Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teror Ular Kobra di Beberapa Daerah, Seberapa Bahaya Bisanya?

Kompas.com - 10/12/2019, 06:30 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Warga di beberapa daerah tengah dihebohkan dengan temuan anakan ular kobra.

Beberapa daerah itu di antaranya, Ciracas, Jakarta Timur; Palur, Sukoharjo, Jawa Tengah, dan Jember, Jawa Timur.

Meski masih anakan, ular kobra diketahui memiliki bisa yang berbahaya.

Seberapa bahaya bisa ular kobra ini?

Pakar Toksonologi dan bisa ular Dr dr Tri Maharani, M.Si SP, mengatakan, bisa ular kobra dominan mengandung mycrotoxin, cardiotoxinneurotoxin dan cytotoxin.

"Untuk di Indonesia ada Naja Sputatrix (ular kobra Jawa) dan Naja Sumatrana (ular kobra Sumatra)," kata Tri saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/12/2019).

Tri menjelaskan, bisa ular kobra yang masuk ke tubuh dapat menyebabkan kematian.

"Paling banyak yang menyebabkan kematian di Indonesia karena (kandungan) cardiotoxin dan neurotoxin," ujar dia.

Baca juga: Kisah Warga Sukoharjo Taklukkan 21 Ekor Anakan Kobra di Balik Karpet

Lamanya waktu hingga menimbulkan kematian ini tergantung dari banyaknya venom yang masuk ke dalam tubuh.

"Kalau banyak cardiotoxin dan neurotoxin-nya bisa cepat (meninggalnya), bisa beberapa menit sampai jam," kata Tri.

Jika kerusakan sel tidak diberikan antivenom, maka semua jaringan bisa rusak dan mati, seperti otot pembuluh darah syaraf dan sebagainya.

Venom yang masuk ke tubuh ini akan menyebar lewat kelenjar getah bening.

Kemunculan ular

Kemunculan beberapa jenis ular ke lingkungan manusia ditentukan beberapa faktor, seperti perilaku ular mulai dari musim menetas, makanan, dan cuaca yang mendukung.

Bulan November, Desember, dan Januari disebutkan menjadi musim menetasnya telur kobra.

Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk mengetahui penananganan pertama yang benar.

Tri, yang ikut dalam tim pembuat pedoman penanganan gigitan ular berbisa dari WHO, menjelaskan, pertolongan pertama yang dapat diberikan adalah:

  • Melakukan imobilisasi atau membuat bagian tubuh yang digigit ular tidak bergerak dan segera membawanya ke rumah sakit.
  • Lakukan pertolongan sesuai panduan WHO, seperti memberikan anticholinesterase.
  • Anggota tubuh yang terkena gigitan ular jangan sampai dihisap atau disedot.
  • Jangan menoreh atau mengeluarkan darah atau memijat bagian anggota tubuh yang terkena gigitan.

Penanganan korban harus tepat secara medis. Oleh karena itu, tidak disarankan menggunakan obat herbal.

Jika gigitan dan paparan bisa ular menyebabkan kecacatan pada korban, maka dapat diberikan pelatihan fisioterapi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Tren
Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com