Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usir Ular dengan Garam, Ini Mitos atau Fakta?

Kompas.com - 13/12/2019, 06:07 WIB
Nur Rohmi Aida,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banyaknya anakan ular kobra di beberapa wilayah di Tanah Air mengundang perhatian publik.

Ular-ular itu ditemukan di sejumlah wilayah seperti Gunungkidul, Jember, Jakarta Timur, dan Sukoharjo.

Mengenai penanganan ular, ada mitos-mitos yang dipercaya bisa mengusir hewan melata ini.

Salah satunya dengan menaburkan garam. Benarkah garam bisa mengusir ular, atau ini mitos belaka?

Ketua Taman Belajar Ular Indonesia, Erwandi Supriadi atau yang akrab disapa Elang, mengatakan, menaburkan garam untuk mengusir ular mitos belaka.

“Mitos. Ular bersisik, bukan berlendir,” kata Elang, saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (12/12/2019).

Baca juga: Dalam Satu Pekan, Petugas Damkar Depok Sudah Tangkap 5 Ular di Permukiman Warga

Ia menjelaskan, menaburkan garam akan efektif jika digunakan untuk mengusir hewan berlendir seperti lintah dan pacet.

Akan tetapi, tak akan terpengaruh terhadap ular karena ular merupakan hewan bersisik.

Sisik tersebut, kata Elang, bahannya seperti kuku pada manusia yang terbuat dari keratin.

Elang mengaku kerap memberikan edukasi dengan menunjukkan pemberian garam membentuk lingkaran dengan di tengah-tengahnya ditempatkan ular kobra.

Hasilnya, ular tetap melintas.

“Masyarakat kita masih tetap menggunakan garam. Padahal enggak pengaruh walaupun ular masih kecil,” kata Elang.

Ia mengatakan, penggunaan garam untuk mengusir ular merupakan mitos lama yang masih berkembang.

Jangan beri akses ular

Elang berpendapat, cara untuk mencegah ular masuk rumah di antaranya tidak memberikan mereka akses.

Misalnya, menutup saluran air dengan kawat baja, bukan aluminium. Alasannya, aluminium bisa dijebol oleh tikus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

Tren
Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Tren
Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Tren
Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Tren
Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com