Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Imelda Bachtiar

Alumnus Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia (UI) tahun 1995 dan Pascasarjana Kajian Gender UI tahun 2010. Menulis dan menyunting buku bertema seputar memoar dan pemikiran tokoh berkait sejarah Indonesia, kajian perempuan, Peristiwa 1965 dan kedirgantaraan. Karyanya: Kenangan tak Terucap. Saya, Ayah dan Tragedi 1965 (Penerbit Buku Kompas-PBK, 2013), Diaspora Indonesia, Bakti untuk Negeriku (PBK, 2015); Pak Harto, Saya dan Kontainer Medik Udara (PBK, 2017); Dari Capung sampai Hercules (PBK, 2017).

Loper Koran Jadi Jenderal, Cerita Pemimpin Akademi Militer

Kompas.com - 29/02/2020, 14:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebuah pesan masuk ke whatsupp saya pagi ini. “Pada tanggal 25 Februari lalu, diletakkan batu pertama pembangunan gereja Katolik di Akademi Militer, Magelang.” Demikian bunyi pesan yang juga disertai sebuah foto yang mengabadikan peristiwa itu.

Pesan itu berasal dari Mayjen TNI Dudung Abdurachman, Gubernur Akademi Militer sejak 24 September 2018 sampai sekarang. Rupanya, di dalam ksatrian Akmil, gereja yang ada dan digunakan para taruna taruni Kristiani untuk beribadah hanya gereja Protestan. Ini membuat saat beribadah, taruna umat katolik melaksanakan peribadatan di Kelas E. Begitu pula yang terjadi dengan umat Hindu.

Artinya, sejak didirikan pada 11 November 1957 sebagai sambungan Militaire Academie (MA) Yogya, Akademi Militer yang saat itu bernama Akademi Militer Nasional (AMN) tidak memiliki gereja Katolik. Untuk kurun waktu yang begitu lama, tentu ini sebuah pertanyaan besar.

Jenderal Dudung tak mau banyak berujar apa yang membuat ini sulit dilakukan sebelumnya. Alumni Akmil 1988 ini berpendapat, untuk meningkatkan jiwa nasionalisme serta membangun toleransi beragama bagi para taruna, sekaligus juga meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME, maka tempat peribadatan harus dibangun merata dan mewakili semua agama yang ada di Indonesia. Merata, tanpa diskriminasi terhadap agama minoritas.

Di dalam foto itu tampak Uskup Keuskupan Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko bersalam komando bersama Gubernur Akmil dalam seremoni peletakan batu pertama pembangunan Gereja Katolik Ignatius Slamet Riyadi di kompleks Akademi Militer.

Menjadi Tentara Indonesia yang Cemerlang

Peristiwa ini menjadi renungan buat kita. Inilah tolak-ukur utama seorang Tentara Nasional Indonesia yang sejati dan cemerlang. Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia dengan bentang alam yang sangat lengkap, juga dihuni oleh warganya yang juga sangat beranekaragam.

Kita bineka sejak awal berdiri, bahkan jauh sebelum kemerdekaan itu diproklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Para calon pemimpin yang dididik di sini juga harus bisa memahami toleransi beragam yang mumpuni, karena selain agama mayoritas Islam, WNI juga terdiri atas umat Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu.

Apa jadinya bila seorang pemimpin tidak toleran sejak masa remaja? Institusi pendidikan adalah salah satu agen pembentuknya.

Anda atau putra-putri Anda punya cita-cita menjadi militer Indonesia yang cemerlang?

Ini seperti rentetan peristiwa kebetulan, tapi kebetulan yang bermakna. Di bulan Februari ini, bulan pendaftaran awal para pemuda dan pemudi yang berniat masuk Akademi Militer (Akmil) di Magelang.

Ini termasuk lembaga pendidikan tinggi favorit di Indonesia. Setiap tahun ratusan ribu peminat mendaftar di kantor Komando Daerah Militer (Kodam) di seluruh tanah air, dan hanya kurang dari 300 orang yang masuk dan menempuh pendidikan 4 tahun sebagai taruna (2019).

Khusus tahun ini, Waaspers Kasad Brigjen TNI Agus Setiawan, S.E., mengatakan pada 29th Indonesia International Education Training Expo & Scholarship 2020 TNI AD akan menambah alokasi menjadi 17.264 prajurit, baik Tamtama, Bintara maupun Perwira, sementara tahun sebelumnya 2019, hanya merekrut 15.547 prajurit.

Catar (calon taruna) Akmil sebanyak 400 orang, Pa PK (Perwira Pajurit Karier) Reguler 130 orang, Pa PK Tenaga Kesehatan 110 orang, Caba PK (Calon Bintara Prajurit Karier) 3.500 orang, Cata PK (Calon Tamtama Prajurit Karier) 13.100 orang dan mahasiswa beasiswa sebanyak 24 orang,” urai lulusan Akmil tahun 1990 ini.

Loper koran jadi jenderal

Dunia militer Indonesia era kini bukan lagi berbasis kekuatan personil dan persenjataan semata. Tetapi, militer kini adalah militer 4.0, istilah yang dilontarkan oleh Panglima TNI Jenderal Hadi Tjahjanto pada peringantan Hari TNI 5 Oktober 2019 lalu.

Saya bersetuju, dalam setiap profesi ada teladan yang bisa menjadi panutan. Anak muda suka dan cepat menyerap cerita teladan. Tetapi, khusus di dunia militer, sangat jarang mendapat kisah teladan dari TNI yang masih aktif.

Tak lama lagi Penerbit Buku Kompas akan merilis buku seorang militer era sekarang, alumni Akademi Militer tahun 1988, yang kini Gubernur Akademi Militer.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com