Hal ini kemudian dikaitkan dengan fenomena mudik.
"Selain berawal dari Majapahit, mudik juga dilakukan oleh pejabat dari Mataram Islam yang berjaga di daerah kekuasaan. Terutama mereka balik menghadap Raja pada Idul Fitri," kata Silverio.
Istilah mudik sendiri baru sering digunakan pada 1970-an.
"Mudik menurut orang Jawa itu kan dari kata Mulih Disik yang bisa diartikan pulang dulu. Hanya sebentar untuk melihat keluarga setelah mereka menggelandang (merantau)," ujar Silverio.
Bagi masyarakat Betawi, mudik berarti "kembali ke udik"
Udik dalam bahasa betawi berarti kampung. Ketika orang Jawa hendak pulang ke kampung halaman, orang Betawi menyebut "mereka akan kembali ke udik".
Ungkapan ini kemudian mengalami perubahan kata dari "udik" menjadi "mudik".
Selain agar bisa berkumpul bersama sanak saudara di kampung halaman, para pemudik biasanya juga berziarah ke makam keluarganya untuk mendoakan sanak saudara yang telah tiada.
Lebih lanjut, Silverio memaknai terjadi perbedaan makna mudik pada zaman dahulu dengan sekarang.
Dahulu, mudik dilakukan untuk mengunjungi dan berkumpul dengan saudara.
Saat ini, menurutnya, perantau yang mudik sekaligus menujukkan eksistensi dirinya selama di perantauan.
Mereka yang balik atau mudik akan membawa sesuatu yang membanggakan diri dan keluarganya. "Cenderung wah," imbuh dia.
(Sumber: Kompas.com/Aswab Nanda Pratama | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary)
Baca juga: Skenario Penggunaan Listrik Gratis untuk Pengguna Token dan Reguler
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.