Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akibat Pemanasan Global, Rumput Tumbuh di Sekitar Gunung Everest

Kompas.com - 11/01/2020, 07:05 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Semak dan rerumputan mulai bermunculan di sekitar Gunung Everest dan membentang di wilayah Pegunungan Himalaya.

Meski dampak peningkatan jumlah vegetasi dan volume air belum diketahui, tetapi hal itu bisa meningkatkan potensi banjir di wilayah Hindu Kush Himalaya.

Dikutip dari The Guardian, para ilmuwan menggunakan data satelit untuk mengidentifikasi peningkatan vegetasi pada ekosistem subnival yang terdiri dari rumput dan semak dengan salju musiman.

Ekosistem ini dapat memainkan peran penting dalam kawasan hidrologi yang mencakup antara lima sampai 15 kali luas gletser dan salju permanen di wilayah tersebut.

Dengan mempelajari gambar yang disediakan Satelit Landsat NASA dari tahun 1993 hingga 2018, para peneliti dari Exeter University mengukur penyebaran vegetasi di empat dataran tinggi dari 4.159 hingga 6.000 meter di atas permukaan laut.

Baca juga: Mimpi Buruk Pemanasan Global (6): Kiamat Sudah Dekat

Seperti diketahui, pencairan gletser di Himalaya dua kali lipat lebih besar sejak pergantian abad.

Lebih dari seperempat dari semua es hilang dalam empat dekade terakhir.

Penelitian menunjukkan, ekosistem di wilayah tersebut sangat rentan akan perubahan vegetasi yang disebabkan oleh iklim.

"Banyak penelitian telah dilakukan pada pencairan es di wilayah Himalaya, termasuk studi yang menunjukkan bagaimana tingkat hilangnya es sebesar dua kali lipar antara tahun 2000 dan 2016," kata Dr Karen Anderson, dari Institut Lingkungan dan Keberlanjutan, Exeter’s Penryn Campus.

"Sangat penting untuk memonitor dan memahami hilangnya es di sebagian besar Gunung Everest, tapi ekosistem subnival mencakup area yang jauh lebih besar dibandingkan salju dan es permanen," lanjut dia.

Belum diketahui bagaimana lebih banyak vegetasi dapat memengaruhi persediaan air.

Akan tetapi, studi tentang peningkatan vegetasi di Kutub Utara menemukan bahwa mereka memberikan efek pemanasan pada lanskap sekitarnya.

Baca juga: Mimpi Buruk Pemanasan Global (4): Panas Sekarang Belum Ada Apa-apanya

Hal itu terjadi karena tanaman menyerap lebih banyak cahaya dan menghangatkan tanah.

"Itu akan menjadi berita buruk bagi Himalaya. Zona subnival adalah tempat salju musiman. Jika dalam kondisi lebih hangat, potensi banjir akan jauh lebih besar," kata Dr Anderson.

Namun, Anderson mengatakan, jika jumlah vegetasi yang lebih banyak, mungkin tidak benar-benar meningkatkan risiko pemanasan dan banjir di Himalaya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza

Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza

Tren
5 Sistem Tulisan yang Paling Banyak Digunakan di Dunia

5 Sistem Tulisan yang Paling Banyak Digunakan di Dunia

Tren
BMKG Catat Suhu Tertinggi di Indonesia hingga Mei 2024, Ada di Kota Mana?

BMKG Catat Suhu Tertinggi di Indonesia hingga Mei 2024, Ada di Kota Mana?

Tren
90 Penerbangan Maskapai India Dibatalkan Imbas Ratusan Kru Cuti Sakit Massal

90 Penerbangan Maskapai India Dibatalkan Imbas Ratusan Kru Cuti Sakit Massal

Tren
Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Tren
Demam Lassa Mewabah di Nigeria, 156 Meninggal dalam 4 Bulan

Demam Lassa Mewabah di Nigeria, 156 Meninggal dalam 4 Bulan

Tren
BMKG Deteksi Gangguan Magnet Bumi, Apa Dampaknya di Indonesia?

BMKG Deteksi Gangguan Magnet Bumi, Apa Dampaknya di Indonesia?

Tren
4 Jenis Alergi Makanan yang Bisa Muncul Saat Dewasa

4 Jenis Alergi Makanan yang Bisa Muncul Saat Dewasa

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com