KOMPAS.com - Pada Jumat, 3 Januari 2020 pekan lalu militer AS melancarkan serangan ke Bandara Internasional Baghdad, Irak menggunakan pesawat tanpa awak (drone) berjenis MQ-9 Reaper.
Drone tersebut menembakkan 2 rudal Hellfire pada kendaraan Qasem Soleimani dan rombongan sehingga menewaskan Jenderal Iran itu.
MQ-9 Reaper merupakan drone berbobot 2,5 ton yang ditaksir memiliki harga senilai 16 juta dollar AS atau sekitar Rp 224 miliar (kurs Rp 14.000). MQ-9 Reaper dapat menjangkau jarak hingga 1.200 mil.
Pesawat tanpa awak ini merupakan salah satu senjata paling penting di gudang senjata AS.
MQ-9 Reaper diproduksi oleh perusahaan asal Amerika Serikat bernama General Atomics (GA).
Lantas, seperti apa perusahaan General Atomics (GA)? Serta siapa pemiliknya?
General Atomics (GA) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertahanan dan bermarkas di San Diego, Amerika Serikat.
Diperkirakan perusahaan ini bisa mendapatkan penghasilan mencapai 2,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 37,8 triliun (kurs Rp 14.000) setiap tahunnya.
Melansir dari Forbes, perusahaan ini menjadi kontraktor swasta terbesar di Amerika Serikat yang melayani sejumlah negara di Eropa dan Timur Tengah. Misalnya Italia, Spanyol, dan Uni Emirat Arab.
GA pertama kali memperkenalkan drone bernama Predator melalui perusahaan terafiliasi mereka yakni General Atomics Aeronautical Systems, Inc. (GA-ASI).
Predator pertama kali diperkenalkan pada 25 tahun yang lalu dalam misi mengawasi pasukan Serbia saat Amerika dipimpin oleh Bill Clinton.
Predator juga menjadi drone pertama yang terbang di atas Afganistan setelah serangan teroris yang dikenal dengan 9/11 terjadi di Amerika, pada 2001.
Sejak saat itu, Predator telah mengalami banyak perkembangan. Misalnya, sudah dilengkapi dengan kamera, peralatan komunikasi, dan rudal Hellfire.
Drone Predator dapat difungsikan untuk mengawasi, melacak, dan membunuh orang atau kelompok yang menjadi target.
MQ-9 Reaper merupakan pengembangan dari drone Predator atau disebut sebagai Predator B.