesalahan penggunaan dan miskonsepsi bahwa produk tembakau alternatif menjadi pintu masuk (gateway) untuk merokok dapat dikurangi.

Ketiga, menjadi acuan penetapan target penerimaan negara dari hasil cukai produk tembakau alternatif. Aturan khusus yang komprehensif bagi produk tembakau alternatif sebaiknya juga mencakup aturan terkait cukai.

Aturan yang saat ini berlaku adalah sistem cukai berdasarkan tarif persentase (ad valorem) dengan ketetapan tarif cukai 57 persen dari harga jual eceran (HJE) bagi produk tembakau alternatif.

Sistem ad valorem ini menyulitkan pemerintah untuk menentukan dasar perhitungan bagi penetapan target penerimaan negara dari hasil cukai produk tembakau alternatif.

Belum lagi, proses pengawasan perhitungan cukai terhadap produk ini juga relatif lebih sulit.

Padahal, pemerintah semestinya bisa menetapkan tarif cukai produk tembakau alternatif memakai sistem spesifik (ad natorem).

Dalam sistem ini, pemerintah dapat menetapkan tarif cukai dalam rupiah untuk setiap satuan barang kena cukai.

Sistem ini akan mempermudah pemerintah menghitung target penerimaan cukai, meningkatkan proses pengawasan, serta menghadirkan kepastian usaha bagi industri.

Melihat berbagai urgensi tersebut, sudah saatnya pemerintah menyiapkan perangkat aturan khusus tentang produk tembakau alternatif.

Dialog, diskusi, dan sikap terbuka antar-kementerian atau lembaga maupun pihak terkait menjadi langkah krusial. Basis atas keputusan yang diambil haruslah memberi manfaat bagi kesehatan masyarakat.

Hal ini sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo dalam membangun sumber daya manusia Indonesia yang maju dan unggul.

Bagaimanapun juga, kita tak bisa mengabaikan keberadaan produk tembakau alternatif sebagai sebuah hasil inovasi yang sudah diteliti selama puluhan tahun.

Untuk itu, para ahli, pelaku usaha, dan masyarakat kini menanti wajah dari kebijakan produk tembakau alternatif di Indonesia. Bukan sekadar sebuah produk yang dianggap sebagai pelengkap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com